Review Animasi Peter Pan (1953) Animasi Disney yang Membuat Kamu Percaya Bisa Terbang

 

Review Peter Pan (1953) Animasi Disney yang Membuat Kamu Percaya Bisa Terbang [The one that makes you believe you can fly]

Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter

Edisi Review Singkat+ULTRA

Periksa index

“Go on! Go back and grow up! But I’m warning you, once you’re grown up you can never come back.”—Peter Pan

Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes copyrighted pictures under the doctrine of fair use.

images©1953/Disney/Peter Pan/All Rights Reserved.

⸎Sangat mungkin mengandung Spoiler, Anda diharap bijak menyikapinya.

Genre             : Fantasi—Petualangan [Musikal] [Animasi Tradisional/2D Animation/Hand-drawn Animation]

Rilis                 :

Domestic Releases:

February 5th, 1953 (Wide) by RKO Radio Pictures
December 17th, 1982 (Wide) by 
RKO Radio Pictures
July 14th, 1989 (Wide) by 
RKO Radio Pictures
February 16th, 2013 (Special Engagement) by 
Walt Disney

Video Release:

March 6th, 2007 by Walt Disney Home Entertainment

MPAA Rating:

PG for adventure action sequences and peril.

Durasi             : 76 menit

Sutradara       : Clyde Geronimi, Wilfred Jackson, Hamilton Luske

Pemeran         : Bobby Driscoll, Kathryn Beaumont, Hans Conried, Paul Collins

Episode           : -

Lebih lanjut: Pelajari tentang di balik layar pembuatan Peter Pan

Lebih lanjut: Daftar animasi Disney klasik

Sinopsis

Anak-anak keluarga Darling yang terdiri dari Wendy, John, dan Michael, sangat suka dengan cerita tentang Peter Pan. Setiap hari, Wendy akan bercerita tentang petualangan Peter Pan melawan Kapten Hook di Neverland. John dan Michael akan bermain imajinasi seolah-olah mereka adalah Peter Pan dan Kapten Hook yang memperebutkan harta karun dan senantiasa bermusuhan. Pada suatu malam, ayah mereka yang bernama George sedang terburu-buru mencari manset untuk digunakan menghadiri sebuah acara penting. Ternyata, manset itu digunakan sebagai peta harta karun oleh John dan Michael. Hal tersebut membuat George marah besar. Ia sama sekali tidak suka dengan kisah Peter Pan dan ingin anak-anaknya segera tumbuh dewasa serta melupakan kisah Peter Pan. Amarah George semakin memuncak ketika tidak satu pun anak-anaknya menaggapi kemarahannya dengan serius dan akhirnya George memutuskan untuk memisahkan kamar Wendy dan adik-adiknya. Dengan demikian, Wendy tidak bisa lagi bercerita tentang Peter Pan. Keputusan George dinilai terlalu berlebihan oleh isterinya, Mary, tetapi keputusan George sudah bulat. Tidak hanya memisahkan kamar anak-anak, George juga membawa anjing peliharaan keluarga Darling, Nana, ke luar rumah untuk tinggal di rumah anjing. Menurutnya, seekor anjing tidak seharusnya tinggal di dalam rumah dan menjadi pengasuh anak-anak.

Setelah George dan Mary pergi serta anak-anak keluarga Darling sudah tidur, Peter Pan datang menemui mereka. Ia masuk ke dalam kamar anak-anak secara diam-diam untuk mengambil kembali bayangannya yang sebelumnya ditangkap oleh Nana. Bayangan itu disimpan di dalam laci meja oleh Wendy. Peter Pan akhirnya berhasil menemukan bayangannya, tetapi bayangan itu tidak mau kembali kepada Peter. Maka, terjadilah keributan karena Peter berusaha menangkap bayangannya sampai menghantam perabotan. Kegaduhan yang ditimbulkan oleh Peter membuat anak-anak keluarga Darling terbangun. Meskipun Wendy dan anak-anak keluarga Darling belum pernah bertemu dengan Peter Pan, mereka sudah menduga kalau Peter pasti akan datang untuk mengambil bayangannya. Setelah dirinya ketahuan, Peter tidak lagi mencoba untuk bersembunyi. Ia mencoba menempelkan bayangannya ke sepatu menggunakan sabun. Menurut Wendy, Peter tidak akan bisa memasang kembali bayangannya dengan sabun. Maka, Wendy menawarkan diri untuk menjahitkan bayangan Peter ke sepatunya. Setelah selesai, Peter mengajak anak-anak keluarga Darling untuk pergi ke Neverland.

Neverland terletak di dalam bintang ke dua di sebelah kanan. Satu-satunya cara untuk ke sana adalah dengan terbang. Agar bisa terbang, anak-anak harus punya keyakinan, percaya, dan serbuk peri (pixie dust). Tinker Bell, peri kecil yang merupakan sahabat Peter, mampu memberikan pixie dust. Namun karena Tinker Bell cemburu pada Wendy yang lebih diperhatikan oleh Peter, Tinker Bell menolak untuk memberikan pixie dust kepada anak-anak Darling. Akhirnya, Peter memaksa Tinker Bell dengan menggoncangkan tubuh peri itu sampai menaburkan pixie dust ke tubuh anak-anak keluarga Darling. Malam itu juga, mereka semua pergi ke Neverland. Neverland merupakan sebuah negeri ajaib di mana anak-anak tidak akan bisa tumbuh dewasa. Peter Pan dan anak-anak yang hilang (the lost boys) akan menjadi anak-anak untuk selamanya. Wendy dan adik-adiknya pun akan menjadi anak-anak untuk selamanya jika tinggal di Neverland. Itulah mengapa Peter Pan dikenal sebagai The Boy Who Wouldn’t Grow Up (Bocah Lelaki yang Tidak Akan Tumbuh Dewasa). Neverland dipenuhi oleh berbagai keajaiban—mulai dari danau puteri duyung, pemukiman suku Indian, hingga hutan yang dipenuhi binatang buas. Namun, Neverland juga dihuni oleh bajak laut jahat bernama Kapten Hook.

Sejak dahulu, Kapten Hook selalu mengincar Peter Pan. Sang kapten menyimpan dendam kepada Peter Pan karena ketika berduel, Peter memotong tangan Kapten Hook dan melemparkannya ke laut. Tangan itu dimakan oleh seekor buaya yang kemudian selalu mengikuti kemanapun Kapten Hook pergi—buaya itu ingin menyantap Kapten Hook. Masalahnya, Hook tidak tahu di mana lokasi markas besar Peter Pan. Ia sudah mencari-cari ke seluruh Neverland, tetapi tidak berhasil menemukan tempat tinggal Peter Pan. Masalah yang harus dihadapi oleh Peter bukan hanya Kapten Hook, tetapi juga kecemburuan Tinker Bell. Peri itu benar-benar cemburu kepada Wendy dan berusaha mencelakainya. Kecemburuan Tinker Bell diketahui oleh Mr. Smee, anak buah kepercayaan Hook. Setelah Mr. Smee memberi tahu bahwa Tinker Bell dan Peter Pan bertengkar, Kapten Hook segera menyusun rencana untuk memanfaatkan kemarahan Tinker Bell dalam menjebak Peter. Apakah yang akan dilakukan oleh Kapten Hook kepada Tinker Bell, Peter Pan, dan semua teman-temannya? Sanggupkah Peter Pan melawan Kapten Hook? Akankah anak-anak keluarga Darling pulang kembali ke London?

01 Story Logic

Peter Pan dinaungi oleh tiga tajuk besar: Fantasi, Petualangan, dan Musikal. Agar dapat menentukan kuat atau tidaknya logika dalam film ini, kita sebenarnya perlu benar-benar mengurutkan posisi tajuknya dari yang paling utama. Secara umum, Peter Pan lebih diasosiasikan dengan cerita Fantasi daripada cerita Petualangan, meskipun terdapat kisah petualangan di dalamnya. Sistem penilaian Skywalker pun menyatakan bahwa Peter Pan pada dasarnya merupakan sebuah cerita Fantasi; petualangan di dalamnya merupakan bagian dari paket besar Fantasi—seperti petualangan di dalam The Lord of the Rings tetap berada di urutan ke dua setelah tajuk besar Fantasi. Singkatnya, meskipun ada banyak sekali petualangan dalam The Lord of the Rings, film itu tetap utamanya merupakan sebuah film Fantasi. Jika kita memposisikan Peter Pan sebagai sebuah film dengan tajuk utama Fantasi, maka logika ceritanya masih kurang kuat. Hal ini dikarenakan Peter Pan tidak berhasil memberikan penjelasan aturan-aturan dunia Fantasinya. Selain itu, eksplorasi dunia Fantasi Peter Pan juga masih kurang. Singkatnya, sebagai sebuah “film Fantasi”, Peter Pan justru lebih fokus mengeksplorasi kisah Petualangannya.

Siapakah Peter Pan? Apakah Neverland sungguh-sungguh ada (karena kalau Neverland hanyalah “imajinasi”, maka film ini bukanlah film Fantasi melainkan sebuah film Drama—Psikologi seperti Neverwas yang dibintangi Ian McKellen atau Shutter Island yang dibintangi DiCaprio). Peter Pan seharusnya menegaskan aturan-aturan dunia Fantasinya—menegaskan bahwa Neverland merupakan sebuah wilayah sungguhan dan semua penghuninya sungguh-sungguh ada. Eksplorasi tentang mengapa Peter dan Lost Boys tidak bisa tumbuh dewasa, siapa sebenarnya Tinker Bell, bagaimana Kapten Hook bisa sampai di Neverland, dan hal-hal yang berkaitan erat dengan tatanan dunia Fantasi Neverland seharusnya dapat ditegaskan sehingga menguatkan logika dunia Fantasi Neverland. Beban penjelasan Fantasi Peter Pan cenderung lebih berat dibandingkan dengan kisah-kisah Fantasi yang diangkat dari dongeng, misalnya Sleeping Beauty, karena Peter Pan sendiri tidak diadaptasi dari dongeng dan memiliki cerita yang jauh lebih kompleks sehingga tidak seharusnya memiliki karakteristik Sleeping Beauty atau kisah dongeng pada umumnya yaitu “it is what it is—don’t ask”. Penjelasan-penjelasan atau eksplorasi dunia Fantasi Peter Pan justru dikuatkan dalam seri Disney Fairies Tinker Bell. Aturan-aturan yang tidak dijelaskan dalam Peter Pan membuat kisahnya kurang logis dan nantinya memengaruhi konsistensi ceritanya.

Peter Pan bisa jadi lebih logis jika urutan genre-nya kita ubah menjadi Petualangan—Fantasi—Musikal. Susunan yang baru ini memposisikan “Petualangan” di depan “Fantasi” yang artinya film ini fokus pada kisah Petualangan yang “kebetulan” terjadi di sebuah negeri Fantasi; dengan kata lain, “Fantasi” hanya digunakan sebagai latar tempat petualangan terjadi. Film Prince of Persia dengan bintang Jake Gyllenhaal terjadi di sebuah negeri Fantasi. Meski demikian, tajuk utama film tersebut adalah Petualangan dan Aksi. Penonton tidak akan terlalu mempertanyakan “aturan dunia Fantasi” dalam Prince of Persia. Hal serupa berlaku untuk film Pinocchio; genrenya adalah Petualangan—Fantasi—Musikal. Posisi “Fantasi” dalam Pinocchio berada setelah Petualangan. Artinya, tajuk utama yang paling utama dalam Pinocchio adalah kisah Petualangan. Penonton tidak perlu mempertanyakan dari mana asal usul Blue Fairy, bagaimana anak-anak bisa menjadi keledai, bagaimana Honest John bisa berbicara meskipun dirinya adalah seekor rubah, dan lain sebagainya: kesemua itu bukan poin paling penting, kesemuanya berkaitan dengan dunia Fantasi yang menggerakkan jalannya cerita petualangan Pinocchio.

Kurangnya penegasan pada aturan-aturan Fantasi dalam dunia Peter Pan membuat banyak aksi dan reaksi karakternya menjadi kurang logis. Dalam beberapa adegan, Kapten Hook digambarkan sebagai sosok yang jahat, ditakuti, dan sangat berbahaya. Namun dalam adegan lainnya, ia digambarkan sebagai kapten yang tidak punya kompetensi, tidak punya wibawa, dan sangat mudah dikalahkan. Hal ini mengaburkan logika “bagaimana Peter Pan bersiap menghadapi Kapten Hook”. Jika Hook memang ceroboh, perilaku Peter yang “berhati-hati” akan membuat ceritanya tidak logis. Jika Hook sangat berbahaya, perilaku Peter yang “ceroboh” akan membuat ceritanya tidak logis. Sifat karakter-karakter dalam film ini juga terlalu sering berubah-ubah. Permasalahan ini nantinya memengaruhi konsistensi cerita Peter Pan, tetapi mula-mula permasalahan ini sudah membuat narasinya menjadi kurang logis. Mengapa Pinocchio dengan senang hati mengikuti Honest John dan dengan ceria bermain di Pleasure Island bersama Lampwick? Perilaku Pinocchio sudah logis karena sesuai dengan karakteristik atau jati diri Pinocchio yang sudah dibangun di awal dan sepanjang film—barulah jati diri itu berubah di akhir film, setelah Pinocchio melalui sebuah proses panjang yang “logis” jika perjalanan itu mengubah kepribadiannya.

“Petualangan” dalam negeri Fantasi Pinocchio membuat perubahan perilaku Pinocchio menjadi masuk akal. “Fantasi” dalam Peter Pan tidak memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap perubahan karakter-karakternya. Dalam sekuel Peter Pan in Retun to Neverland, posisi “Fantasi” di dalamnya justru lebih kuat dan logis karena [spoiler] Fantasi dalam film itu berperan penting dalam mengubah pola pikir Jane, anak perempuan Wendy yang tidak percaya pada Peter Pan dan Neverland. Meskipun ada banyak sekali poin tidak masuk akal dalam film ini, kita tidak boleh melupakan bahwa Peter Pan adalah sebuah animasi musikal. Berbeda dengan live-action, film animasi dapat lebih leluasa mengekspresikan gerakan karakter-karakternya dan memiliki kadar keseriusan yang jauh lebih rendah dibandingkan live-action. Tidak adil jika kita menggunakan standar yang sama persis dengan The Lord of the Rings untuk menilai Peter Pan. Apalagi, film ini merupakan sebuah Musikal. Film-film Musikal juga memiliki “keistimewaan” untuk bisa memelintir logika dengan lebih ekstrem dibandingkan dengan film-film non-musikal. Aneh sekali jika Darth Vader dan Lord Palpatine tiba-tiba bernyanyi di film The Empire Strikes Back, tetapi wajar sekali ketika Monseigneur Claude Frollo bernyanyi dalam The Hunchback of Notre Dame. Meskipun Peter Pan memiliki masalah dari segi logika cerita dan kesesuannya dengan aturan genrenya, masalah terbesar yang juga mengurangi kekuatan logika film ini terletak pada masalah konsistensi ceritanya.

Pikirkan sejenak—[Spoiler] Bagaimana bisa Tinker Bell dan Peter selamat dari ledakan yang dihasilkan oleh bom Kapten Hook? Ketika Hook “selamat” setelah ditelan buaya, adegan itu tidaklah aneh karena merupakan adegan Komedi. Namun, hal semacam itu menjadi tidak logis jika digunakan dalam adegan yang serius—bahkan dalam standar animasi yang tidak memiliki tuntutan logika sebesar film live-action.

02 Story Consistency

Alur cerita dalam Peter Pan tidak konsisten. Tidak jelas apa yang sebetulnya ingin diceritakan atau dieksplorasi dalam film ini. Apakah fokus utama film ini adalah keluarga Darling yang mencakup dinamika hubungan keluarga Darling dan anak-anak keluarga Darling yang belum mau beranjak dewasa? Atau, apakah fokus film ini adalah sosok Peter itu sendiri, sesuai dengan judul filmnya? Mengapa Peter sangat tertarik pada keluarga Darling (lebih dari sekadar karena menyukai cerita-cerita Wendy karena di akhir film [Spoiler] diperlihatkan bahwa George dan Mary pernah bertemu dengan Peter Pan semasa kecil mereka)? Mengapa Peter Pan bisa sampai di Neverland? Apa yang membuanya tidak mau beranjak dewasa? Bagaimana dinamika kehidupan Peter Pan? Film ini juga seringkali mengalihkan fokus cerita ke Kapten Hook. Penonton mungkin mengetahui lebih banyak latar belakang Kapten Hook daripada latar belakang Peter Pan. Lantas, di manakah posisi Kapten Hook dalam keseluruhan cerita? Apakah sebatas tokoh jahat utama yang menggerakkan cerita, atau memiliki peran yang jauh lebih penting?

Dalam pakem film-film Disney pada umumnya, latar belakang karakter jahat tidak terlalu dieksplorasi. Penonton tidak diberi tahu alasan yang paling mendasari Maleficent mengutuk puteri Aurora di film Sleeping Beauty. Apakah Maleficent adalah simbol dan/atau akibat dari kesombongan Raja Stefan yang terlalu melindungi puterinya sehingga tidak mau memperkenalkan dunia apa adanya—bahwa ada kejahatan yang murni jahat di muka bumi ini? Sebagai perwujudan dari segala kejahatan, Maleficent merasakan kesombongan Stefan yang tidak mau mengakui sisi gelap dunia—seperti kemarahan Boogeyman dalam film Rise of the Guardians. Benarkah demikian? Tidak ada yang tahu pasti dan pengetahuan tentang itu sama sekali tidak penting dalam menggerakkan jalannya cerita.

Peter Pan seharusnya mempertegas fokusnya, apakah film in fokus membahas dinamika hubungan antara Peter Pan dengan keluarga Darling, Peter dengan Kapten Hook, atau sesuatu yang lain, sehingga dinamika permasalahan ang paling utama dapat terlihat dengan jelas. Pada akhirnya, Peter Pan terlihat seperti sekadar gabungan dari beberapa cerita yang berbeda—lebih menyerupai The Many Adventures of Winnie the Pooh, padahal seharusnya tidak dibuat dengan struktur seolah memiliki episode yang berbeda. Hubungan antar segmen dalam film ini, karena narasinya tidak konsisten, masih belum jelas. Film ini seperti memiliki beberapa episode yang mana salah satu episodenya bercerita tenang keluarga Darling yang bertualang ke Neverland dan mengeksplorasi keindahannya, episode berikutnya adalah anak-anak keluarga Darling dan Lost Boys yang berhadapan dengan Kapten Hook, episode berikutnya adalah tentang kapten Hook yang berusaha mencari Peter Pan dengan menculik Tiger Lily sehingga menimibulkan masalah tersendiri dengan suku Indian. Segmen-segmen berikutnya sudah menampilkan cerita yang berbeda lagi sehingga konsistensi cerita dalam film ini tidaklah kuat.

Apa yang sebenarnya ingin dieksplorasi oleh Peter Pan? Apakah “the wonder” dari sebuah negeri bernama Neverland, bagaimana konflik batin Peter yang membuatnya menjadi sosok yang menarik dan misterius, bagaimana petualangan di Neverland mengubah Wendy dan saudara-saudaranya—Peter Pan seperti ingin menceritakan semuanya tanpa eksplorasi yang memadai sehingga semua poin penting ceritanya seperti hanya separuh disampaikan. Maka, kesimpulannya, narasi dalam Peter Pan tidak konsisten. 

03 Casting Choice and Acting

Pengisi suara dalam Peter Pan sebetulnya sudah baik. Para aktor yang diminta memerankan karakter sudah membuat karakter mereka berbicara dengan natural atau tidak kaku. Namun, terdapat permasalahan yang lebih mengarah kepada masalah teknis dibandingkan dengan maslah artistik. Permasalahan pengisi suara dalam Peter Pan serupa (tetapi tidak sama) dengan permasalahan pengisian suara dalam The Sword in the Stone—aktor yang dipilih sudah baik, suaranya sudah sesuai dengan karakternya, tetapi ada masalah teknis yang membuat pilihan itu tidak bisa tampil maksimal. Dalam The Sword in the Stone, pengisi suara Arthur terpaksa ditambah menjadi tiga orang. Pemilihan Rickie Sorensen sebagai Arthur sebetulnya sudah baik, tetapi ia mengalami pubertas dan suaranya berubah sehingga suara Arthur harus disisipi suara putera sutradara Wolfgang Reitherman, Richard dan Robert. Suara Richard dan Robert sendiri mungkin bisa menjadi suara Arthur yang sama-sama sesuai dengan karakternya. Masalahnya, ketiga suara yang berbeda itu digunakan secara bersamaan sehingga suara Arthur senantiasa berubah-ubah di sepanjang film. Dalam Peter Pan, satu pengisi suara diminta menyuarakan terlalu banyak karakter sehingga seringkali berbagai karakter yang berbeda memiliki suara yang sama di dalam satu adegn yang sama. Hans Conried mengisi suara George Darling dan juga Captain Hook—tetapi pengisian suara semacam ini tidak menjadi masalah karena selain mengikuti tradisi pertunjukan teater Peter Pan (aktor yang memerankan George dan Hook adalah aktor yang sama) dan suara Conried memang sesuai untuk kedua karakter tersebut, George dan Hook tidak pernah berada dalam satu adegan. Dengan demikian, penonton dapat dengan mudah mengesampingkan kemiripan suara antara George dan Hook.

Masalah paling besar datang dari keputusan untuk meminta Bill Thompson mengisi suara tidak hanya Mr. Smee, tetapi sekaligus para bajak laut anak buah Hook yang merupakan rekan kerja Mr. Smee. Berbeda dengan George dan Hook yang tidak pernah berada dalam satu adegan, Mr. Smee hampir selalu berada dalam adegan yang sama dengan rekan-rekannya. Meskipun Bill Thompson mencoba mengubah gaya bicara atau logatnya, kekhasan suaranya tetap dapat ditangkap oleh banyak penonton. Hal ini mengaburkan adanya nuansa “distinction” atau “pembeda” antar tokoh bajak laut di sepanjang cerita. Pemilihan Bill Thompson sendiri sebetulnya sudah sesuai dengan karakter Mr. Smee dan suaranya pun cocok memerankan para bajak laut. Namun, keputusan menggunakan aktor yang sama untuk lebih dari 5 karakter dalam satu adegan yang sama, jika tidak diberikan kepada orang dengan bakat khusus seperti Mel Blanc, berpotensi besar merusak tatanan artistik yang dipilih karena berpotensi membingungkan penonton “hanya karena” masalah teknis.

04 Music Match

Secara umum, tidak ada masalah dalam pemilihan musik dan lagu di film Peter Pan. Karena posisinya sebagai sebuah film Musikal, lagu-lagu yang disajikan harus menjadi begian dari cerita dan mendorong laju cerita—tidak boleh hanya sebatas pengiring atau terlalu banyak pembentuk nuansa/suasana. Lagu-lagu yang disajikan dalam film ini sudah menjalankan fungsinya dengan baik. Permasalahan yang ada seputar lagu dalam Peter Pan lebih dikarenakan permasalahan konsistensi cerita. Lagu-lagu dalam film ini sudah menjadi bagian sekaligus mengiringi narasi dengan baik, tetapi karena narasi itu sendiri tidak konsisten, maka lagu-lagu dalam film ini tidak dapat “mengisahkan kembali” keseluruhan cerita Peter Pan apabila dirangkai menjadi satu. Pemilihan implementasi lagu dalam Peter Pan juga seringkali bermasalah—bukan karena lagunya tidak sesuai, tetapi karena adegan yang disusupi lagu itu sebetulnya tidak terlalu memerlukan lagu; misalnya adegan Kapten Hook meminta anak-anak mendaftar sebagai bajak laut. Adegan-adegan yang lebih penting dan bisa saja disusupi lagu seperti adegan ketika anak-anak Darling pertama kali sampai ke Neverland, Kapten Hook menceritakan kekesalannya terhadap Peter Pan kepada Mr. Smee, atau ketika Kapten Hook “merayu” Tinker Bell untuk memberi tahu rahasia tempat persembunyian Peter Pan.

05 Cinematography Match

Sinematografi dalam Peter pan sudah baik. Salah satu tantangan para animator Disney selama mengerjakan Peter Pan adalah menggambar karakter yang “melayang”, bukan “terbang”. Hal ini dikarenakan karakter yang “melayang” haruslah terlihat tidak memiliki berat, tidak mengepakkan tangan atau sayap, dan yang paling jelas tidak ada contohnya di dunia nyata—setidaknya pada masa itu. Namun, para animator berhasil menggambarkan tokoh-tokoh yang melayang dan menguatkan nuansa petualangan melalui posisi karakter dan latar belakang yang ditampilkan. Cara latar belakang London ditampilkan, memperlihatkan betapa luasnya London dan betapa kecilnya anak-anak yang melayang, betapa besarnya Big Ben dan jarumnya ketika anak-anak mendarat di atasnya, menguatkan nuansa Petualangan yang sejalan dengan genre film ini. Bagaimana Neverland diperlihatkan—mulai dari posisi bintang ke dua hingga Mermaid Lagoon menguatkan nuansa Fantasi yang sesuai dengan genre film ini.

Well, a mother, a real mother, is the most wonderful person in the world. She's the angel voice that bids you goodnight, kisses your cheek, whispers ‘sleep tight’.”—Wendy

06 Character Design

Desain karakter dalam Peter Pan sudah serasi dengan desain latar belakangnya (akan dibahas lebih lanjut dalam poin Background/Set Match). Namun, desain karakter dalam film ini memperlihatkan ketidakcocokan antar karakter. Ada beberapa karakter yang digambar lebih realistis dan ada juga, khususnya karakter binatang, yang dibuat lebih tidak realistis (less realistic) atau lebih tidak proporsional—terutama untuk karakter-karakter di Neverland. Perbedaan gaya desain karakter ini sekilas tidak terlihat seperti sebuah masalah karena memperlihatkan kontras antara “real world” dengan “Neverland”. Kontras semacam ini sudah dicontohkan oleh Alice in Wonderland dan penonton bisa mengamati bahwa Dinah adalah kucing dari dunia nyata sedangkan Chessire Cat adalah kucing dari Wonderland. Masalahnya, meskipun Neverland adalah negeri ajaib, secara umum penghuninya adalah makhluk-makhluk “biasa” yang juga ada di London atau di dunia manusia. Maka, keputusan untuk membedakan desain karakternya menimbulkan adanya ketidakcocokan desain (incompatibility in charater-to-character design).

Peter Pan tidak bisa sepenuhnya disamakan dengan Alice in Wonderland. Dalam kisah Alice, desain karakter di Wonderland sepenuhnya berbeda dengan desain karakter di dunia nyata karena karakter-karakter penghuni Wonderland tidak ada di dunia nyata. Seperti sudah disebutkan sebelumnya, Chessire Cat sama sekali tidak bisa ditemukan di dunia nyata. Begitu juga Mr. Dodo, burung payung, bebek terompet, burung sangkar, kembar Tweedle Dee dan Tweedle Dum, dan banyak karakter lainnya. Kontras yang tegas antar karakter dalam Alice mendukung ceritanya karena menunjukkan bahwa Alice, yang digambar lebih realistis dan proporsional, sedang tidak pada tempatnya (out of place) ketika berada di Wonderland. Dalam Peter Pan, binatang-binatang di Neverland pada dasarnya sama dengan binatang-binatang di dunia manusia. Sebagai contoh, penonton dapat mengamati desain unggas dalam film ini—khususnya dalam adegan awal perjalanan menuju Neverland. Saat masih berada di London, Peter terbang di atas sepasang angsa di danau. Kedua angsa itu digambar secara realistis atau proporsional. Namun setelah adegan beralih ke Neverland, burung camar yang hinggap di kepala Kapten Hook terlihat lebih tidak realistis karena lebih tidak proporsional, dan bisa jadi berasal dari film yang berbeda. Padahal, burung camar di Neverland tidaklah istimewa karena seharusnya sama dengan burung camar yang ada di London.

Kisah Peter Pan pada dasarnya mendukung ditunjukkannya kontras antar latar belakang karena kontras itu penting dalam mendukung jalannya cerita. Namun, perbedaan desain karakter tidak seharusnya ada karena, sekali lagi, karakter-karakter di Neverland memiliki padanan di dunia manusia. Jika binatang di London digambar secara lebih realistis, seharusnya binatang di Neverland juga digambar dengan lebih realistis. Perbedaan desain karakter dalam Peter Pan tidak hanya tidak mendukung jalannya cerita (tidak seperti Alice in Wonderland), tetapi juga berpotensi mencederai proses bergulirnya cerita. Di sepanjang film, ada banyak adegan di mana karkter-karakternya melakukan tindakan atau mengalami kejadian yang terlalu konyol. Tindakan karakternya seharusnya menyesuaikan dengan desain karakter karena desain karakter menunjukkan batasan-batasan ekspresi karakternya. Karakter yang didesain realistis tidak cocok jika dilibatkan dalam kejadian yang terlalu konyol. Kawanan rusa dalam film Bambi, termasuk The Great Prince of the Forest, tidak sesuai jika disisipkan ke dalam adegan kawanan binatang yang berlari menjemput para kurcaci dalam film Snow White and the Seven Dwarfs.

Di dalam film Lady and the Tramp yang memiliki gaya desain yang secara umum realistis (coba saja bandingkan desain Lady atau Tramp dengan Pluto untuk memberi gambaran perbedaan desain karakter anjing Disney yang lebih realistis dan proporsional vs yang lebih tidak realistis) karakter Jim Dear tidak akan cocok jika diperlihatkan terjatuh seperti George, ayah Wendy, dalam sebuah adegan awal di kamar anak-anak. Di Neverland, terdapat suku Indian. Tentu saja kita semua tahu bahwa suku Indian bukanlah suku yang hanya ada di Neverland, tetapi merupakan sebuah suku yang ada di dunia manusia. Orang-orang Indian sudah lebih dulu membangun kebudayaan di benua Amerika jauh sebelum Columbus mendarat atau John Smith bertemu Pocahontas. Dalam Peter Pan, karakter Indian digambar dengan gaya yang lebih tidak realistis dibandingkan dengan karakter dari London. Maka, karakter suku Indan terlihat cocok untuk melangsungkan tarian yang dilebih-lebihkan atau gerakan yang sangat ekspresif—dua keleluasaan yang tidak dimiliki oleh John, Michael, dan Wendy, karena mereka digambar dengan lebih realistis. Dampaknya, dalam adegan pekumpulan Indian yang sangat ekspresif, John dan Michael yang ikut bergabung terlihat out of place atau tidak pada tempatnya.

Ketidakcocokan desain karakter dalam Peter Pan tidak hanya terjadi antara tokoh London vis a vis tokoh Neverland, tetapi juga antar sesama tokoh di Neverland. Sebelumnya sudah disebutkan bahwa desain karakter Indian dalam film ini dibuat lebih ekspresif daripada tokoh yang digambar realistis. Namun, salah satu karakter Indian yang bernama Tiger Lily justru digambar dengan desain lebih realistis seperti Wendy. Perbedaan-perbedaan yang berulang, tidak konsisten, dan terkesan arbiter semacam ini memunculkan kontras yang berpotensi merusak keselarasan desain atau gaya artistik dalam keseluruhan sebuah adegan.

07 Background/Set Match

Desain latar belakang dalam Peter Pan sudah baik. Kota London digambar menggunakan bahasa desain yang lebih realistis dibandingkan dengan Neverland. Hal tersebut memberikan hasil adanya kontras antara dunia manusia dan Neverland. Kontras ini menguatkan kesan “wonderland” atau “otherworldliness” pada Neverland—sejalan dengan, dan sekaligus menguatkan, posisi Peter Pan sebagai sebuah film Fantasi. Kontras semacam ini sangat membantu dalam meyakinkan penonton bahwa Neverland adalah sebuah negeri Fantasi yang berbeda dengan London atau wilayah lainnya di dunia manusia; menunjukkan bahwa negeri yang sangat berbeda dari dunia manusia itu sungguh-sungguh ada, menguatkan posisi filmnya sebagai sebuah Fantasi, bukan sebuah film psikologi karena Neverland bukanlah sebuah ilusi.

Desain latar belakang London yang lebih realistis sudah serasi dengan desain karakter keluarga Darling yang juga lebih realistis daripada beberapa karakter di Neverland. Meski demikian, keluarga Darling tetap terlihat menyatu dengan latar belakang Neverland yang lebih tidak realistis karena perbedaan gaya antara London dengan Neverland, meskipun jelas ada, tidaklah terlalu signifikan seperti misalnya perbedaan dunia nyata dengan Wonderland dalam film Alice in Wonderland. Dengan demikian, karakter-karakter Neverland yang digambar dengan gaya lebih tidak realistis (dibandingkan dengan keluarga Darling) juga tetap terlihat menyatu di latar belakang London (Dalam Peter Pan, hanya Peter dan Tink yang pergi ke London dan keduanya kebetulan digambar dengan gaya menyerupai keluarga Darling—cenderung realistis. Kapal Hook dan anak-anak yang hilang pada akhirnya juga pergi ke London walau hanya sekilas. Kesesuaian antara latar belakang dan karakter justru dikuatkan oleh sekuel dari film ini yakni Peter Pan in Return to Neverland di mana Hook dan anak buahnya pergi ke London dengan tujuan menculik Wendy).

08 Special and/or Practical Effects

Efek visual dalam Peter Pan sudah baik. Layaknya film-film animasi major Disney [Snow White, Bambi, Fantasia, dan seterusnya] lainnya, efek visual dalam Peter Pan sudah baik apalagi mengingat tahun pembuatannya. Komposisi warna, kehalusan gerakan, format presentasi, dan aspek teknis lain dalam film ini secara umum sudah baik. Salah satu sajian visual yang perlu diapresiasi dalam film ini adalah animasi serbuk peri [pixie dust].

09 Audience Approval

Ketika pertama kali dirilis, secara umum penonton memberikan tanggapan yang positif untuk Peter Pan. Terdapat kalangan kritikus dan penonton yang sudah mengenal pementasan teater serta karya tulis J.M. Barrie yang memberikan kritik lebih negatif karena adaptasi Disney ini dinilai tidak setia pada sumbernya. Namun jumlah kritik negatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah tanggapan yang netral dan positif. Hal ini sebetulnya sejalan dengan keputusan Disney yang sengaja mengadaptasi Peter Pan untuk menghibur kalangan penonton yang lebih luas—yang artinya memang terdapat banyak poin cerita yang diubah dari tulisan Barrie.

Platform

Score ⸙

IMDb

7.3/10

Rotten Tomatoes

79%

Metacritic

6.9/10

Google User

84%

Nilai pada tabel di atas mungkin berbeda dengan nilai yang dikemukakan oleh masing-masing platform. Pada platform penilaian film yang menampilkan penilaian kritikus, nilai yang ditampilkan pada tabel di atas adalah nilai yang diberikan oleh penonton non-kritikus/user. Nilai yang ditampilkan mengacu pada data termutakhir saat artikel ini dipublikasikan. Maka, nilai yang ditampilkan pada masing-masing platform dapat berubah seiring berjalannya waktu.

10 Intentional Match

Walt Disney menyukai desain latar belakang dalam film Cinderella yang dikerjakan oleh seniman Mary Blair. Cinderella pada akhirnya tidak hanya sukses memenuhi ekspektasi Walt Disney dari segi artistik, tetapi juga dari segi finansial. Mary Blair kembali terlibat dalam animasi Alice in Wonderland, tetapi Walt Disney mengaku cukup kecewa dengan hasil akhir perpaduan animasi karakter dan latar belakang bergaya Mary Blair. Kekecewaan yang serupa tidak kembali dilaporkan dalam proses poduksi dan rilis Peter Pan. Walt Disney bertujuan membuat Peter Pan dapat dinikmati oleh kalangan yang seluas-luasnya, sehingga ia dengan sengaja melakukan ubahan-ubahan yang dinilai perlu. Maka, Disney tidak terlalu heran ketika beberapa kalangan mempermasalahkan kesesuaian antara Peter Pan versi Disney dengan sumber aslinya. Peter Pan juga menguntungkan secara finansial dan Disney beberapa kali merilis kembali film ini. Apabila Walt benar-benar tidak menyukai film ini, maka ia akan enggan merilis kembali filmnya ke bioskop. Walau tidak ada keterangan yang menjelaskan bahwa Disney juga kecewa dengan latar belakang Peter Pan yang juga memiliki gaya Mary Blair, faktanya Disney tidak lagi menggunakan gaya Mary Blair dalam Lady and the Tramp dan film-film selanjutnya.

ADDITIONAL CONSIDERATIONS

[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]

01 Skywalker’s Schemata

Peter Pan adalah salah satu animasi Disney yang berada di urutan bawah dalam daftar animasi Disney favorit saya. Film ini lebih bagus daripada Alice in Wonderland, tetapi kualitasnya jauh di bawah Pinocchio, Bambi, Cinderella, dan Snow White. Permasalahan terbesar saya adalah dari segi cerita yang sangat lemah. Narasi dalam film ini tidak jelas fokus utama genrenya dan tidak konsisten alur ceritanya. Hasilnya, Peter Pan adalah salah satu film Disney yang paling membosankan bagi saya. Padahal rasanya Peter Pan bisa menjadi sebuah film yang sangat menarik jika Disney memaksimalkan semua daya yang ada untuk mengeksplorasi satu cerita utama yang pantas untuk dieksplorasi hingga tuntas. Seri Tinker Bell menunjukkan bahwa dunia Fntasi Neverland sebetulnya sangat kaya dan tampak selalu ada mitos baru yang bisa dieksplorasi di episode selanjutnya. Saya akui kalau saya jauh lebih menikmati seri Tinker Bell dibandingkan dengan Peter Pan karena selain seri tersebut memberikan penjelasan yang bisa diterima seputar dunia Fantasinya, narasi yang disajikan dalam setiap entry serinya secara umum sudah konsisten: musuh yang berbeda, tantangan yang berbeda, keduanya disajikan di “episode” yang berbeda, tidak dipaksakan dalam satu film. Saya bahkan lebih terhibur menonton Peter Pan in Return to Neverland daripada film pertamanya.

Dalam setiap entry animasi major Disney (tidak termasuk film-film “paket” seperti Make Mine Music, Melody Time, dan Fun and Fancy Free) sejak Snow White, selalu ada setidaknya satu lagu yang saya sukai—baru pada Alice in Wonderland kemudian Peter Pan saja saya tidak punya lagu favorit. Ada One Song dari Snow White and the Seven Dwarfs, When You Wish Upon a Star dari Pinocchio, Baby Mine dari Dumbo, Looking for Romance/I Bring You a Song dari Bambi, So This is Love dari Cinderella, bahkan saya memiliki musik favorit dalam Fantasia yakni dalam segmen Night on the Bald Mountain yang diikuti Ave Maria. Dalam Alice dan Peter Pan? Tidak ada. Saya mengapresiasi bagaimana Disney bisa menciptakan desain karakter Peter dan Tinker Bell yang begitu iconic—saya juga tertarik dengan ide julukan “the boy who wouldn’t grow up” yang diberikan kepada Peter. Namun, berbeda dengan banyak kalangan termasuk Michael Jackson yang sangat menyukai film ini sampai menamai propertinya sebagai Neverland Ranch, saya tidak menyukai Peter Pan. Saya mengharapkan sebuah film yang “lebih” dari apa yang disajikan. Saya ingin kejelasan dunia Fantasi yang lebih kuat, petualangan yang lebih menantang, kekonyolan yang lebih sedikit, pesan moral yang lebih menyentuh—eksplorasi sisi “woludn’t grow up” yang mampu memengaruhi orang dewasa ketika mengenang masa kecil mereka—saya ingin narasi yang lebih jelas dan konsisten. Namun, Peter Pan justru terlihat tidak serius dan seperti sebuah gabungan dari beberapa film pendek berlatar Neverland yang dijejalkan menjadi satu tanpa penghubung yang jelas membentuk sebuah cerita yang utuh. Maka dengan berat hati saya memutuskan untuk menggunakan hak saya mengurangi skor film ini.

02 Awards

Peter Pan tidak menerima penghargaan yang penting untuk disebutkan.

03 Financial

Peter Pan dibuat dengan dana sebesar $4 juta. Ketika pertama kali dirilis, film ini berhasil menjual tiket sebesar $6 juta. Meskipun tidak sesukses Cinderella pada tahun 1950, Peter Pan masih lebih sukses dibandingkan dengan Alice in Wonderland yang rilis pada tahun 1951. Setelah beberapa kali dirilis ulang di bioskop, Peter Pan berhasil menjual tiket sekitar $87 juta. Penjualan home video Peter Pan juga tergolong sukses. Film ini sudah beberapa kali dirilis secara resmi dalam format VHS, VCD, DVD, serta Blu-ray. Sampai tahun 2007, penjualan DVD serta format lain dari film ini sudah mencapai lebih dari $30 juta.

Peter Pan [1953] Theatrical Performance

Domestic Box Office

$87,400,000

Details

Home Market Performance

Est. Domestic Blu-ray Sales

$30,120,884

Details

Total Est. Domestic Video Sales

$30,120,884

Further financial details...

04 Critics

Respons yang diberikan kepada Peter Pan tidak sebaik respons yang diberikan kepada Cinderella. Meski demikian, secara umum film ini mendapatkan tanggapan yang positif dari kalangan kritikus film. Jurnalis sekaligus kritikus Bosley Crowther memberikan tanggapa negatif terhadap kurangnya kesetiaan film ini pada pementasan dramanya. Namun, Crowther tetap memuji kualitas teknis animasinya. Majalah Time, The Chicago Tribune, dan Variety memberikan respons yang positif untuk Peter Pan.

05 Longevity

Popularitas Peter Pan masih kuat bahkan setelah filmnya berusia lebih dari 10 tahun. Terbukti, film ini beberapa kali dirilis ulang di bioskop dan rutin dirilis ulang dalam berbagai format home video (sebelum era streaming). Salah satu alasan mengapa Peter Pan masih populer bahkan setelah filmnya berusia lebih dari 10 tahun adalah posisinya sebagai salah satu animasi dalam daftar animasi Disney. Film-film dalam daftar ini, secara umum, akan rutin dipromosikan oleh Disney. Terlebih lagi, Peter Pan dirilis semasa hidup Walt Disney dan menjadi animasi Disney terakhir yang dirilis oleh RKO sebelum Disney mendirikan divisi distribusinya sendiri. Maka tidak mengherankan jika Peter Pan masih sering diperbincangkan karena memiliki nilai sejarah yang penting. Di awal abad 21, kritik terhadap Peter Pan semakin meningkat karena film tersebut dianggap rasis. Penggambaran tokoh Indian dalam Peter Pan dinilai merendahkan orang-orang Indian yang sesungguhnya. Kritik negatif ini semakin menguat setelah 2010 dan kembali menguat di tahun 2020 ketika Disney sedang gencar mempromosikan layanan streaming Disney+. Namun meskipun mendapatkan banyak respons negatif, secara umum Peter Pan tetap mendapatkan respons yang positif dari penonton generasi baru.

Final Score

Skor Asli                     : 7.5/10

Skor Tambahan           : -1/2

Skor Akhir                  : 7/10

***

Spesifikasi Optical Disc

[Cakram Film DVD/VCD/Blu-ray Disc]

Judul               : Peter Pan

Rilis                 : 12 Juli 2012

Format             : DVD [|||]

Kode Warna    : 3/NTSC

Upscaling        : Support Player-HDMI Upscaling [YES||NO] [1080/60/50/24p]

Fitur                : Behind the scene

Support           : Windows 98-10 [VLC Media Player], DVD Player, HD DVD Player [termasuk X-Box 360], Blu-ray Player [termasuk PS 3 dan 4], 4K UHD Blu-ray Player [termasuk PS 5].

Keterangan Support:

[Support VCD, DVD, Kecuali Blu-ray dan 4K]

[Support VCD, DVD, Termasuk Blu-ray, Kecuali 4K]

[Support Semua Termasuk 4K]

STREAMING

Amazon VOD:

Amazon

iTunes:

iTunesiTunes

Google Play:

Google PlayGoogle Play

Vudu:

VuduVudu

 

***

Spesifikasi Buku

Judul               : Peter Pan

Penulis             : J.M. Barrie

Terbit               : 2015

Halaman          : 360

Penerbit           : Fantasious

***

Edisi Review Singkat

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.

Edisi Review Singkat+PLUS

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda Review Singkat+PLUS di bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Juli 2021 menandakan artikel tersebut berjumlah lebih dari 3.500 kata.

Edisi Review Singkat+ULTRA

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda Review Singkat+ULTRA di bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Mei 2022 menandakan artikel tersebut berjumlah lebih dari 5.000 kata.

Skywalker Hunter adalah alias dari Nabil Bakri

Keterangan Box Office dan penjualan DVD disediakan oleh The Numbers

©1953/Disney/Peter Pan/All Rights Reserved.

©Nabil Bakri Platinum.

Teks ini dipublikasikan dalam Nabil Bakri Platinum [https://nabilbakri.blogspot.com/] yang diverifikasi Google dan dilindungi oleh DMCA.

Nabil Bakri Platinum tidak bertanggung jawab atas konten dari link eksternal yang ada di dalam teks ini—termasuk ketersediaan konten video atau film yang dapat berubah sewaktu-waktu di luar kendali Nabil Bakri Platinum.