Review Peter Pan (1953) Animasi Disney yang Membuat Kamu
Percaya Bisa Terbang [The one that makes
you believe you can fly]
Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter
Edisi Review Singkat+ULTRA
“Go on! Go back and grow up! But I’m warning you, once you’re grown up you can never come back.”—Peter Pan
Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak
cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes
copyrighted pictures under the doctrine of fair use.
images
⸎Sangat mungkin mengandung Spoiler, Anda diharap bijak
menyikapinya.
Genre : Fantasi—Petualangan
[Musikal] [Animasi Tradisional/2D Animation/Hand-drawn Animation]
Rilis :
Domestic Releases: |
February 5th, 1953 (Wide) by RKO Radio Pictures |
March 6th, 2007
by Walt Disney Home
Entertainment |
|
MPAA Rating: |
PG for adventure action sequences and peril. |
Durasi : 76 menit
Sutradara : Clyde Geronimi, Wilfred Jackson, Hamilton Luske
Pemeran : Bobby Driscoll, Kathryn Beaumont, Hans Conried, Paul Collins
Episode : -
Lebih lanjut:
Pelajari tentang di balik layar pembuatan Peter Pan
Lebih lanjut:
Daftar animasi Disney klasik
Sinopsis
Anak-anak
keluarga Darling yang terdiri dari Wendy, John, dan Michael, sangat suka dengan
cerita tentang Peter Pan. Setiap hari, Wendy akan bercerita tentang petualangan
Peter Pan melawan Kapten Hook di Neverland. John dan Michael akan bermain
imajinasi seolah-olah mereka adalah Peter Pan dan Kapten Hook yang
memperebutkan harta karun dan senantiasa bermusuhan. Pada suatu malam, ayah
mereka yang bernama George sedang terburu-buru mencari manset untuk digunakan
menghadiri sebuah acara penting. Ternyata, manset itu digunakan sebagai peta
harta karun oleh John dan Michael. Hal tersebut membuat George marah besar. Ia
sama sekali tidak suka dengan kisah Peter Pan dan ingin anak-anaknya segera
tumbuh dewasa serta melupakan kisah Peter Pan. Amarah George semakin memuncak
ketika tidak satu pun anak-anaknya menaggapi kemarahannya dengan serius dan
akhirnya George memutuskan untuk memisahkan kamar Wendy dan adik-adiknya.
Dengan demikian, Wendy tidak bisa lagi bercerita tentang Peter Pan. Keputusan
George dinilai terlalu berlebihan oleh isterinya, Mary, tetapi keputusan George
sudah bulat. Tidak hanya memisahkan kamar anak-anak, George juga membawa anjing
peliharaan keluarga Darling, Nana, ke luar rumah untuk tinggal di rumah anjing.
Menurutnya, seekor anjing tidak seharusnya tinggal di dalam rumah dan menjadi
pengasuh anak-anak.
Setelah
George dan Mary pergi serta anak-anak keluarga Darling sudah tidur, Peter Pan
datang menemui mereka. Ia masuk ke dalam kamar anak-anak secara diam-diam untuk
mengambil kembali bayangannya yang sebelumnya ditangkap oleh Nana. Bayangan itu
disimpan di dalam laci meja oleh Wendy. Peter Pan akhirnya berhasil menemukan
bayangannya, tetapi bayangan itu tidak mau kembali kepada Peter. Maka,
terjadilah keributan karena Peter berusaha menangkap bayangannya sampai
menghantam perabotan. Kegaduhan yang ditimbulkan oleh Peter membuat anak-anak
keluarga Darling terbangun. Meskipun Wendy dan anak-anak keluarga Darling belum
pernah bertemu dengan Peter Pan, mereka sudah menduga kalau Peter pasti akan
datang untuk mengambil bayangannya. Setelah dirinya ketahuan, Peter tidak lagi
mencoba untuk bersembunyi. Ia mencoba menempelkan bayangannya ke sepatu menggunakan
sabun. Menurut Wendy, Peter tidak akan bisa memasang kembali bayangannya dengan
sabun. Maka, Wendy menawarkan diri untuk menjahitkan bayangan Peter ke
sepatunya. Setelah selesai, Peter mengajak anak-anak keluarga Darling untuk
pergi ke Neverland.
Neverland
terletak di dalam bintang ke dua di sebelah kanan. Satu-satunya cara untuk ke
sana adalah dengan terbang. Agar bisa terbang, anak-anak harus punya keyakinan,
percaya, dan serbuk peri (pixie dust). Tinker Bell, peri kecil yang merupakan
sahabat Peter, mampu memberikan pixie dust. Namun karena Tinker Bell cemburu
pada Wendy yang lebih diperhatikan oleh Peter, Tinker Bell menolak untuk
memberikan pixie dust kepada anak-anak Darling. Akhirnya, Peter memaksa Tinker
Bell dengan menggoncangkan tubuh peri itu sampai menaburkan pixie dust ke tubuh
anak-anak keluarga Darling. Malam itu juga, mereka semua pergi ke Neverland.
Neverland merupakan sebuah negeri ajaib di mana anak-anak tidak akan bisa
tumbuh dewasa. Peter Pan dan anak-anak yang hilang (the lost boys) akan menjadi
anak-anak untuk selamanya. Wendy dan adik-adiknya pun akan menjadi anak-anak
untuk selamanya jika tinggal di Neverland. Itulah mengapa Peter Pan dikenal
sebagai The Boy Who Wouldn’t Grow Up (Bocah Lelaki yang Tidak Akan Tumbuh
Dewasa). Neverland dipenuhi oleh berbagai keajaiban—mulai dari danau puteri duyung,
pemukiman suku Indian, hingga hutan yang dipenuhi binatang buas. Namun,
Neverland juga dihuni oleh bajak laut jahat bernama Kapten Hook.
Sejak
dahulu, Kapten Hook selalu mengincar Peter Pan. Sang kapten menyimpan dendam
kepada Peter Pan karena ketika berduel, Peter memotong tangan Kapten Hook dan
melemparkannya ke laut. Tangan itu dimakan oleh seekor buaya yang kemudian
selalu mengikuti kemanapun Kapten Hook pergi—buaya itu ingin menyantap Kapten
Hook. Masalahnya, Hook tidak tahu di mana lokasi markas besar Peter Pan. Ia
sudah mencari-cari ke seluruh Neverland, tetapi tidak berhasil menemukan tempat
tinggal Peter Pan. Masalah yang harus dihadapi oleh Peter bukan hanya Kapten
Hook, tetapi juga kecemburuan Tinker Bell. Peri itu benar-benar cemburu kepada
Wendy dan berusaha mencelakainya. Kecemburuan Tinker Bell diketahui oleh Mr.
Smee, anak buah kepercayaan Hook. Setelah Mr. Smee memberi tahu bahwa Tinker
Bell dan Peter Pan bertengkar, Kapten Hook segera menyusun rencana untuk memanfaatkan
kemarahan Tinker Bell dalam menjebak Peter. Apakah yang akan dilakukan oleh
Kapten Hook kepada Tinker Bell, Peter Pan, dan semua teman-temannya? Sanggupkah
Peter Pan melawan Kapten Hook? Akankah anak-anak keluarga Darling pulang
kembali ke London?
01 Story Logic
Peter
Pan dinaungi oleh tiga tajuk besar: Fantasi, Petualangan, dan Musikal. Agar
dapat menentukan kuat atau tidaknya logika dalam film ini, kita sebenarnya
perlu benar-benar mengurutkan posisi tajuknya dari yang paling utama. Secara
umum, Peter Pan lebih diasosiasikan dengan cerita Fantasi daripada cerita
Petualangan, meskipun terdapat kisah petualangan di dalamnya. Sistem penilaian
Skywalker pun menyatakan bahwa Peter Pan pada dasarnya merupakan sebuah cerita Fantasi;
petualangan di dalamnya merupakan bagian dari paket besar Fantasi—seperti
petualangan di dalam The
Lord of the Rings tetap berada di urutan ke dua setelah tajuk besar Fantasi.
Singkatnya, meskipun ada banyak sekali petualangan dalam The Lord of the Rings, film itu tetap utamanya merupakan sebuah
film Fantasi. Jika kita memposisikan Peter Pan sebagai sebuah film dengan tajuk
utama Fantasi, maka logika ceritanya masih kurang kuat. Hal ini dikarenakan
Peter Pan tidak berhasil memberikan penjelasan aturan-aturan dunia Fantasinya.
Selain itu, eksplorasi dunia Fantasi Peter Pan juga masih kurang. Singkatnya,
sebagai sebuah “film Fantasi”, Peter Pan justru lebih fokus mengeksplorasi
kisah Petualangannya.
Siapakah
Peter Pan? Apakah Neverland sungguh-sungguh ada (karena kalau Neverland
hanyalah “imajinasi”, maka film ini bukanlah film Fantasi melainkan sebuah film
Drama—Psikologi seperti Neverwas yang
dibintangi Ian McKellen atau Shutter
Island yang dibintangi DiCaprio). Peter Pan seharusnya menegaskan
aturan-aturan dunia Fantasinya—menegaskan bahwa Neverland merupakan sebuah
wilayah sungguhan dan semua penghuninya sungguh-sungguh ada. Eksplorasi tentang
mengapa Peter dan Lost Boys tidak bisa tumbuh dewasa, siapa sebenarnya Tinker
Bell, bagaimana Kapten Hook bisa sampai di Neverland, dan hal-hal yang
berkaitan erat dengan tatanan dunia Fantasi Neverland seharusnya dapat
ditegaskan sehingga menguatkan logika dunia Fantasi Neverland. Beban penjelasan
Fantasi Peter Pan cenderung lebih berat dibandingkan dengan kisah-kisah Fantasi
yang diangkat dari dongeng, misalnya Sleeping
Beauty, karena Peter Pan sendiri tidak diadaptasi dari dongeng dan
memiliki cerita yang jauh lebih kompleks sehingga tidak seharusnya memiliki
karakteristik Sleeping Beauty atau
kisah dongeng pada umumnya yaitu “it is
what it is—don’t ask”. Penjelasan-penjelasan atau eksplorasi dunia Fantasi
Peter Pan justru dikuatkan dalam seri Disney
Fairies Tinker Bell. Aturan-aturan yang tidak dijelaskan dalam Peter Pan
membuat kisahnya kurang logis dan nantinya memengaruhi konsistensi ceritanya.
Peter
Pan bisa jadi lebih logis jika urutan genre-nya kita ubah menjadi Petualangan—Fantasi—Musikal.
Susunan yang baru ini memposisikan “Petualangan” di depan “Fantasi” yang
artinya film ini fokus pada kisah Petualangan yang “kebetulan” terjadi di
sebuah negeri Fantasi; dengan kata lain, “Fantasi” hanya digunakan sebagai
latar tempat petualangan terjadi. Film Prince
of Persia dengan bintang Jake Gyllenhaal terjadi di sebuah negeri Fantasi.
Meski demikian, tajuk utama film tersebut adalah Petualangan dan Aksi. Penonton
tidak akan terlalu mempertanyakan “aturan dunia Fantasi” dalam Prince of Persia. Hal serupa berlaku
untuk film Pinocchio;
genrenya adalah Petualangan—Fantasi—Musikal. Posisi “Fantasi” dalam Pinocchio berada setelah Petualangan.
Artinya, tajuk utama yang paling utama dalam Pinocchio adalah kisah Petualangan. Penonton tidak perlu
mempertanyakan dari mana asal usul Blue Fairy, bagaimana anak-anak bisa menjadi
keledai, bagaimana Honest John bisa berbicara meskipun dirinya adalah seekor
rubah, dan lain sebagainya: kesemua itu bukan poin paling penting, kesemuanya
berkaitan dengan dunia Fantasi yang menggerakkan jalannya cerita petualangan Pinocchio.
Kurangnya
penegasan pada aturan-aturan Fantasi dalam dunia Peter Pan membuat banyak aksi
dan reaksi karakternya menjadi kurang logis. Dalam beberapa adegan, Kapten Hook
digambarkan sebagai sosok yang jahat, ditakuti, dan sangat berbahaya. Namun
dalam adegan lainnya, ia digambarkan sebagai kapten yang tidak punya
kompetensi, tidak punya wibawa, dan sangat mudah dikalahkan. Hal ini
mengaburkan logika “bagaimana Peter Pan bersiap menghadapi Kapten Hook”. Jika
Hook memang ceroboh, perilaku Peter yang “berhati-hati” akan membuat ceritanya
tidak logis. Jika Hook sangat berbahaya, perilaku Peter yang “ceroboh” akan
membuat ceritanya tidak logis. Sifat karakter-karakter dalam film ini juga
terlalu sering berubah-ubah. Permasalahan ini nantinya memengaruhi konsistensi
cerita Peter Pan, tetapi mula-mula permasalahan ini sudah membuat narasinya
menjadi kurang logis. Mengapa Pinocchio dengan senang hati mengikuti Honest
John dan dengan ceria bermain di Pleasure Island bersama Lampwick? Perilaku
Pinocchio sudah logis karena sesuai dengan karakteristik atau jati diri
Pinocchio yang sudah dibangun di awal dan sepanjang film—barulah jati diri itu
berubah di akhir film, setelah Pinocchio melalui sebuah proses panjang yang
“logis” jika perjalanan itu mengubah kepribadiannya.
“Petualangan”
dalam negeri Fantasi Pinocchio
membuat perubahan perilaku Pinocchio menjadi masuk akal. “Fantasi” dalam Peter
Pan tidak memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap perubahan
karakter-karakternya. Dalam sekuel Peter
Pan in Retun to Neverland, posisi “Fantasi” di dalamnya justru lebih kuat
dan logis karena [spoiler] Fantasi dalam film itu berperan penting dalam
mengubah pola pikir Jane, anak perempuan Wendy yang tidak percaya pada Peter
Pan dan Neverland. Meskipun ada banyak sekali poin tidak masuk akal dalam film
ini, kita tidak boleh melupakan bahwa Peter Pan adalah sebuah animasi musikal.
Berbeda dengan live-action, film animasi dapat lebih leluasa mengekspresikan
gerakan karakter-karakternya dan memiliki kadar keseriusan yang jauh lebih
rendah dibandingkan live-action. Tidak adil jika kita menggunakan standar yang
sama persis dengan The Lord of the Rings
untuk menilai Peter Pan. Apalagi, film ini merupakan sebuah Musikal. Film-film
Musikal juga memiliki “keistimewaan” untuk bisa memelintir logika dengan lebih
ekstrem dibandingkan dengan film-film non-musikal. Aneh sekali jika Darth Vader
dan Lord Palpatine tiba-tiba bernyanyi di film The Empire Strikes Back, tetapi wajar sekali ketika Monseigneur
Claude Frollo bernyanyi dalam The
Hunchback of Notre Dame. Meskipun Peter Pan memiliki masalah dari segi
logika cerita dan kesesuannya dengan aturan genrenya, masalah terbesar yang
juga mengurangi kekuatan logika film ini terletak pada masalah konsistensi
ceritanya.
Pikirkan
sejenak—[Spoiler] Bagaimana bisa Tinker
Bell dan Peter selamat dari ledakan yang dihasilkan oleh bom Kapten Hook?
Ketika Hook “selamat” setelah ditelan buaya, adegan itu tidaklah aneh karena
merupakan adegan Komedi. Namun, hal semacam itu menjadi tidak logis jika digunakan
dalam adegan yang serius—bahkan dalam standar animasi yang tidak memiliki
tuntutan logika sebesar film live-action.
02 Story Consistency
Alur
cerita dalam Peter Pan tidak konsisten. Tidak jelas apa yang sebetulnya ingin
diceritakan atau dieksplorasi dalam film ini. Apakah fokus utama film ini
adalah keluarga Darling yang mencakup dinamika hubungan keluarga Darling dan
anak-anak keluarga Darling yang belum mau beranjak dewasa? Atau, apakah fokus
film ini adalah sosok Peter itu sendiri, sesuai dengan judul filmnya? Mengapa
Peter sangat tertarik pada keluarga Darling (lebih dari sekadar karena menyukai
cerita-cerita Wendy karena di akhir film [Spoiler] diperlihatkan bahwa George
dan Mary pernah bertemu dengan Peter Pan semasa kecil mereka)? Mengapa Peter
Pan bisa sampai di Neverland? Apa yang membuanya tidak mau beranjak dewasa?
Bagaimana dinamika kehidupan Peter Pan? Film ini juga seringkali mengalihkan
fokus cerita ke Kapten Hook. Penonton mungkin mengetahui lebih banyak latar
belakang Kapten Hook daripada latar belakang Peter Pan. Lantas, di manakah
posisi Kapten Hook dalam keseluruhan cerita? Apakah sebatas tokoh jahat utama
yang menggerakkan cerita, atau memiliki peran yang jauh lebih penting?
Dalam
pakem film-film Disney pada umumnya, latar belakang karakter jahat tidak
terlalu dieksplorasi. Penonton tidak diberi tahu alasan yang paling mendasari Maleficent
mengutuk puteri Aurora di film Sleeping
Beauty. Apakah Maleficent adalah simbol dan/atau akibat dari kesombongan
Raja Stefan yang terlalu melindungi puterinya sehingga tidak mau memperkenalkan
dunia apa adanya—bahwa ada kejahatan yang murni jahat di muka bumi ini? Sebagai
perwujudan dari segala kejahatan, Maleficent merasakan kesombongan Stefan yang
tidak mau mengakui sisi gelap dunia—seperti kemarahan Boogeyman dalam film Rise
of the Guardians. Benarkah demikian? Tidak ada yang tahu pasti dan
pengetahuan tentang itu sama sekali tidak penting dalam menggerakkan jalannya
cerita.
Peter
Pan seharusnya mempertegas fokusnya, apakah film in fokus membahas dinamika hubungan
antara Peter Pan dengan keluarga Darling, Peter dengan Kapten Hook, atau
sesuatu yang lain, sehingga dinamika permasalahan ang paling utama dapat
terlihat dengan jelas. Pada akhirnya, Peter Pan terlihat seperti sekadar
gabungan dari beberapa cerita yang berbeda—lebih menyerupai The Many Adventures of Winnie the Pooh,
padahal seharusnya tidak dibuat dengan struktur seolah memiliki episode yang
berbeda. Hubungan antar segmen dalam film ini, karena narasinya tidak
konsisten, masih belum jelas. Film ini seperti memiliki beberapa episode yang
mana salah satu episodenya bercerita tenang keluarga Darling yang bertualang ke
Neverland dan mengeksplorasi keindahannya, episode berikutnya adalah anak-anak
keluarga Darling dan Lost Boys yang berhadapan dengan Kapten Hook, episode
berikutnya adalah tentang kapten Hook yang berusaha mencari Peter Pan dengan
menculik Tiger Lily sehingga menimibulkan masalah tersendiri dengan suku
Indian. Segmen-segmen berikutnya sudah menampilkan cerita yang berbeda lagi
sehingga konsistensi cerita dalam film ini tidaklah kuat.
Apa
yang sebenarnya ingin dieksplorasi oleh Peter Pan? Apakah “the wonder” dari
sebuah negeri bernama Neverland, bagaimana konflik batin Peter yang membuatnya
menjadi sosok yang menarik dan misterius, bagaimana petualangan di Neverland
mengubah Wendy dan saudara-saudaranya—Peter Pan seperti ingin menceritakan
semuanya tanpa eksplorasi yang memadai sehingga semua poin penting ceritanya
seperti hanya separuh disampaikan. Maka, kesimpulannya, narasi dalam Peter Pan
tidak konsisten.
03 Casting Choice and Acting
Pengisi
suara dalam Peter Pan sebetulnya sudah baik. Para aktor yang diminta memerankan
karakter sudah membuat karakter mereka berbicara dengan natural atau tidak
kaku. Namun, terdapat permasalahan yang lebih mengarah kepada masalah teknis
dibandingkan dengan maslah artistik. Permasalahan pengisi suara dalam Peter Pan
serupa (tetapi tidak sama) dengan permasalahan pengisian suara dalam The
Sword in the Stone—aktor yang dipilih sudah baik, suaranya sudah sesuai
dengan karakternya, tetapi ada masalah teknis yang membuat pilihan itu tidak
bisa tampil maksimal. Dalam The Sword in
the Stone, pengisi suara Arthur terpaksa ditambah menjadi tiga orang.
Pemilihan Rickie Sorensen sebagai Arthur sebetulnya sudah baik, tetapi ia
mengalami pubertas dan suaranya berubah sehingga suara Arthur harus disisipi
suara putera sutradara Wolfgang Reitherman, Richard dan Robert. Suara Richard
dan Robert sendiri mungkin bisa menjadi suara Arthur yang sama-sama sesuai
dengan karakternya. Masalahnya, ketiga suara yang berbeda itu digunakan secara
bersamaan sehingga suara Arthur senantiasa berubah-ubah di sepanjang film.
Dalam Peter Pan, satu pengisi suara diminta menyuarakan terlalu banyak karakter
sehingga seringkali berbagai karakter yang berbeda memiliki suara yang sama di dalam satu adegn yang sama. Hans Conried mengisi suara
George Darling dan juga Captain Hook—tetapi pengisian suara semacam ini tidak
menjadi masalah karena selain mengikuti tradisi pertunjukan teater Peter Pan
(aktor yang memerankan George dan Hook adalah aktor yang sama) dan suara Conried
memang sesuai untuk kedua karakter tersebut, George dan Hook tidak pernah
berada dalam satu adegan. Dengan demikian, penonton dapat dengan mudah
mengesampingkan kemiripan suara antara George dan Hook.
Masalah
paling besar datang dari keputusan untuk meminta Bill Thompson mengisi suara
tidak hanya Mr. Smee, tetapi sekaligus para bajak laut anak buah Hook yang
merupakan rekan kerja Mr. Smee. Berbeda dengan George dan Hook yang tidak
pernah berada dalam satu adegan, Mr. Smee hampir selalu berada dalam adegan
yang sama dengan rekan-rekannya. Meskipun Bill Thompson mencoba mengubah gaya
bicara atau logatnya, kekhasan suaranya tetap dapat ditangkap oleh banyak
penonton. Hal ini mengaburkan adanya nuansa “distinction” atau “pembeda” antar
tokoh bajak laut di sepanjang cerita. Pemilihan Bill Thompson sendiri
sebetulnya sudah sesuai dengan karakter Mr. Smee dan suaranya pun cocok
memerankan para bajak laut. Namun, keputusan menggunakan aktor yang sama untuk
lebih dari 5 karakter dalam satu adegan yang sama, jika tidak diberikan kepada
orang dengan bakat khusus seperti Mel Blanc, berpotensi besar merusak tatanan
artistik yang dipilih karena berpotensi membingungkan penonton “hanya karena”
masalah teknis.
04 Music Match
Secara
umum, tidak ada masalah dalam pemilihan musik dan lagu di film Peter Pan.
Karena posisinya sebagai sebuah film Musikal, lagu-lagu yang disajikan harus
menjadi begian dari cerita dan mendorong laju cerita—tidak boleh hanya sebatas
pengiring atau terlalu banyak pembentuk nuansa/suasana. Lagu-lagu yang
disajikan dalam film ini sudah menjalankan fungsinya dengan baik. Permasalahan
yang ada seputar lagu dalam Peter Pan lebih dikarenakan permasalahan
konsistensi cerita. Lagu-lagu dalam film ini sudah menjadi bagian sekaligus
mengiringi narasi dengan baik, tetapi karena narasi itu sendiri tidak
konsisten, maka lagu-lagu dalam film ini tidak dapat “mengisahkan kembali”
keseluruhan cerita Peter Pan apabila dirangkai menjadi satu. Pemilihan
implementasi lagu dalam Peter Pan juga seringkali bermasalah—bukan karena
lagunya tidak sesuai, tetapi karena adegan yang disusupi lagu itu sebetulnya
tidak terlalu memerlukan lagu; misalnya adegan Kapten Hook meminta anak-anak
mendaftar sebagai bajak laut. Adegan-adegan yang lebih penting dan bisa saja
disusupi lagu seperti adegan ketika anak-anak Darling pertama kali sampai ke
Neverland, Kapten Hook menceritakan kekesalannya terhadap Peter Pan kepada Mr.
Smee, atau ketika Kapten Hook “merayu” Tinker Bell untuk memberi tahu rahasia
tempat persembunyian Peter Pan.
05 Cinematography Match
Sinematografi
dalam Peter pan sudah baik. Salah satu tantangan para animator Disney selama
mengerjakan Peter Pan adalah menggambar karakter yang “melayang”, bukan
“terbang”. Hal ini dikarenakan karakter yang “melayang” haruslah terlihat tidak
memiliki berat, tidak mengepakkan tangan atau sayap, dan yang paling jelas
tidak ada contohnya di dunia nyata—setidaknya pada masa itu. Namun, para
animator berhasil menggambarkan tokoh-tokoh yang melayang dan menguatkan nuansa
petualangan melalui posisi karakter dan latar belakang yang ditampilkan. Cara
latar belakang London ditampilkan, memperlihatkan betapa luasnya London dan
betapa kecilnya anak-anak yang melayang, betapa besarnya Big Ben dan jarumnya
ketika anak-anak mendarat di atasnya, menguatkan nuansa Petualangan yang
sejalan dengan genre film ini. Bagaimana Neverland diperlihatkan—mulai dari
posisi bintang ke dua hingga Mermaid Lagoon menguatkan nuansa Fantasi yang
sesuai dengan genre film ini.
“Well, a mother, a real mother, is the most
wonderful person in the world. She's the angel voice that bids you goodnight,
kisses your cheek, whispers ‘sleep tight’.”—Wendy
06 Character Design
Desain
karakter dalam Peter Pan sudah serasi dengan desain latar belakangnya (akan
dibahas lebih lanjut dalam poin Background/Set Match). Namun, desain karakter
dalam film ini memperlihatkan ketidakcocokan antar karakter. Ada beberapa
karakter yang digambar lebih realistis dan ada juga, khususnya karakter
binatang, yang dibuat lebih tidak realistis (less realistic) atau lebih tidak proporsional—terutama untuk
karakter-karakter di Neverland. Perbedaan gaya desain karakter ini sekilas
tidak terlihat seperti sebuah masalah karena memperlihatkan kontras antara “real world” dengan “Neverland”. Kontras
semacam ini sudah dicontohkan oleh Alice
in Wonderland dan penonton bisa mengamati bahwa Dinah adalah kucing
dari dunia nyata sedangkan Chessire Cat adalah kucing dari Wonderland.
Masalahnya, meskipun Neverland adalah negeri ajaib, secara umum penghuninya
adalah makhluk-makhluk “biasa” yang juga ada di London atau di dunia manusia.
Maka, keputusan untuk membedakan desain karakternya menimbulkan adanya
ketidakcocokan desain (incompatibility in charater-to-character design).
Peter
Pan tidak bisa sepenuhnya disamakan dengan Alice
in Wonderland. Dalam kisah Alice,
desain karakter di Wonderland sepenuhnya berbeda dengan desain karakter di
dunia nyata karena karakter-karakter penghuni Wonderland tidak ada di dunia
nyata. Seperti sudah disebutkan sebelumnya, Chessire Cat sama sekali tidak bisa
ditemukan di dunia nyata. Begitu juga Mr. Dodo, burung payung, bebek terompet,
burung sangkar, kembar Tweedle Dee dan Tweedle Dum, dan banyak karakter
lainnya. Kontras yang tegas antar karakter dalam Alice mendukung ceritanya karena menunjukkan bahwa Alice, yang
digambar lebih realistis dan proporsional, sedang tidak pada tempatnya (out of
place) ketika berada di Wonderland. Dalam Peter Pan, binatang-binatang di
Neverland pada dasarnya sama dengan binatang-binatang di dunia manusia. Sebagai
contoh, penonton dapat mengamati desain unggas dalam film ini—khususnya dalam
adegan awal perjalanan menuju Neverland. Saat masih berada di London, Peter
terbang di atas sepasang angsa di danau. Kedua angsa itu digambar secara
realistis atau proporsional. Namun setelah adegan beralih ke Neverland, burung
camar yang hinggap di kepala Kapten Hook terlihat lebih tidak realistis karena
lebih tidak proporsional, dan bisa jadi berasal dari film yang berbeda.
Padahal, burung camar di Neverland tidaklah istimewa karena seharusnya sama
dengan burung camar yang ada di London.
Kisah
Peter Pan pada dasarnya mendukung ditunjukkannya kontras antar latar belakang
karena kontras itu penting dalam mendukung jalannya cerita. Namun, perbedaan
desain karakter tidak seharusnya ada karena, sekali lagi, karakter-karakter di
Neverland memiliki padanan di dunia manusia. Jika binatang di London digambar
secara lebih realistis, seharusnya binatang di Neverland juga digambar dengan
lebih realistis. Perbedaan desain karakter dalam Peter Pan tidak hanya tidak
mendukung jalannya cerita (tidak seperti Alice
in Wonderland), tetapi juga berpotensi mencederai proses bergulirnya
cerita. Di sepanjang film, ada banyak adegan di mana karkter-karakternya
melakukan tindakan atau mengalami kejadian yang terlalu konyol. Tindakan
karakternya seharusnya menyesuaikan dengan desain karakter karena desain
karakter menunjukkan batasan-batasan ekspresi karakternya. Karakter yang
didesain realistis tidak cocok jika dilibatkan dalam kejadian yang terlalu
konyol. Kawanan rusa dalam film Bambi,
termasuk The Great Prince of the Forest, tidak sesuai jika disisipkan ke dalam
adegan kawanan binatang yang berlari menjemput para kurcaci dalam film Snow
White and the Seven Dwarfs.
Di
dalam film Lady and the
Tramp yang memiliki gaya desain yang secara umum realistis (coba saja
bandingkan desain Lady atau Tramp dengan Pluto untuk memberi gambaran perbedaan
desain karakter anjing Disney yang lebih realistis dan proporsional vs yang
lebih tidak realistis) karakter Jim Dear tidak akan cocok jika diperlihatkan
terjatuh seperti George, ayah Wendy, dalam sebuah adegan awal di kamar
anak-anak. Di Neverland, terdapat suku Indian. Tentu saja kita semua tahu bahwa
suku Indian bukanlah suku yang hanya ada di Neverland, tetapi merupakan sebuah
suku yang ada di dunia manusia. Orang-orang Indian sudah lebih dulu membangun
kebudayaan di benua Amerika jauh sebelum Columbus mendarat atau John Smith
bertemu Pocahontas. Dalam Peter Pan, karakter Indian digambar dengan gaya yang
lebih tidak realistis dibandingkan dengan karakter dari London. Maka, karakter
suku Indan terlihat cocok untuk melangsungkan tarian yang dilebih-lebihkan atau
gerakan yang sangat ekspresif—dua keleluasaan yang tidak dimiliki oleh John,
Michael, dan Wendy, karena mereka digambar dengan lebih realistis. Dampaknya,
dalam adegan pekumpulan Indian yang sangat ekspresif, John dan Michael yang
ikut bergabung terlihat out of place
atau tidak pada tempatnya.
Ketidakcocokan
desain karakter dalam Peter Pan tidak hanya terjadi antara tokoh London vis a vis tokoh Neverland, tetapi juga
antar sesama tokoh di Neverland. Sebelumnya sudah disebutkan bahwa desain
karakter Indian dalam film ini dibuat lebih ekspresif daripada tokoh yang
digambar realistis. Namun, salah satu karakter Indian yang bernama Tiger Lily
justru digambar dengan desain lebih realistis seperti Wendy. Perbedaan-perbedaan
yang berulang, tidak konsisten, dan terkesan arbiter semacam ini memunculkan
kontras yang berpotensi merusak keselarasan desain atau gaya artistik dalam
keseluruhan sebuah adegan.
07 Background/Set Match
Desain
latar belakang dalam Peter Pan sudah baik. Kota London digambar menggunakan
bahasa desain yang lebih realistis dibandingkan dengan Neverland. Hal tersebut
memberikan hasil adanya kontras antara dunia manusia dan Neverland. Kontras ini
menguatkan kesan “wonderland” atau “otherworldliness”
pada Neverland—sejalan dengan, dan sekaligus menguatkan, posisi Peter Pan
sebagai sebuah film Fantasi. Kontras semacam ini sangat membantu dalam
meyakinkan penonton bahwa Neverland adalah sebuah negeri Fantasi yang berbeda
dengan London atau wilayah lainnya di dunia manusia; menunjukkan bahwa negeri
yang sangat berbeda dari dunia manusia itu sungguh-sungguh ada, menguatkan
posisi filmnya sebagai sebuah Fantasi, bukan sebuah film psikologi karena
Neverland bukanlah sebuah ilusi.
Desain
latar belakang London yang lebih realistis sudah serasi dengan desain karakter
keluarga Darling yang juga lebih realistis daripada beberapa karakter di
Neverland. Meski demikian, keluarga Darling tetap terlihat menyatu dengan latar
belakang Neverland yang lebih tidak realistis karena perbedaan gaya antara
London dengan Neverland, meskipun jelas ada, tidaklah terlalu signifikan
seperti misalnya perbedaan dunia nyata dengan Wonderland dalam film Alice in Wonderland. Dengan demikian,
karakter-karakter Neverland yang digambar dengan gaya lebih tidak realistis
(dibandingkan dengan keluarga Darling) juga tetap terlihat menyatu di latar
belakang London (Dalam Peter Pan, hanya Peter dan Tink yang pergi ke London dan
keduanya kebetulan digambar dengan gaya menyerupai keluarga Darling—cenderung
realistis. Kapal Hook dan anak-anak yang hilang pada akhirnya juga pergi ke
London walau hanya sekilas. Kesesuaian antara latar belakang dan karakter
justru dikuatkan oleh sekuel dari film ini yakni Peter Pan in Return to Neverland di mana Hook dan anak buahnya
pergi ke London dengan tujuan menculik Wendy).
08 Special and/or Practical Effects
Efek
visual dalam Peter Pan sudah baik. Layaknya film-film animasi major Disney [Snow White, Bambi, Fantasia,
dan seterusnya] lainnya, efek visual dalam Peter Pan sudah baik apalagi
mengingat tahun pembuatannya. Komposisi warna, kehalusan gerakan, format
presentasi, dan aspek teknis lain dalam film ini secara umum sudah baik. Salah
satu sajian visual yang perlu diapresiasi dalam film ini adalah animasi serbuk
peri [pixie dust].
09 Audience Approval
Ketika
pertama kali dirilis, secara umum penonton memberikan tanggapan yang positif
untuk Peter Pan. Terdapat kalangan kritikus dan penonton yang sudah mengenal
pementasan teater serta karya tulis J.M. Barrie yang memberikan kritik lebih
negatif karena adaptasi Disney ini dinilai tidak setia pada sumbernya. Namun
jumlah kritik negatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah tanggapan
yang netral dan positif. Hal ini sebetulnya sejalan dengan keputusan Disney
yang sengaja mengadaptasi Peter Pan untuk menghibur kalangan penonton yang
lebih luas—yang artinya memang terdapat banyak poin cerita yang diubah dari
tulisan Barrie.
Platform |
Score ⸙ |
IMDb |
7.3/10 |
Rotten Tomatoes |
79% |
Metacritic |
6.9/10 |
Google User |
84% |
⸙Nilai pada tabel di atas mungkin
berbeda dengan nilai yang dikemukakan oleh masing-masing platform. Pada platform penilaian film yang
menampilkan penilaian kritikus, nilai yang ditampilkan pada tabel di atas
adalah nilai yang diberikan oleh penonton non-kritikus/user. Nilai yang
ditampilkan mengacu pada data termutakhir saat artikel ini dipublikasikan.
Maka, nilai yang ditampilkan pada masing-masing platform dapat berubah seiring
berjalannya waktu.
10 Intentional
Match
Walt
Disney menyukai desain latar belakang dalam film Cinderella
yang dikerjakan oleh seniman Mary Blair. Cinderella pada akhirnya tidak hanya
sukses memenuhi ekspektasi Walt Disney dari segi artistik, tetapi juga dari segi
finansial. Mary Blair kembali terlibat dalam animasi Alice in Wonderland, tetapi Walt Disney mengaku cukup kecewa dengan
hasil akhir perpaduan animasi karakter dan latar belakang bergaya Mary Blair.
Kekecewaan yang serupa tidak kembali dilaporkan dalam proses poduksi dan rilis
Peter Pan. Walt Disney bertujuan membuat Peter Pan dapat dinikmati oleh
kalangan yang seluas-luasnya, sehingga ia dengan sengaja melakukan
ubahan-ubahan yang dinilai perlu. Maka, Disney tidak terlalu heran ketika
beberapa kalangan mempermasalahkan kesesuaian antara Peter Pan versi Disney
dengan sumber aslinya. Peter Pan juga menguntungkan secara finansial dan Disney
beberapa kali merilis kembali film ini. Apabila Walt benar-benar tidak menyukai
film ini, maka ia akan enggan merilis kembali filmnya ke bioskop. Walau tidak
ada keterangan yang menjelaskan bahwa Disney juga kecewa dengan latar belakang
Peter Pan yang juga memiliki gaya Mary Blair, faktanya Disney tidak lagi
menggunakan gaya Mary Blair dalam Lady
and the Tramp dan film-film selanjutnya.
ADDITIONAL CONSIDERATIONS
[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi
sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun
mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan
Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak
prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]
01 Skywalker’s Schemata
Peter
Pan adalah salah satu animasi Disney yang berada di urutan bawah dalam daftar
animasi Disney favorit saya. Film ini lebih bagus daripada Alice in Wonderland, tetapi kualitasnya jauh di bawah Pinocchio, Bambi, Cinderella, dan Snow White. Permasalahan terbesar saya
adalah dari segi cerita yang sangat lemah. Narasi dalam film ini tidak jelas
fokus utama genrenya dan tidak konsisten alur ceritanya. Hasilnya, Peter Pan
adalah salah satu film Disney yang paling membosankan bagi saya. Padahal
rasanya Peter Pan bisa menjadi sebuah film yang sangat menarik jika Disney
memaksimalkan semua daya yang ada untuk mengeksplorasi satu cerita utama yang
pantas untuk dieksplorasi hingga tuntas. Seri Tinker Bell menunjukkan bahwa dunia Fntasi Neverland sebetulnya
sangat kaya dan tampak selalu ada mitos baru yang bisa dieksplorasi di episode
selanjutnya. Saya akui kalau saya jauh lebih menikmati seri Tinker Bell dibandingkan dengan Peter
Pan karena selain seri tersebut memberikan penjelasan yang bisa diterima
seputar dunia Fantasinya, narasi yang disajikan dalam setiap entry serinya
secara umum sudah konsisten: musuh yang berbeda, tantangan yang berbeda,
keduanya disajikan di “episode” yang berbeda, tidak dipaksakan dalam satu film.
Saya bahkan lebih terhibur menonton Peter
Pan in Return to Neverland daripada film pertamanya.
Dalam
setiap entry animasi major Disney (tidak termasuk film-film “paket” seperti Make Mine Music, Melody Time, dan Fun and
Fancy Free) sejak Snow White,
selalu ada setidaknya satu lagu yang saya sukai—baru pada Alice in Wonderland kemudian Peter Pan saja saya tidak punya lagu
favorit. Ada One Song dari Snow White and the Seven Dwarfs, When You Wish Upon a Star dari Pinocchio, Baby Mine dari Dumbo, Looking for Romance/I Bring You a Song
dari Bambi, So This is Love dari Cinderella,
bahkan saya memiliki musik favorit dalam Fantasia
yakni dalam segmen Night on the Bald
Mountain yang diikuti Ave Maria.
Dalam Alice dan Peter Pan? Tidak ada.
Saya mengapresiasi bagaimana Disney bisa menciptakan desain karakter Peter dan
Tinker Bell yang begitu iconic—saya juga tertarik dengan ide julukan “the boy who wouldn’t grow up” yang
diberikan kepada Peter. Namun, berbeda dengan banyak kalangan termasuk Michael
Jackson yang sangat menyukai film ini sampai menamai propertinya sebagai
Neverland Ranch, saya tidak menyukai Peter Pan. Saya mengharapkan sebuah film
yang “lebih” dari apa yang disajikan. Saya ingin kejelasan dunia Fantasi yang
lebih kuat, petualangan yang lebih menantang, kekonyolan yang lebih sedikit, pesan
moral yang lebih menyentuh—eksplorasi sisi “woludn’t grow up” yang mampu memengaruhi
orang dewasa ketika mengenang masa kecil mereka—saya ingin narasi yang lebih
jelas dan konsisten. Namun, Peter Pan justru terlihat tidak serius dan seperti
sebuah gabungan dari beberapa film pendek berlatar Neverland yang dijejalkan
menjadi satu tanpa penghubung yang jelas membentuk sebuah cerita yang utuh.
Maka dengan berat hati saya memutuskan untuk menggunakan hak saya mengurangi
skor film ini.
02 Awards
Peter
Pan tidak menerima
penghargaan yang penting untuk disebutkan.
03 Financial
Peter
Pan dibuat dengan dana sebesar $4 juta. Ketika pertama kali dirilis, film ini
berhasil menjual tiket sebesar $6 juta. Meskipun tidak sesukses Cinderella pada tahun 1950, Peter Pan
masih lebih sukses dibandingkan dengan Alice
in Wonderland yang rilis pada tahun 1951. Setelah beberapa kali dirilis
ulang di bioskop, Peter Pan berhasil menjual tiket sekitar $87 juta. Penjualan
home video Peter Pan juga tergolong sukses. Film ini sudah beberapa kali
dirilis secara resmi dalam format VHS, VCD, DVD, serta Blu-ray. Sampai tahun
2007, penjualan DVD serta format lain dari film ini sudah mencapai lebih dari
$30 juta.
Peter Pan [1953] Theatrical Performance |
||
Domestic Box Office |
$87,400,000 |
|
Home Market Performance |
||
Est. Domestic Blu-ray Sales |
$30,120,884 |
|
Total Est. Domestic Video Sales |
$30,120,884 |
|
04 Critics
Respons
yang diberikan kepada Peter Pan tidak sebaik respons yang diberikan kepada Cinderella. Meski demikian, secara umum
film ini mendapatkan tanggapan yang positif dari kalangan kritikus film.
Jurnalis sekaligus kritikus Bosley Crowther memberikan tanggapa negatif
terhadap kurangnya kesetiaan film ini pada pementasan dramanya. Namun, Crowther
tetap memuji kualitas teknis animasinya. Majalah Time, The Chicago Tribune,
dan Variety memberikan respons yang
positif untuk Peter Pan.
05 Longevity
Popularitas
Peter Pan masih kuat bahkan setelah filmnya berusia lebih dari 10 tahun.
Terbukti, film ini beberapa kali dirilis ulang di bioskop dan rutin dirilis
ulang dalam berbagai format home video (sebelum era streaming). Salah satu
alasan mengapa Peter Pan masih populer bahkan setelah filmnya berusia lebih
dari 10 tahun adalah posisinya sebagai salah satu animasi dalam daftar animasi
Disney. Film-film dalam daftar ini, secara umum, akan rutin dipromosikan oleh
Disney. Terlebih lagi, Peter Pan dirilis semasa hidup Walt Disney dan menjadi
animasi Disney terakhir yang dirilis oleh RKO sebelum Disney mendirikan divisi
distribusinya sendiri. Maka tidak mengherankan jika Peter Pan masih sering
diperbincangkan karena memiliki nilai sejarah yang penting. Di awal abad 21,
kritik terhadap Peter Pan semakin meningkat karena film tersebut dianggap
rasis. Penggambaran tokoh Indian dalam Peter Pan dinilai merendahkan
orang-orang Indian yang sesungguhnya. Kritik negatif ini semakin menguat
setelah 2010 dan kembali menguat di tahun 2020 ketika Disney sedang gencar
mempromosikan layanan streaming Disney+. Namun meskipun mendapatkan banyak
respons negatif, secara umum Peter Pan tetap mendapatkan respons yang positif
dari penonton generasi baru.
Final Score
Skor
Asli : 7.5/10
Skor
Tambahan : -1/2
Skor
Akhir : 7/10
***
Spesifikasi Optical Disc
[Cakram Film DVD/VCD/Blu-ray Disc]
Judul : Peter Pan
Rilis : 12 Juli 2012
Format : DVD [|||]
Kode Warna : 3/NTSC
Upscaling : Support Player-HDMI Upscaling [YES||NO]
[1080/60/50/24p]
Fitur : Behind the scene
Support : Windows 98-10 [VLC Media Player],
DVD Player, HD DVD Player [termasuk X-Box 360], Blu-ray Player [termasuk PS 3 dan 4], 4K UHD Blu-ray Player [termasuk PS 5].
Keterangan Support:
[Support VCD, DVD, Kecuali Blu-ray dan 4K]
[Support VCD, DVD,
Termasuk Blu-ray, Kecuali 4K]
[Support Semua
Termasuk 4K]
STREAMING
Amazon VOD: |
|
iTunes: |
|
Google Play: |
|
Vudu: |
***
Spesifikasi Buku
Judul : Peter
Pan
Penulis : J.M.
Barrie
Terbit : 2015
Halaman : 360
Penerbit : Fantasious
***
Edisi Review Singkat
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan
standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review
Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.
Edisi Review Singkat+PLUS
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda
Review Singkat+PLUS di
bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Juli 2021 menandakan artikel
tersebut berjumlah lebih dari 3.500 kata.
Edisi Review Singkat+ULTRA
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda
Review Singkat+ULTRA
di bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Mei 2022 menandakan artikel
tersebut berjumlah lebih dari 5.000 kata.
Skywalker Hunter adalah alias
dari Nabil Bakri
Keterangan Box Office dan penjualan DVD disediakan oleh The Numbers
©1953/Disney/Peter Pan/All Rights Reserved.
©Nabil Bakri Platinum.
Teks ini dipublikasikan dalam Nabil Bakri Platinum [https://nabilbakri.blogspot.com/] yang diverifikasi Google dan dilindungi oleh DMCA.
Nabil Bakri Platinum tidak bertanggung jawab atas konten dari
link eksternal yang ada di dalam teks ini—termasuk ketersediaan konten video
atau film yang dapat berubah sewaktu-waktu di luar kendali Nabil Bakri
Platinum.