10 Film Saga Gagal yang Lanjutannya Batal Diproduksi

Film Saga Gagal yang Lanjutannya Batal Diproduksi
oleh NABIL BAKRI

Terakhir dimutakhirkan: 24 Januari 2021


property of Disney

Seperti halnya bisnis lainnya, bisnis dunia hiburan juga memiliki tujuan utama meraup keuntungan. Walaupun film digadang-gadang sebagai salah satu kesenian modern, tapi dorongan materi di baliknya malah menjadikannya kontroversial karena seni (art) itu pada dasarnya bukan semata-mata untuk mendulang duit. Tapi agaknya itulah yang terjadi di industri perfilman terutama selepas Marvel sukses membuat film-filmnya saling berkaitan satu sama lain sehingga film-film baru pada dasarnya merupakan ‘iklan’ untuk film selanjutnya (sekuel) dan pada dasarnya sasaran utamanya adalah selain mendapat uang dari tiket, juga meraup keuntungan yang bahkan jauh lebih besar lagi dengan beragam mini figures, ensiklopedia karakter, kartu koleksi, lego, hingga produk-produk kerja sama yang dijual di toko-toko atau sebagai hadiah di restoran seperti McDonald. Bayangkan saja berapa banyak anak-anak yang membeli mainan Cars(Disney/PIXAR/2006-2017), buku-buku termasuk buku tulis pasti yang dipilih yang bergambar film favorit, yang semua itu tentu dibuat harus seizin pemegang hak cipta, sehingga uang tak henti-hentinya mengalir ke kantong studio besar. 

Dengan adanya Disney yang tidak hanya sukses dengan film-film mereka sendiri dan taman hiburan (juga resor, kapal pesiar, tim hoki, dll) tapi juga ‘membeli’ studio ‘besar’ lainnya seperti Lucasfilm yang memiliki Star Wars, Marvel yang memiliki The Avengers, Ant-Man, dll, dan 20th Century Fox yang merupakan studio dengan dua film terlasis sepanjang masa.  Hal ini semakin menunjukkan dorongan ekonomi yang sangat kuat dan menjurus ke arah monopoli dunia hiburan yang tentu saja bisa jadi berbahaya karena tidak ada media penyeimbang. Tapi jadi jelas bahwa ‘uang’ adalah faktor terpenting yang diincar di bisnis perfilman, itulah yang ingin saya garis bawahi. Sayang sekali, tidak semua film yang dibuat sukses besar, malah banyak yang membuat perusahaannya merugi hingga ratusan juta dollar, dan bisa membuat studio bangkrut atau ditutup oleh induk perusahaan (semisal Fox Animation Studios yang terpaksa ditutup karena berkali-kali merugikan 20th Century Fox). Nah, yang jadi masalah adalah ketika produksi film yang dihentikan paksa merupakan film saga atau film yang sejak awal direncanakan sebagai seri yang jumlahnya lebih dari satu atau dua film. Kalau film pertamanya sukses, kemungkinan adanya sekuel amatlah besar, tapi kalau film yang diambil dari buku berseri atau trilogy, sejak awal sudah ‘menuntut’ untuk dibuatkan tiga film karena kalau tidak, ceritanya tidak selesai dan apa yang disebut ‘art’ dalam narasi jadi pupus karena alasan finansial, jika film pertamanya gagal. 

Nah berikut penulis bahas film-film saga yang gagal sehingga film lanjutannya batal dibuat. 

1.      The Golden Compass (2007)

New Line Cinema

Film yang dirilis tahun 2006 ini menceritakan tentang kejadian penculikan yang terjadi di berbagai tempat. Ketika temannya diculik, gadis tomboy bernama Lyra Belacqua bertekad untuk menemukan sahabatnya. Mrs. Coulter yang misterius yang mengajaknya pergi bertualang membuat Lyra mustahil untuk menolak. Maka, dimulailah perjalanan Lyra mencari petualangan, teman-temannya yang hilang, dan jawaban dari misteri-misteri di dunia ajaib yang dia huni.
The Golden Compass diangkat dari novel trilogy anak-anak His Dark Materials dengan lanjutan The Subtle Knife dan The Amber Spyglass. Trilogi ini sangatlah sukses dan berhasil meraih berbagai penghargaan. Tentu saja dalam proses pembuatan filmnya, sekuelnya sudah direncanakan. Tapi mau bagaimana lagi, film kluaran New Line Cinema yang didanai sebesar 180 juta dollar ini hanya dapat keuntungan sebesar 372 juta dollar, belum dihitung pendapatan bersih-nya. Walaupun tidak sepenuhnya gagal, tapi film ini diharapkan sukses besar dan ternyata melempem. Sebenarnya film ini sangatlah gencar dipromosikan, selain memang novelnya sudah terlanjur terkenal, yakni melalui betapa hebat efek visualnya, bintang filmnya yang tak lain Nicole Kidman dan Daniel Craig, juga adanya bumbu kontroversi karena gereja-gereja merasa His Dark Materials hanya menjelek-jelekkan ajaran Kristiani. Tapi pada akhirnya, karena tidak terlalu sukses, sekuel film ini pun tidak ada yang dibuat. Terlebih lagi, The Golden Compass dicaci oleh kritikus dan penonton pada umumnya karena ceritanya banyak yang ngawur dan melenceng dari novelnya dan membuat film itu membingungkan bagi yang belum pernah membaca novelnya.

2.      The Chronicles of Narnia (2005-?)

(Dawn Treader/Fox/2010)

The Chronicles of Narnia menceritakan kisah-kisah dari negeri ajaib bernama Narnia yang di antaranya awal mula kekuasaan kaum manusia yang dapat ditelusuri hingga keberadaan lampu jalan tua dan sebuah lemari pakaian di mana Lucy pertama kali menemukannya sebagai pintu masuk ke negeri Narnia. Akhirnya, Lucy dan ketiga saudaranya bersama-sama memasuki lemari ajaib itu dan memulai petualngan besar mereka di Narnia, mulai dari bertemu makhluk-makhluk mitologi, hewan yang bisa bicara, sampai bertemu singa agung penguasa tertinggi Narnia, Aslan, dan bertempur hebat melawan penyihir jahat Jadis.

Skandar Keynes as Edmund/Disney/Walden

Sebetulnya, saga ini tidak bisa dikatakan ‘gagal total’ karena sebenarnya film pertamanya yakni The Lion, the Witch, and the Wardrobe, suskes besar dan mendapat banyak pujian terutama dari penonton yang kebanyakan memang menikmati filmnya. Karena sukses, sekuelnya pun dibuat. Walau tidak sesukses film pertama, sekuel berjudul Prince Caspian tetaplah menjanjikan sekuel dan memang sekuel ke duanya dirilis dengan judul The Voyage of the Dawn Treader. Filmnya memang tidak terlalu sukses, tapi dibandingkan dengan dua film sebelumnya, film ini yang pencapainnya paling rendah. Selain itu, kemelut di balik layar cukup membuat rentang waktu produksi yang lama di mana hak pembuatan yang pada awalnya dimiliki Walden Media dan Disney jatuh ke Fox (walau kini Fox dibeli Disney) dan adanya ganjalan secara hukum mengenai hak cipta. Permasalahan juga timbul dari pihak novel sendiri yakni 1) urutan novelnya sejak awal sudah semrawut dan disarankan untuk tidak membacanya sesuai urutan terbit, tapi ada anjurannya sendiri, dan 2) pihak Walden Media dan pihak C.S. Lewis berbeda pendapat mengenai masalah urutan ini. Film lanjutannya memang direncanakan, tapi rentang waktu pembuatan dan rilisnya sangatlah panjang, sehingga saga ini sementara mati suri.

3.      Eragon (2006)

FOX/2007

Dalam Eragon dikisahkan punahnya penunggang naga akibat adanya pengkhianatan dan perang besar. Namun, semua itu berubah ketika seorang remaja bernama Eragon tak sengaja menemukan sebuah telur. Tanpa disangka, telur itu adalah telur naga yang kemudian menetas dan hal itu menjadikan Eragon sebagai seorang penunggang naga dan keberadaannya kini diincar oleh bahaya. Naganya yang diberi nama Saphira tumbuh semakin besar dan menemani Eragon melakukan perjalanan penuh bahaya melawan kejahatan yang disebabkan raja jahat Galbatorix. Sekilas, kisah Eragon dan ‘tone’-nya mirip dengan The Lord of the Rings dan memang ceritanya memiliki potensi untuk digali sedalam The Lord of the Rings, tapi pada dasarnya keduanya berbeda.

Eragon yang ditulis oleh Christopher Paolini sebenarnya adalah saga yang sudah ditulisnya sejak berusia 18 tahun dan terdiri dari Eragon (2002), Eldest (2005), Brisingr (2008), dan Inheritance (2011) dalam saga Warisan. Saga ini termasuk sukses besar dan telah diterjemahkan dalam banyak bahasa. Melihat kepopuleran novelnya, seharusnya filmnya juga sukses. Tapi sayangnya film dengan dana 100 juta dollar ini hanya mendapat pendapatan sebesar 250 juta dollar saja itu pun belum dihitung pendapatan bersihnya. Yang membuat film ini gagal sebenanrnya sangat ‘basic’ yakni isi ceritanya. Banyak penggemar yang kecewa karena jalan ceritanya ngawur dan melenceng jauh dari novelnya. Selain itu, para kritikus juga tidak menyukai film ini. Hasilnya adalah sebuah film yang bahkan kini sudah mulai dilupakan dan kisah lanjutannya pun mustahil muncul karena kalaupun ada, tentunya sudah berganti pemain, sutradara, mungkin pindah hak cipta dari Fox, dan tentunya harus di-reboot alias diulang dari awal lagi.

4.      I Am Number Four (2011)


Dikisahkan terjdi sebuah genosida di suatu planet yang mengharuskan beberapa anak kecilnya diterbangkan ke bumi supaya bisa menjadi penyelamat di masa depan. Anak-anak ini diberi nomor urutan di mana musuh tidak akan pernah bisa membunuh mereka jika tidak sesuai urutan. Sebagaimana judulnya, I Am Number Four mengisahkan perjuangan si anak yang ada di urutan ke empat. Dalam masa remaja, John Smith mendapat penglihatan bahwa anak di urutan ke tiga sudah tewas dibunuh dan kini para penjahat mengincarnya. Dengan bantuan penjaganya dan keberanian sang nomor enam yang ikut serta membantu, mereka berjuang melawan penjahat alien yang menyamar di bumi dan takkan berhenti sebelum semua sasaran dibunuh.
Untuk ukuran film yang melibatkan DreamWorks, Touchstone, Disney, dan Reliance Big Entertainment, film ini tergolong ber-dana rendah yakni ‘hanya’ 50 juta dollar dan berhasil mendapatkan perolehan uang tiga kali lipat yakni 150 juta dollar. Walaupun demikian, pihak studio kcewa dengan hasilnya karena mengharapkan lebih. Karena film ini saja tidak terlalu sukses dan menjadi incaran kritikan negative kritikus, studio sudah menduga-duga bahwa sekuelnya kemungkinan besar akan gagal total karena pangsa pasar telah beralih menyukai aksi tim superhero dan film-film berskala besar penuh ledakan lainnya. Karena kekhawatiran inilah rencana sekuel adaptasi novel Pittacus Lore (nama aslinya dua orang yakni James Frey dan Jobie Hughes) The Power of Six, The Rise of Nine, dsb, tidak berjalan sama sekali.

5.      Legend of the Guardians: The Owls of Ga’Hoole (2010)


Diangkat dari tiga buku pertama seri  Guardians of Ga’Hoole The Capture (2003), The Journey (2003), dan The Rescue (2004) karya Kathryn Lasky, film ini menceritakan dua saudara burung hantu berperangai berbeda. Ketika keduanya diculik, perbedaan di antara mereka terlihat makin jelas, menandai dengan jelas batas antara kejahatan dan kebaikan. Adalah Soren yang memilih menjadi budak daripada bergabung dengan satuan kejahatan Kaum Murni, yang pesonanya mustahil ditolak oleh kakaknya sendiri, Kludd, yang rela mengorbankan apapun termasuk saudaranya sendiri supaya dapat posisi dalam satuan. Akhirnya Soren memutuskan untuk mencari bantuan dari para ksatria legendaris di Ga’Hoole untuk menyelamatkan anak-anak yang diculik dan memberantas Kaum Murni.

Film kolaborasi Animal Logic dan Warner.Bros ini sebenarnya mendapat pujian fantastis dari segi kualitas animasinya yakni desain karakter, photorealistic visual animation yang dianggap bisa ditampilkan secara maksimal, serta sinematografi yang mengagumkan dalam adegan aksi. Walau demikian, filmnya disayangkan tidak memiliki cerita yang kuat dan terlalu mudah ditebak jalan ceritanya. Dengan dana 80 juta dollar, film ini hanya mampu mendapatkan 140 juta dollar dari uang tiket, termasuk sangat kecil dengan dana sebesar itu, apalagi tidak sampai dua kali lipat. Meski demikian, pihak Animal Logic menyatakan tidak focus mengurus sekuel film ini yang mana bukunya sendiri ada 15 karena lebih disibbukkan oleh rencana-rencana lain yang harus segera direalisasikan.

6.      The Last Airbender (2010)

Dangkat dari serial animasi Nickelodeon Avatar: The Last Airbender yang sukses besar dan dipuji tak habis-habisnya baik oleh penonton maupun kritikus, film ini menceritakan kisah Aang, seorang bocah asing yang ditemukan membeku oleh Katara dan Sokka, kakak beradik dari desa pengendali air. Tak disangka, bocah yang membeku itu adalah Avatar, satu-satunya penyelamat bumi dan pemersatu umat manusia yang memiliki kemampuan menguasai semua elemen bumi yakni ap, air, tanah, dan angin. Bagi masyarakat luas, kehadiran Aang adalah berkah, tapi bagi kerajaan api yang berniat menguasai dunia, kehadiran Aang justru menjadi ancaman. Katara dan Sokka akhirnya bergabung bersama Aang dan membantunya melakukan perjalanan ke seantero negeri pengendali elemen untuk belajar menguasai elemen-elemen itu satu per satu. Tentu saja, di setiap perjalanan selalu ada halangan dari negara api.

Walaupun film ini terbilang sukses karena meraih 320 juta dollar dari dana 150 juta dollar, film ini dhujat habis-habisan baik oleh penonton maupun kritikus, terutama mereka yang sudah pernah menonton versi asli animasinya. Dalam versi animasi, perjalanan Aang diceritakan secara perlahan dan dengan urutan yang jelas, sedangkan versi filmnya karya M. Night Syamalan memiliki alur yang acak-acakan dan mengusung kontoversi pemaksaan penggunaan artis dengan etnis tertentu yang tidak sesuai dengan cerita maupun versi aslinya sehingga dianggap rasis. Selain itu, dialog film ini tergolong kacau, acting pemain terbilang sangat buruk, dan penggunaan 3D yang jauh dari harapan kalangan banyak, apalagi film ini dirilis di puncak kejayaan 3D setelah penonton dimanjakan oleh keindahan film Avatar (James Cameron) yang rilis setahun sebelumnya. Karena tetap sukses menyedot perhatian anak-anak, Syamalan mengaku sudah selesai membuat naskah sekuelnya, tapi pihak Paramount belum berani mengabulkan adanya sekuel, kemungkinan karena mempertimbangkan betapa kacaunya film pertama yang ratingnya sagat rendah.

7.      Cirque du Freak: The Vampire’s Assistant (2009)

univ./2009

Alkisah ada sebuah sirkus berisi orang-orang aneh dan di antaranya ada sesosok vampire. Di tempat lain ada dua remaja yang berbeda sifat di mana yang satu lebih kalem dan tidak suka aneh-aneh sedangkan yang satunya lebih pemberani dan ingin menjadi vampire. Ketika bertemu dengan vampire sungguhan, si vampire menggigit anak yang salah dan temannya merasa bahwa menjadi vampire bukanlah hal buruk dan harus dibanggakan, maka ia sendiri ingin menjadi vampire dan akhirnya melakukan kejahatan.

Walaupun waktu perilisan film ini berada di tengah-tengah demam vampire akibat kemunculan saga Twilight, film ini nyatanya hanya mendapat 39 juta dollar dari dana sebesar 40 juta dollar. Kalau biaya pokoknya saja tidak tertutupi, pastlah studio mengalami kerugian. Maka dari itu, sekuelnya yang sudah sempat di shooting selama beberapa saat terpaksa dibatalkan sama sekali karena pasti akan gagal total. Filmnya sendiri juga selain gagal secara finansial, kritikus maupun penonton berbondong-bondong menghujaninya dengan tanggapan negative, walaupun diisi oleh jajaran bintang top seperti Josh Hutcherson (Zathura, The Hunger Games), Willem Dafoe (Spider-Man), Selma Hayek, dan John C. Reilly.

8.      Percy Jackson and the Olympians

fox/2010

Rick Riordan, dalam seri novelnya, mengisahkan petualangan seorang Demi God alias bocah setengah dewa bernama Percy Jackson. Karena adanya masalah di kayangan, yakni Olympus, Percy harus meninggalkan kehidupan normal dan mengungsi ke pusat perkemahan para anak setengah dewa di mana ia jadi tahu bahwa ia sebenarnya adalah putra Dewa Laut, Poseidon. Dalam buku pertama, Percy dituduh mencuri petir Zeus sehingga ia harus menghadapi para dewa dan monster yang percaya pada desas-desus itu dan mengincar Percy, juga harus segera menemui Zeus untuk menjelskan bahwa bukan dia pencurinya, supaya Zeus tidak murkan dan memulai perang dengan Poseidon yang tidak terima anaknya dituduh mencuri. Di buku ke dua, Percy lagi-lagi harus membereskan masalah para dewa dengan mencegah bangkitnya Kronos yang bisa menghancurkan Zeus dan dewa lainnya.

Walau dari segi cerita tidak ada yang terlalu menarik karena sebenarnya tema yang diusung tidaklah baru, tapi kesuksesan novelnya seharusnya bisa mendorong minat masyarakat akan seri Percy Jackson. Dan memang, film pertamanya Percy Jackson and the Lightning Thief mendapat respons yang cenderung positif dan memberikan angin segar untuk sekuelnya sehingga bisa segera dirampungkan. Namun, bukannya membenahi kekurangan di film pertama, sekualnya yang berjudul The Sea of Monster justru menambah deretan catatan negativf bagi seri tersebut dan alhasil filmnya terbilang gagal. Walau demikian, dari segi cerita memang tidak serta merta kesalahan filmnya karena novelnya pun cenderung mengulang-ulang formula yang sama dengan seri sebelumnya. Memang tidak gagal total, tapi melihat pergeseran minat penonton, sepertinya studio tidak akan segera membuat kelanjutan seri ini.

9.      John Carter (of Mars) (2012)
Disney

Diangkat dari karya Edgar Rice Burroughs, John Carter mengisahkan seorang veteran perang yang telah kehilangan semua termasuk semangat hidupnya. Ketika dihadapkan dengan perseteruan antara kaum koloni dan suku Indian, Carter tidak sengaja menemukan gua keramat yang ternyata merupakan tempat keluar-masuknya makhluk lua angkasa yang rutin mendatangi bumi. Setelah menghabisi makhluk luar itu, Carter tidak sengaja dikirim ke planet Mars di mana ia ditemukan oleh penduduk asli dan dijadikan bagian dari mereka sampai suatu hari peperangan antara dua kerajaan menyeret Carter dalam perselisihan antar galaksi yang serius. Ia pun bertemu dengan Puteri Mars yang cantik bernama Dejah Thoris dan gelora bertempur dalam diri keduanya berubah menjadi gelora asmara.


Pertama, film ini gagal total, membuat Disney rugi jutaan dollar dan setelah mengalami kerugian besar akibat gagalnya Mars Need Moms (2011) ditambah John Carter, petinggi Disney Rich Ross sampai mengundurkan diri. Ke dua, film yang diangkat dari seri Barsoom ini juga dianggap buruk dari segi penulisan naskah dan pemilihan aktornya dirasa kurang tepat. Akhirnya, kandaslah pondasi yang sejatinya bisa dikembangkan melalui kemungkinan sequel yang banyak.

10.  Prince of Persia (2010)


Diangkat dari video game populer, adaptasi Disney ini bercerita tentang Dastan, anak miskin yang tinggal di jalanan kumuh yang karena keberaniannya diangkat anak oleh Raja Persia. Ia tumbuh besar menjadi ksatria tangguh dan berhasil memimpin pasukan ‘kecil’ membobol pertahanan kerajaan musuh yang diduga memiliki pusat pembuatan senjata untuk menghancurkan kerajaan Persia. Ternyata, di kerajaan itu Dastan menemukan sebuah belati ajaib yang jika diisi dengan pasir waktu, bisa memundurkan waktu sesuka hati pemegangnya selama pasirnya belum habis. Tapi tampaknya belati itu diincar oleh orang yang berniat bersekongkol untuk menjatuhkan kekuasaan sang raja dan menggantikannya. Dia pun harus menyingkirkan Dastan dan akhirnya pertarungan kedua kekuatan tak terelakkan.

Memang basis dari film ini bukanlah novel yang sudah selesai, tapi dari video game. Walau demikian, Prince of Persia sudah dibuat dalam banyak versi cerita, baik itu cerita pendek maupun novel grafis. Selain itu, video game-nya sendiri menjanjikan kemungkinan yang banyak sekali untuk ide cerita. Oleh sebab itulah Prince of Persia digadang-gadang akan menjadi seri baru yang sukses besar sebagaimana Prates of the Carrebean. Terbukti, film yang diangkat dari game bisa menjadi sagat popular, sebut saja Resident Evil, Final Fantasy, hingga Tomb Rider. Maka tak heran jika animo masyarakat begitu besar ketika beria rilisnya Prince of Persia diumumkan. Tapi sayangnya harapan penonton yang terlanjur luar biasa besar dan menjadikan Prince of Persia ‘film yang paling ditunggu tahun 2010’ kandas karena filmnya ‘biasa saja’. Filmnya sendiri tidak jelek, tapi tidak sebagus harapan penonton yang terlanjur terlalu tinggi. Alhasil, film yang sangat lebar kesempatan sekuelnya ini justru kandas, dan sayangnya diikuti oleh rentetean kandasnya ‘possible franchise’ dari Disney di tahun-tahun berikutnya yakni Tron: Legacy dan John Carter of Mars.

***