Review Animasi Alice in Wonderland (1951) Akibat Mengejar Kelinci Putih [Do Not Follow The White Rabbit]

 

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

Review dan Sinopsis Alice in Wonderland (1951) Akibat Mengejar Kelinci Putih [Do Not Follow The White Rabbit]

Edisi Review Singkat+PLUS

Oleh Skywalker HunterNabil Bakri

“I’m sorry, but how can one possibly pay attention to a book with no pictures in it?”—Alice

Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes copyrighted pictures under the doctrine of fair use.

Genre             : Komedi Fantasi—Musikal [Animasi tradisional/hand-drawn animation]

Rilis                 :

Domestic Releases:

July 28th, 1951 (Wide) by RKO Radio Pictures

International Releases:

December 21st, 1951 (Limited) (Australia)

Video Release:

March 31st, 1998 by Walt Disney Home Entertainment

MPAA Rating:

G Rating for 1973 Re-Issue of film from Walt Disney Productions/Buena Vista Dist. Co.

Durasi             : 75 menit

Sutradara       : Clyde Geronimi, Wilfred Jackson, Hamilton Luske

Pemeran         : Kathryn Beaumont, Ed Wynn, Richard Haydn, Sterling Holloway, Jerry Colonna, Verna Felton, J. Pat O'Malley, Bill Thompson, Joseph Kearns, Dink Trout, James MacDonald

Episode           : -

Lebih lanjut: Pelajari tentang di balik layar pembuatan Alice in Wonderland

Lebih lanjut: Daftar animasi Disney klasik

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

Sinopsis

Alice dan kakaknya, Ada, sedang menghabiskan waktu di taman untuk belajar. Kakak Alice membacakan sebuah buku sejarah tentang penaklukan orang Norman terhadap Inggris. Selama pelajaran berlangsung, Alice merasa bosan dan sama sekali tidak bisa fokus. Menurutnya, buku sejarah adalah buku yang membosankan dan tidak menarik karena hanya berisi tulisan tanpa gambar. Alice kemudian membayangkan dunia imajinasi yang ingin ia tinggali. Ia menyelinap menyusuri taman hingga ke pinggir sungai Thames. Gadis itu membayangkan dunia miliknya sendiri di mana kucing peliharaannya yang diberi nama Dinah akan mampu berbicara, di mana semua hewan dapat berbicara, semua buku dipenuhi gambar, dan bunga-bunga bisa bernyanyi. Tak lama kemudian, Alice melihat seekor kelinci putih mengenakan jas seragam lengkap dengan sebuah jam kantung besar yang berlarian sambil berkata, “Aku sudah terlambat!” Alice pun pergi mengikuti kelinci itu masuk ke dalam sebuah liang. Tanpa sengaja, Alice terperosok dan masuk ke dalam sebuah dunia fantasi yang aneh. Gadis itu mendarat di sebuah ruangan tertutup dengan pintu yang bisa bicara. Si kelinci putih baru saja melewati pintu itu dan Alice berencana menyusulnya. Namun, ukuran pintu itu terlalu kecil untuk Alice. Agar dapat melewatinya, pintu tersebut menyarankan Alice untuk meminum sebuah ramuan pengecil di atas meja. Ramuan itu membuat tubuh Alice menjadi seukuran kelinci sehingga ia sudah muat melewati pintu. Lagi-lagi terjadi masalah: pintu itu dikunci! Si pintu kemudian menyarankan Alice untuk mengambil kunci di atas meja. Karena ukuran tubuh Alice sangat kecil, ia kini tidak bisa menggapai kunci itu. Maka, si pintu menyarankan Alice untuk memakan kue pembesar di bawah meja. Ketika Alice memakan kue itu, tubuhnya justu menjadi seperti raksasa dan tidak akan muat melewati pintu. Ia kemudian bersedih dan menangis sejadi-jadinya. Air mata Alice berubah menjadi banjir yang menggenangi ruangan tersebut. Si pintu kemudian meminta Alice untuk kembali minum ramuan pengecil. Kali ini, Alice menjadi sangat kecil sampai ia muat menerobos melewati lubang kunci pintu tersebut.

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

Lubang kunci itu mengarah ke sebuah pantai tempat burung Dodo, sang politikus, berkampanye di atas sebuah batu yang tinggi. Para pengikutnya berlarian mengitari batu itu agar tubuh mereka cepat kering. Menurut Alice, usaha mereka sia-sia karena mereka berada di tepi pantai dan senantiasa dibasahi oleh air laut. Hanya burung Dodo-lah satu-satunya yang tidak basah karena ia berdiri di atas sebuah batu besar. Alice melihat si kelinci putih dan melanjutkan pengejarannya. Sebelum ia berhasil menyusul kelinci putih, Alice dihentikan oleh dua orang kembar bernama Tweedledee dan Tweedledum. Kedua orang kembar tersebut berperilaku aneh dan menawarkan sebuah cerita kepada Alice. Mereka berdua menceritakan kisah The Walrus and the Carpenter—Si Walrus dan Tukang Kayu untuk memberi tahu Alice bahwa rasa ingin tahu bisa berakibat fatal. Kedua orang kembar itu tidak mau membiarkan Alice pergi setelah selesai bercerita dan menawarkan cerita lainnya. Ketika keduanya mulai bercerita, Alice menyelinap untuk mengikuti kelinci putih. Alice akhirnya sampai di rumah kelinci putih dan sang kelinci mengira Alice adalah Mary Ann, pengurus rumahnya. Kelinci itu meminta Alice untuk mencarikan sarung tangannya karena ia sudah sangat terlambat. Ketika mencari sarung tangan tersebut, Alice memakan sepotong kue yang membuatnya menjadi raksasa. Ia pun terjebak di dalam rumah kelinci putih. Sang kelinci menjadi panik karena mengira rumahnya telah diserang oleh monster. Ia kemudian meminta bantuan burung Dodo, sang politikus, untuk mencari jalan keluar atas permasalahannya. Namun Dodo sama sekali tidak menyelesaikan masalah dan justru bertingkah konyol dan menyebabkan masalah-masalah baru. Akhirnya, tangan Alice yang menjulur keluar dari jendela mencabut sebuah wortel dari kebun dan ia memakannya. Wortel itu membuat tubuh Alice kembali mengecil. Si kelinci yang semula panik karena rumahnya terancam hancur, kini panik karena ia sudah terlambat dan langsung pergi lagi.

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

Alice masih berusaha mencari tahu ke mana kelinci itu pergi—kelinci itu terlambat untuk menghadiri apa? Dalam perjalanan, Alice bertemu dengan bunga-bunga di taman yang bisa bernyanyi. Mereka semua bernyanyi untuk menghibur Alice. Namun, bunga-bunga itu kemudian curiga bahwa Alice sebenarnya adalah rumput liar yang berbahaya bagi para bunga. Mereka pun segera mengusir Alice. Perbuatan bunga-bunga itu membuat Alice kesal dan berharap tubuhnya kembali menjadi besar agar bisa membalas perbuatan para bunga dengan mencabuti mereka. Tak jauh dari taman bunga, Alice bertemu dengan The Caterpillar, seekor ulat yang gemar merokok hookah/shisha dan membentuk asapnya menjadi huruf-huruf abjad. The Caterpillar meminta Alice untuk menceritakan masalahnya. Alice pun mengaku bahwa memiliki tubuh yang kecil adalah masalah besar. Pernyataan Alice membuat The Caterpillar marah besar karena dirinya juga bertubuh kecil. Namun pada akhirnya, The Caterpillar memberikan solusi kepada Alice: satu sisi jamur di hadapan Alice, jika dimakan, dapat membuatnya tumbuh besar, sedangkan sisi yang lainnya akan membuatnya menjadi kecil. Alice memakan jamur tersebut sampai ukurannya kembali seperti semula. Untuk berjaga-jaga, ia membawa dua potong jamur dari dua sisi yang berbeda itu. Alice masih mencari keberadaan kelinci putih, tetapi ia sampai di sebuah persimpangan jalan dan tidak tahu harus berjalan ke arah mana. Seekor kucing ajaib, The Chessire Cat, muncul dan menunjukkan jalan ke rumah Mad Hatter, seorang pembuat topi yang konyol. Mad Hatter sedang merayakan haru Bukan Ulang Tahun [Un-Birthday] bersama dengan teman-temannya: March Hare [si Kelinci Maret] dan Dormouse [si Tikus Rumah]. Mad hatter akhirnya mengundang Alice karena hari itu juga hari Bukan Ulang Tahun Alice. Kelinci putih pun akhirnya mampir sebentar sebelum mengeluh bahwa dirinya sudah terlambat dan harus segera pergi. Kegilaan di dunia ajaib itu mulai membuat Alice kesal dan sedih. Alice tidak lagi ingin mengejar kelinci putih dan hanya ingin pulang. Melihat Alice yang bersedih hati, Cheshire Cat menunjukkan Alice jalan menuju istana Ratu Hati. Alice tidak tahu bahwa Ratu Hati sebenarnya sangat pemarah dan gemar memenggal kepala orang. Sanggupkah Alice pulang kembali ke rumahnya?

But that’s just the trouble with me. I give myself very good advice, but I very seldom follow it.”—Alice

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

01 Story Logic

Alice in Wonderland merupakan sebuah Komedi Fantasi Musikal. Dalam sebuah Fantasi, terdapat hal-hal tidak masuk akal yang dapat dibuat masuk akal sesuai dengan aturan-aturan yang konsisten. Penilaian Skywalker menggunakan The Lord of the Rings sebagai standar acuan film dengan genre Fantasi yang proporsional atau ideal. Kemunculan penyihir, Elf, naga, bahkan keberadaan Middle Earth itu sendiri pada dasarnya adalah hal yang tidak masuk akal karena memang tidak realistis. Namun, kisah dalam The Lord of the Rings menjadi realistis karena segala hal yang tidak realistis di dalamnya mengikuti aturan-aturan yang konsisten. Contoh sederhana implementasi aturan dunia Fantasi yang populer adalah dalam seri film Harry Potter: sihir adalah hal yang tidak realistis, tetapi terdapat aturan yang jelas bahwa tidak semua manusia bisa menggunakan sihir. Ketika seluruh karakter tunduk pada aturan tersebut, maka konsep sihir di dalamnya menjadi masuk akal sesuai dengan genre Fantasi. Apabila terdapat karakter yang melanggar aturan tersebut—misalnya seseorang yang seharusnya tidak bisa menyihir tiba-tiba bisa menggunakan sihir—maka barulah poin cerita tersebut menjadi tidak logis. Sebagai sebuah Fantasi, Alice in Wonderland harus menggambarkan konsep dunia fantasinya dengan jelas agar dunia ini dapat menjadi masuk akal bagi penonton. Namun posisi Alice in Wonderland berbeda dengan The Lord of the Rings karena selain merupakan sebuah animasi musikal, film ini juga menggunakan pakem genre Komedi—sehingga sebenarnya tidak bisa dibandingkan dengan The Lord of the Rings sebagaimana The Lord of the Rings dibandingkan dengan Harry Potter. Sebagai sebuah animasi, Alice in Wonderland memiliki keleluasaan yang lebih dalam memelintir realita [[it] has more capabilities to bend reality thanks to its form which is an animation].

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

Alice in Wonderland memang telah menggambarkan situasi karakter utamanya yang memasuki sebuah dunia Fantasi, tetapi film ini tidak memiliki aturan-aturan Fantasi yang jelas. Ketiadaan aturan ini dapat dimengerti berkat posisinya sebagai sebuah Komedi. Ketiadaan aturan inilah letak Komedi dari Alice in Wonderland—sebuah dunia Fantasi yang penuh kegilaan tanpa ada aturan yang jelas dan ketidakjelasan [absurdity] itu seharusnya mengundang excitement dan gelak tawa penonton. Kesalahan fatal dalam Alice in Wonderland sebagai sebuah Fantasi bukan terletak pada ketiadaan penjelasan dunia Fantasinya [karena akan menegasi Komedi di dalamnya]—tetapi pada kenyataan bahwa dunia Fantasi dalam Alice sama sekali bukan sebuah dunia Fantasi karena hanya ada di dalam mimpi Alice. Dengan kata lain, dunia Fantasi yang disajikan hanya sebatas berada di dalam kepala Alice sehingga genre Fantasi dalam film ini bertabrakan dengan genre Psychological. Film Inside Out dapat dikategorikan sebagai Fantasi karena meskipun semua tokoh pentinganya ada di dalam kepala Riley, tetapi segala hal yang terjadi benar-benar terjadi dan memengaruhi kehidupan Riley. Alice in Wonderland bisa saja memberikan sebuah petunjuk [hint] yang setidaknya membuat penonton meragukan kebenaran kesimpulan mereka bahwa semua petulangan Alice hanya terjadi di dalam mimpi. Misalnya, bisa saja The White Rabbit berlari cepat melintasi layar setelah Alice terbangun dari tidurnya dan pergi meninggalkan taman tanpa menyadari bahwa ternyata Wonderland sungguh-sungguh nyata. Secara sekilas, Alice in Wonderland tampak sudah memenuhi keriteria genrenya dengan baik: berbagai adegan lucu ditampilkan dalam sebuah dunia Fantasi bernama Wonderland dengan penuh iringan musik. Namun jika diamati lebih dalam lagi, terdapat permasalahan konsep genre yang cukup serius.

"Ah, but that's the point! If you don't think, you shouldn't talk!"—March Hare

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

02 Story Consistency

Alur cerita Alice in Wonderland tidak konsisten. Film ini diadaptasi dari sebuah buku yang setiap bagiannya disusun seperti periodical—dengan segmen atau fokus cerita yang berbeda-beda—seperti Peter Pan dengan Peter Pan in Kensington Gardens, Mary Poppins, atau yang lebih populer Pinocchio. Meskipun contoh-contoh karya yang sermpun dengan Alice in Wonderland sama-sama memiliki banyak fokus cerita yang berbeda, Disney berhasil merajut ceritanya menjadi sebuah film tunggal dengan cerita yang jelas. Dalam mengerjakan Alice in Wonderland, tampaknya Walt Disney sendiri masih bingung dalam memilah inti cerita untuk disajikan ke layar lebar. Cerita Alice dapat diangkat ke serial dengan baik, tetapi sulit untuk diadaptasi menjadi sebuah film yang utuh—sebagaimana disebutkan dalam dokumenter Reflection on Alice yang dirilis dalam peringatan 60 tahun Alice in Wonderland. Di dalam Alice in Wonderland, masing-masing segmen cerita benar-benar terlihat sebagai sebuah segmen yang berdiri sendiri-sendiri sehingga tidak memiliki kejelasan hubungan yang gamblang. Dengan demikian, bukannya mengikuti gaya penceritaan Pinocchio yang sama-sama diangkat dari buku berisi banyak segmen yang dipilah pokok ceritanya, Alice in Wonderland justru menyerupai Fantasia, Melody Time, Saludos Amigos, The Adventures of Ichabod and Mr. Toad, atau tayangan seri Mickey Mouse yang berisikan beberapa film pendek. Di kemudian hari, gaya yang serupa digunakan dalam The Many Adventures of Winnie the Pooh—tetapi kesemua contoh film yang disebutkan memang sengaja membagi filmnya ke dalam beberapa segmen, sedangkan Alice memaksakan untuk menyatukan beberapa segmen menjadi sebuah episode atau film yang panjang.

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

Reflection on Alice juga membicarakan tentang kenyataan bahwa sumber buku film ini berbentuk periodical dan akan sulit untuk difilmkan—dan akhirnya difilmkan oleh beberapa sutradara yang fokus mengerjakan segmen mereka masing-masing. Setiap sutradara ingin segmen yang digarapnya menjadi segmen yang stands-out sehingga fokus utama pembuatan film ini; untuk menyampaikan sebuah cerita, menjadi “ter”kesampingkan. Lelucon, keindahan latar belakang, serta kesempurnaan teknik animasi [termasuk merekam aktor asli sebelum animasinya dibuat] menjadi fokus film ini. Padahal, “cerita” adalah hal yang terpenting dari sebuah film. Segmen-segmen seperti Alice di dunia nyata, Alice bertemu Mad Hatter di pesta Bukan Ulang Tahun, Alice bersedih ketika tersesat, Alice bermain croquet bersama Ratu Hati, dan lain sebagainya sudah tampak baik ketika berdiri sendiri-sendiri, tetapi tampak tidak konsisten [looks disjointed] ketika disatukan. Film-film layar lebar seperti Snow White, Pinocchio, Bambi, Cinderella, dan yang lainnya kerap dirilis ulang di bioskop semasa hidup Walt Disney. Namun semasa hidup Walt Disney, Alice “hanya” diputar ulang di televisi. Selain karena film ini memang tidak sukses dan tidak begitu populer, film ini juga menyerupai acara bersegmen sehingga dapat ditampilkan hanya beberapa segmennya saja di televisi.

"Some go this way. Some go that way. But as for me, myself, personally, I prefer the short cut."—Cheshire Cat

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

03 Casting Choice and Acting

Pemilihan pengisi suara dalam film ini sudah baik. Alice diperankan oleh Kathryn Beaumont yang kemudian mengisi suara Wendy dalam Peter Pan. Apabila diamati, karakteristik fisik dan sifat Alice dan Wendy sebenarnya memiliki kemiripan. Karakter Ratu Hati disuarakan oleh aktris Verna Felton yang sebelumnya mengisi suara Elephant Matriach dalam Dumbo dan Ibu Peri dalam Cinderella. Di kemudian hari, dirinya mengisi suara Bibi Sarah dalam Lady and the Tramp, Flora dalam Sleeping Beauty, dan Winifred dalam The Jungle Book. Karakter Ratu Hati yang ia perankan sangat mirip dengan Elephant Matriach dalam Dumbo dan Bibi Sarah dalam Lady and the Tramp. Meskipun memiliki kepribadian yang berbeda dengan karakter Flora, Ibu Peri, dan Winifred [yang kesemuanya baik hati], tetapi kesemuanya memiliki kemiripan cara berbicara dengan Ratu Hati yang cenderung “bossy” atau suka mengatur. Pengisi suara White Rabbit adalah Bill Thompson yang juga menyuarakan Tuan Dodo. Aktor ini tidak perlu lagi diragukan kemampuannya dalam mengisi suara. Kepiawaiannya dalam mengisi suara membuatnya dipercayai mengisi suara Mr. Smee dan perompak lainnya dalam Peter Pan, sebagai Jock, Bull, Policeman at Zoo [polisi di kebun binatang], Dachsie, Joe, dan Jim's Friend #1 [salah satu temannya Jim]—kesemuanya dalam satu film yakni Lady and the Tramp, serta Raja Hubert dalam Sleeping Beauty. Pelawak Ed Wynn mengisi suara Mad Hatter dengan baik—salah satunya adalah karena karakter Mad Hatter sendiri dianimasikan berdasarkan akting Ed Wynn. Pengisi sura lainnya secara umum telah menjalankan peran mereka dengan baik.

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

04 Music Match

Musik yang digunakan dalam Alice in Wonderland tidaklah jelek. Penilaian Skywalkerker terhadap musik dan lagu dalam sebuah film tidak dapat digunakan untuk menilai bagus atau tidaknya musik yang digunakan, tetapi sesuai atau tidaknya musik itu digunakan di dalam adegan-adegan dari sebuah film. Kecocokan musik ini dapat dinilai berdasarkan pola yang berulang. Misalnya, sebuah nada yang terlalu ceria di dalam adegan yang menegangkan berpotensi merusak jalinan narasi menengangkan di dalam sebuah film. Maka, terlepas dari bagus atau tidaknya kualitas musik yang digunakan, musik tersebut tetaplah tidak cocok digunakan di dalam film tersebut. Yang menjadi masalah dalam Alice in Wonderland adalah posisi film ini sebagai sebuah film Musikal. Berdasarkan penilaian Skywalker, lagu-lagu di dalam sebuah Musikal tidak bisa hanya digunakan sebagai pengiring saja secara terus menerus, tetapi harus menjadi bagian dari cerita. Dalam The Sound of Music, misalnya, lagu Do Re Mi tidak hanya menjadi pengiring, tetapi juga bagian dari dialog yang mendukung jalannya cerita; ketika anak-anak belajar musik. Dalam Cinderella, lagu Bibbedi Bobbedi Boo tidak hanya menjadi lagu pengiring, tetapi mantra sungguhan yang mendeskripsikan apa saja yang terjadi di layar. Kualitas lagu-lagu dalam Alice in Wonderland, berdasarkan pengamatan ahli di bidangnya, sebenarnya sudah bagus. Masalahnya, lagu-lagu itu sebagian besar tidak memiliki dampak besar bagi jalannya cerita. Penggunaan lagu yang tidak secara langsung memengaruhi cerita dapat membuat cerita di dalamnya menjadi tidak konsisten dan penyampaiannya tidak efektif.

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

05 Cinematography Match

Tidak ada keluhan dalam poin sinematografi.

06 Character Design

Desain karakter dalam film ini sudah baik karena antar karakter sudah terlihat seperti dari universe yang sama dan tampak jelas kontras antara krakter dari dunia nyata degan dunia Wonderland. Dengan kata lain, desain karakter dalam film ini telah mengikuti “bahasa desain” yang sama.

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

07 Background/Set Match

Meskipun desain karakter film ini sudah baik, desain latar belakangnya belum baik. Sama halnya dengan penilaian Musik, sisitim penilaian Skywalker tidak dapat menilai bagus atau tidaknya lukisan latar belakang dari perspektif seni lukis. Namun, sisitim ini membandigkan keserasian desain karakter dengan desain latar belakang dengan memperhatikan pola yang berulang dalam dunia animasi. Acuan standar tertinggi keserasian antara karakter dan latar belakang animasi dalam skor Skywalker adalah film animasi Sleeping Beauty. Mengaca dari proses produksi Sleeping Beauty, Skywalker menyimpulkan bahwa latar belakang dan karakter dalam Alice in Wonderland tidak dibuat dengan “bahasa desain” yang sama sehingga tidak berpadu dengan baik. Walt Disney sendiri mengapresiasi lukisan latar belakang karya seniman dan animator Mary Blair, tetapi pada akhirnya ia mengakui bahwa hasil akhir background Alice in Wolderland terlihat “mengecewakan”—tetapi bukan karena lukisan-lukisan itu jelek.

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

08 Special and/or Practical Effects

Efek visual dan hasil presentasi Alice in Wonderland sudah baik; mulai dari warna hingga kehalusan gerakan tiap-tiap karakternya telah dibuat dengan baik—salah satu ciri khas Disney yang membuatnya lebih unggul dibandingkan studio animasi lainnya di kala itu [PIXAR di masa lalu].

09 Audience Approval

Alice in Wonderland mendapatkan tanggapan yang lebih negatif dibandingkan dengan film-film full-length sebelumnya seperti Cinderella dan Dumbo. Hasilnya, film ini mengalami kerugian besar. Padahal, kala itu perang sudah selesai dan Cinderella yang dirilis setahun sebelumnya meraih kesuksesan besar.

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

10 Intentional Match

Sebelumnya telah disebutkan dalam poin Background Match bahwa Walt Disney selaku produser sekaligus penggagas pembuatan film Alice merasa “kecewa” dengan hasil akhir Alice in wonderland. Kekecewaan ini berbeda dengan kekecewaannya dalam Sleeping Beauty. Meskipun Sleeping Beauty mengecewakan Walt karena gagal secara finansial, tetapi visi Walt Disney telah berhasil diracik dalam Sleeping Beauty. Di dalam kasus Alice in Wonderland, film ini tidak hanya gagal secaa finansial tetapi juga gagal meracik visi Walt Disney sehingga membuatnya kecewa dengan hasil artistik filmnya.

ADDITIONAL CONSIDERATIONS

[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

01 Skywalker’s Schemata

Saya tidak dapat memungkiri bahwa Alice in Wonderland adalah salah satu entry Disney Classics yang tidak saya sukai. Saya adalah seorang penggemar berat animasi Disney dan mengoleksi film-film Disney hingga meliputi beberapa format yang berbeda. Tentu saja Alice in Wonderland merupakan salah satu animasi Disney yang juga wajib saya koleksi. Bahkan sebagai penggemar berat pun, saya tidak boleh gelap mata dan harus mengakui adanya banyak kekurangan dalam Alice in Wonderland. Saya sama sekali tidak ingin menjadi penggemar berat yang hanya mau memuji-muji sebuah karya sampai menutup-nutupi segala kesalahannya: fanboy. Pengetahuan yang saya miliki seputar Disney memungkinkan saya untuk menunjukkan keburukan perusahaan Disney kepada publik dan juga mengagung-agungkan Disney kepada publik. Namun, saya memilih jalur tengah: akan saya apresiasi jika baik, tetapi saya kritik jika memang buruk. Contoh perilaku fanboy yang membuat saya muak dan masih segar di ingatan saya adalah kasus fanboy Marvel yang kerap menghina Avatar habis-habisan. Menurut mereka, Avatar tidak layak menjadi film terlaris sepanjang masa. Ketika Endgame dirilis, mereka dengan sengaja berkampanye untuk menonton Endgame lebih dari dua kali agar Endgame mengalahkan rekor box office Avatar. Akhirnya, Endgame dirilis ulang dan berhasil mengalahkan Avatar. Banyak sekali kalangan yang merasa Endgame tidak pantas menduduki puncak box office jika dibandingkan rekornya dengan Avatar karena Avatar adalah satu film sedangkan Endgame adalah kulminasi dari universe yang sudah dibangun selama lebih dari 10 tahun, tetapi fanboy Marvel tidak bisa terima. Akhirnya, Avatar dirilis ulang dan kembali menduduki posisi puncak box office. Kali ini, banyak fanboy Marvel yang merasa daftar box office tidak adil karena Avatar dirilis ulang—padahal Endgame pun dirilis ulang.

Fanboy ini berulah kembali ketika Zack Snyder’s Justice League dirilis dalam DVD dan Blu-ray pada bulan September 2021. Mereka adalah fanboy yang dahulu tidak percaya dengan Snyder’s Cut dan menyatakan bahwa Justice League memiliki kualitas rendah dan tidak ada yang namanya Snyder’s Cut. Namun mereka salah karena ternyata Snyder’s Cut benar-benar ada dan meraih sukses besar ketika dirilis, merebut euforia dari Marvel karena film Black Widow sekalipun tidak mampu menjadi sepopuler Justice League. Akhirnya, DVD dan Blu-ray Zack Snyder’s Justice League langsung habis terjual berkat penggemar DC yang membeli beberapa kopi sekaligus. Perlu diingat, sebuah film yang dirilis dalam format DVD memiliki beberapa versi yang berbeda mulai dari paket reguler, box-set, F-Board, Complete Set, dan lain sebagainya. Maka, membeli beberapa paket bukan berarti membeli DVD yang sama persis, tetapi DVD dengan versi yang berbeda sehingga menarik untuk dikoleksi. Kesuksesan penjualan DVD Justice League yang jauh melebihi penjualan DVD Marvel di September 2021 tampaknya membuat fanboy Marvel geram dan sekali lagi menyatakan bahwa Justice League adalah film yang jelek dan DVD-nya laris hanya karena penggemar membeli leih dari satu paket—dan entah kenapa penggemar DC masih mau membeli DVD padahal sekarang sudah era streaming—Padahal, Marvel pun masih menjual DVD di era streaming tetapi tidak selaris Justice League.

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

Pembukaan Skywalker Schemata saya yang panjang lebar itu adalah gambaran posisi saya sebagai penggemar Disney. Saya mengkritik remake film-film Disney, tetapi saya tetap menapresiasi remake yang benar-benar baik kualitasnya seperti 101 Dalmatians dan The Jungle Book. Saya membenci tren penggantian ras karakter dalam film seperti Anita yang diubah berkulit hitam dalam film Cruella. Tetapi, saya menilai film itu tidaklah buruk secara keseluruhan. Maka, saya tetap mengapresiasi keunggulan-keunggulannya. Sebaliknya, saya tidak segan-segan mengkritik Maleficent, The Lion King, dan Lady and the Tramp karena memang kesemuanya bukanlah remake yang baik. Saya mengakui keindahan style animasi Alice in Wonderland—tetapi saya tidak bisa menilai film ini hanya dari satu bagiannya saja. Film adalah gabungan dari berbagai aspek yang bersatu membentuk sebuah film. Alice in Wonderland sangat lemah dalam hal narasi dan musik yang digunakan sangat tidak efektif. Antara latar belakang dan karakter pun terdapat perbedaan bahasa desain yang membuat keduanya tidak bisa menyatu dengan baik. Tidak heran film ini sering sekali diasosiasikan dengan film narkoba—film yang baik ditonton saat sedang teler. Banyak penggemar Disney yang bersikap pretentious dan memuji-muji film ini, tetapi berdasarkan pengamatan saya, Alice in Wonderland adalah sebuah film yang pointless bahkan meaningless. Menurut saya akan lebih baik jika film ini dijadikan sebuah serial atau miniseri berisikan kumpulan film pendek ketimbang sebuah film layar lebar. Banyak juga penggemar Disney Classics “purist” yang menghina Alice in Wonderland live action buatan Tim Burton, tetapi menurut saya versi live action itu jauh lebih baik karena memiliki tujuan yang jelas. Selain itu, mereka juga salah kaprah menganggap Alice versi Burton sebagai remake. Padahal, versi live action itu merupakan sebuah sekuel yang justru menguatkan posisi Alice in Wonderland 1951 di dalam jajaran Disney Classics, berbeda dengan Malfeicent yang menghina Sleeping Beauty secara terang-terangan [namun justru mendapat tanggapan yang lebih positif [?]—orang-orang semacam ini membuat saya bertanya, “Mereka ini betulan penggemar Disney atau bukan?”

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

02 Awards

Tidak ada penghargaan yang penting untuk disebutkan.

03 Financial

Alice in Wonderland gagal secara finansial. Dari dana sebesar $3 juta, film ini hanya mampu menjual tiket sebesar $2.4 juta. Barulah di kemudian hari film ini dirilis ulang di bioskop dan barulah memperoleh keuntungan yang besar setelah dirilis dalam home video seperti VHS dan DVD.

Weekly US DVD Sales

Date

Rank

Units
this
Week

% Change

Total
Units

Spending
this
Week

Total
Spending

Weeks
in
Release

Apr 4, 2010

6

418,864

 

418,864

$7,535,363

$7,535,363

627

Apr 11, 2010

5

146,414

-65%

565,278

$2,676,448

$10,211,811

628

Apr 18, 2010

6

85,006

-42%

650,284

$1,529,258

$11,741,069

629

Apr 25, 2010

10

43,918

-48%

694,202

$790,085

$12,531,154

630

May 2, 2010

12

36,124

-18%

730,326

$649,871

$13,181,025

631

May 9, 2010

19

29,749

-18%

760,075

$535,185

$13,716,210

632

May 16, 2010

20

34,222

+15%

794,297

$615,654

$14,331,864

633

May 23, 2010

29

18,110

-47%

812,407

$345,177

$14,677,041

634

Jun 6, 2010

15

43,175

 

889,122

$887,678

$16,235,184

636

Feb 6, 2011

18

50,109

 

1,317,760

$851,352

$23,236,938

671

May 1, 2016

27

12,313

 

2,471,953

$171,973

$40,404,128

944

Sep 18, 2016

27

11,468

 

2,664,219

$115,575

$42,509,240

964

Jan 29, 2017

24

9,966

 

2,843,622

$111,699

$44,557,377

983

Mar 19, 2017

22

10,999

 

2,903,549

$110,874

$45,193,034

990

Weekly US Blu-ray Sales

Date

Rank

Units
this
Week

% Change

Total
Units

Spending
this
Week

Total
Spending

Weeks
in
Release

Feb 6, 2011

2

110,017

 

110,017

$2,199,244

$2,199,244

671

Feb 13, 2011

13

24,630

-78%

134,647

$492,363

$2,691,607

672

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

04 Critics

Film ini mendapatkan tanggapan yang beragam—cenderung negatif dari kalangan kritikus film ketika pertama kali dirilis. Seiring berjalannya waktu, tanggapan-tanggapan kritikus semakin positif.

05 Longevity

Karena merupakan bagian dari seri Disney Klasik, tentu saja Alice in Wonderland masih tetap populer bahkan setelah berusia lebih dari 70 tahun. Alice in Wonderland senantiasa disegarkan dalam berbagai versi DVD, dijadikan arena hiburan di Disneyland, dan buku ceritanya rutin dicetak oleh Disney. Tanggapan penonton pun menjadi cenderung positif sejak era 1970-an dan tetap konsisten hingga artikel ini dipublikasikan.

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

Final Score

Skor Asli                     : 5

Skor Tambahan           : -

Skor Akhir                  : 5/10

***

Spesifikasi Optical Disc

[Cakram Film DVD/VCD/Blu-ray Disc]

Judul               : Alice in Wonderland [60th Anniversary Edition]

Rilis                 : 20 Januari 2011

Format             : DVD [|||]

Kode Warna    : 3/NTSC [Support upscaling hingga 1080/60 dan 24p]

Fitur                : Documentary: Reflection on Alice, deleted scenes, bonus short

Support           : Windows 98-10 [VLC Media Player], DVD Player, HD DVD Player [termasuk X-Box 360], Blu-ray Player [termasuk PS 3 dan 4], 4K UHD Blu-ray Player [termasuk PS 5].

Keterangan Support:

[Support VCD, DVD, Kecuali Blu-ray dan 4K]

[Support VCD, DVD, Termasuk Blu-ray, Kecuali 4K]

[Support Semua Termasuk 4K]

STREAMING

YouTube/FREE

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

***

Edisi Review Singkat

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.

Edisi Review Singkat+PLUS

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda Review Singkat+PLUS di bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Juli 2021 menandakan artikel tersebut berjumlah lebih dari 3.500 kata.

Skywalker Hunter adalah alias dari Nabil Bakri

Keterangan Box Office dan penjualan DVD disediakan oleh The Numbers

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.

©1951/Disney/Alice in Wonderland/All Rights Reserved.