Review Home on the Range (2004) Akhir Sejarah Animasi
Tradisional [The End of Traditional Animation]
Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter
Edisi Review Singkat+PLUS
“Quiet,
you fools. We've got work to do. [singing] Now listen up! There are crooks in
this here West who have claimed to be the best, an' think they wrote the book
on how to rustle. Well, as good as they may be, not a one's as good as me, an'
I barely have to move a single muscle! They call me mean, boys, depraved and
nasty too, and they ain't seen, boys, the cruelest thing I do! You see, I
yodel-adle-eedle-idle-odel! The sweetest way of rustlin' yet devised! 'Cause
when I yodel-adle-eedle-idle-odel, Why, looky how them cows get hypnotized!”—Alameda
Slim
Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak
cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes
copyrighted pictures under the doctrine of fair use.
images©2004/Disney/Home on the Range/All Rights Reserved.
Genre : Petualangan—Musikal
[Animasi Tradisional/Hand-drawn Animation]
Rilis :
Domestic Releases: |
April 2nd, 2004 (Wide) by Walt Disney |
International Releases: |
September 16th, 2004 (Wide) (Australia) |
September 14th, 2004 by Walt Disney Home Entertainment |
|
MPAA Rating: |
PG for
brief mild rude humor |
Durasi : 76 menit
Sutradara : Will
Finn, John Sanford
Pemeran : Roseanne Barr, Judi Dench, Jennifer Tilly, Cuba Gooding Jr., Randy
Quaid, Steve Buscemi
Episode : -
Sinopsis
Pada
masa para koboi di tahun 1889, hiduplah seorang pencuri ternak yang sangat
ditakuti bernama Alameda Slim. Ia selalu berhasil mencuri seluruh ternak sapi
dari para peternak tanpa meninggalkan jejak. Salah satu korban kejahatan
Alameda Slim adalah Mr. Abner Dixon. Seluruh ternak sapinya hilang dicuri oleh
Alameda Slim sehingga ia bangkrut dan peternakan Dixon Ranch terpaksa disita
oleh bank. Satu-satunya sapi yang tersisa adalah seekor sapi betina bernama
Maggie yang merupakan sapi pemenang berbagai perlombaan—sapi peliharaan, bukan
sapi ternak. Karena telah kehilangan semuanya, Mr. Dixon tidak punya pilihan
lain selain menjual Maggie kepada wanita tua pemilik ladang Patch of Heaven
yang bernama Pearl Gesner. Di ladang kecil yang sederhana milik Pearl itu juga
tinggal dua ekor sapi peliharaan bernama Mrs. Calloway yang merupakan pemimpin
para hewan Patch of Heaven yang selalu bersikap serius, dan Grace yang ramah
dan sering bersikap seperti anak kecil. Sejak kedatangan Maggie, Mrs. Calloway
sudah tidak menyukai sikapnya yang dinilai urakan atau tidak punya sopan
santun. Padahal, seluruh penghuni Patch of Heaven menyukai Maggie dan selera
humornya.
Tidak
lama kemudian, Sherif Sam Brown tiba di Patch of Heaven dengan membawa surat
pemberitahuan dari bank. Menurut surat itu, Pearl harus segera melunasi
hutangnya sebesar $750 lebih awal dalam jangka waktu tiga hari. Jika ia tidak
bisa melunasinya, Patch of Heaven akan disita dan dilelang. Sherif menjelaskan
bahwa bank terpaksa mempercepat waktu pembayaran karena mengalami kerugian
setelah seluruh peternakan bangkrut akibat Alameda Slim. Maggie kemudian
menawarkan ide kepada Mrs. Calloway, Grace, dan seluruh hewan Patch of Heaven
untuk mendatangi Sherif dan meminta kuda peliharaannya, Buck, untuk menunda
pembayaran sampai Pekan Raya. Menurutnya, hewan-hewan Patch of Heaven akan
memenangkan kontes di Pekan Raya dan dapat menggunakan uangnya untuk melunasi
hutang. Akhirnya Maggie, Grace, dan Mrs. Calloway pergi ke kota mendatangi
Buck. Sahabat Buck, seekor anjing bernama Rusty, menyatakan bahwa uang Pekan
Raya tidak akan cukup untuk melunasi hutang sebesar $750. Saat itulah pemburu
bayaran (bounty hunter) yang bernama Rico tiba di kota dengan membawa seorang
buronan dan meminta imbalan dari Sherif. Sang Sherif kemudian memberi tahu
bahwa satu-satunya penjahat yang masih berkeliaran adalah Alameda Slim.
Pemerintah akan memberi imbalan sebesar $750 kepada siapa saja yang berhasil
menagkap Alameda Slim. Mendengar hal itu, Maggie mendapat ide untuk pergi
menangkap Alameda Slim.
Pada
mulanya, Mrs. Callowan menolak ide Maggie hingga mereka bedua bertengkar.
Pertengkaran itu membuat mereka dicurigai sebagai sapi gila dan Sherif mengikat
mereka berdua di kereta seorang penggembala asing. Penggembala itu membawa
Maggie, Mrs. Calloway, dan Grace menuju lembah tempat penggembala sapi. Di
waktu yang bersamaan, Rico meminjam Buck dari Sherif untuk melacak keberadaan
Alameda Slim. Pada malam harinya, Alameda Slim muncul bersama tiga keponakan
sekaligus anak buahnya untuk mencuri semua sapi di lembah. Mereka menyekap
seluruh koboi peternak dan mencuri semua sapi. Dalam aksi ini, Grace mengetahui
bagaimana Alameda Slim bisa mencuri sekawanan sapi tanpa meninggalkan jejal.
Alameda Slim mampu melakukan yodel untuk menghipnotis para sapi agar mengikutinya. Karena Grace
tuli nada, dia tidak terpengaruh oleh aksi yodel Alameda Slim. Ia pun
menyelamatkan Maggie dan Mrs. Calloway dari Alameda Slim. Sekali lagi, penjahat
pencuri ternak itu berhasil melarikan diri tanpa meninggalkan jejak. Rico dan
Buck akhirnya sampai ke lembah, tetapi mereka sudah terlambat karena Alameda
sudah menghilang. Ketiga sapi Patch of Heaven pun harus bekerja keras mencari
Alameda Slim agar dapat menyelamatkan ladang mereka. Mampukah mereka menangkap
Alameda Slim tepat waktu?
01 Story Logic
Alur
cerita Home on the Range tidak logis sesuai dengan genrenya. Film ini memiliki
masalah dalam menentukan konsep dasarnya. Sebuah film animasi, apalagi yang
fokus pada cerita binatang, memang memiliki “privilege” yang memungkinkannya
untuk menampilkan adegan-adegan yang dianggap tidak logis dalam film live
action. Namun hal ini bukan berarti animasi boleh tidak memiliki konsep yang
jelas dan/atau konsep yang tidak konsisten. Dalam Home on the Range, posisi
karakter binatang dan manusia tidaklah jelas sehingga adegan-adegan yang
melibatkan manusia dan binatang menjadi canggung, tanggung, dan tidak logis.
Posisi manusia dan binatang dalam sebuah cerita haruslah dibuat sejelas mungkin
agar membentuk konsep dasar yang konsisten. Posisi ini juga penting untuk
mengetahui karakter manakah yang merupakan fokus cerita; apakah manusia atau
binatang—apakah cerita ini dieksplorasi dari perspektif binatang atau dari
perspektif manusia. Dalam film 101 Dalmatians, posisi manusia dan binatang sangatlah jelas. Binatang dan
manusia di dalam film tersebut berkomunikasi secara terpisah yang artinya
manusia tidak sadar jika binatang bisa berkomunikasi dan berperilaku seperti
manusia. Bagi Roger, Pongo hanyalah seekor anjing biasa yang berkomunikasi
dengan menggonggong atau melakukan gerakan yang umum dilakukan oleh anjing.
Posisi ini masih belum jelas di dalam Home On the Range: apakah manusia dan
hewan sama-sama saling mengerti seperti dalam segmen animasi awal film Enchanted (2007), apakah manusia dan binatang berkomunikasi secara
terpisah seperti dalam 101 Dalmatians
dan Lady and the Tramp, atau apakah
manusia adalah satu-satunya yang berkomunikasi seperti dalam kebanyakan film
live-action [Lassie, 101 Dalmatians live-action, Hachiko, dan lain sebagainya]?
Karena
posisi mnusia dan binatang dalam Home on the Range tidaklah jelas, perspektif
ceritanya menjadi tidak jelas: apakah perspektif manusia atau perspektif
binatang, karena manusianya juga banyak dieksplorasi. Dalam film 101 Dalmatians, manusia yang cukup
banyak dieksplorasi berinteraksi dengan hewan yang berperilaku layaknya manusia
adalah Jasper, Horace, dan Cruella—itu pun dimaksudkan untuk menjadi adegan
komedi karena absurd [Horace curiga bahwa para Dalmatians sengaja mengelabuhi
mereka, tetapi Jasper justru menganggap Horace bodoh karena mustahil anjing
memiliki akal yang cerdas seperti manusia—Cruella pun akhirnya sangat terkejut
ketika mengetahui para anjing bisa menyusun rencana layaknya manusia—binatang
yang berperilaku seperti manusia, bagi manusia di dalam filmnya, adalah sebuah
hal yang absurd]. Dalam film Disney lainnya, The Rescuers, hal yang sama seperti 101 Dalmatians berlaku: binatang yang berperilaku seperti manusia
adalah hal yang absurd sehingga bisa membuat karakter manusianya terkejut atau
menjadi adegan komedi. Dalam Home on the Range, berkali-kali para sapi
menunjukkan perilaku seperti manusia—misalnya menyusun rencana menangkap
Alameda Slim—tetapi Alameda sama sekali tidak terkejut dan sama sekali tidak
menganggap hal itu absurd. Lantas, di mana posisi masing-masing karakter?
Apakah film ini dikisahkan dari perspektif manusia atau binatang?
Di
dalam film Oliver and Company,
ceritanya jelas sekali dikisahkan dari perspektif binatang karena karakter
manusianya tidak banyak dieksplorasi. Binatang dalam film tersebut dipandang
sebagai binatang biasa oleh karakter manusia. Maka, ketika para anjing menyusun
rencana untuk mencuri, para manusia tidak merasa curiga. Bahkan dalam animasi
CGI yang benar-benar fokus pada binatang
seperti Rio, Ice Age, Barnyard, jelas
sekali di mana posisi para binatang di mata manusia. Para sapi dalam Home on
the Range mengacau sebuah bar dan para manusia menganggap hal itu biasa saja,
tanpa mersa ada keanehan. Pada akhirnya, Home on the Range memposisikan manusia
dan binatang dengan sejajar atau setara. Namun hal itu membuat narasinya
menjadi tidak logis karena film ini bukan berada dalam genre Fantasi seperti
Giselle yang bisa berbicara dengan binatang di film Enchanted. Diskusi ini memang cukup rumit, maka sebenarnya diskusi
ini dapat dipahami lebih mudah jika pembaca juga menonton film-film lain yang
dijadikan perbandingan yakni 101
Dalmatians, Oliver and Company,
dan beberapa film lainnya yang sudah disebutkan—karena penilaian ini menilai
film berdasarkan pola yang berulang. Permasalahan logika ini nanti berkaitan
erat dengan masalah Konsistensi cerita karena film ini seperti sekumpulan
konsep yang disatukan begitu saja tanpa ada rajutan untuk menghubungkan
masing-masing konsep dengan baik.
Selain
bermasalah dalam logika aturan universe-nya [bagaimana manusia dan binatang
memandang satu sama lain], film ini juga bermasalah dalam hal implementasi
musik—nanti berkaitan erat dengan poin Music Match. Sebagai sebuah film
Musikal, Home on the Range seharusnya mengimplementasikan lagu sebagai bagian
dari dialog atau sebagai alat untuk melanjutkan/menyampaikan cerita. Namun,
lagu dalam film ini sebagian besar hanya berupa pengiring saja. Masalah lainnya
ada pada detil cerita yang berkaitan dengan Konsistensi Cerita. Film ini tidak
menjelaskan alasan logis mengapa Alameda Slim melakukan pencurian ternak.
Sebenarnya, Alameda Slim tidak perlu memiliki alasan yang rumit karena ia bisa
saja digambarkan sebagai penjahat yang mencuri ternak untuk mendapatkan uang.
Motivasi semacam ini serupa dngan motivasi penjahat pada umumnya. Namun, Home
on the Range mencoba untuk membuat motivasi Alameda Slim menjadi lebih kompleks
tetapi tidak benar-benar dieksplorasi sehingga porsinya tanggung. Keberadaan
Patch of Heaven pun menjadi tidak logis karena Pearl hanya berkebun dan
menyayangi semua peliharaannya—ironis untuk sebuah film dengan tema binatang
ternak yang pada akhirnya akan disembelih untuk dikonsumsi. Detil semacam ini
tampaknya hanya masalah kecil [trivial], tetapi sebenarnya penting untuk
menjaga konsistensi nuansa filmnya karena dua konsep yang berbeda ini: binatang
ternak dan binatang peliharaan, adalah dua hal yang bertolak belakang sehingga
cukup aneh jika disatukan di luar anomali. Menyaksikan binatang ternak yang
dijadikan peliharaan saja, di kehidupan sehari-hari, bukanlah hal yang wajar.
02 Story Consistency
Alur
cerita film ini tidak konsisten. Penilaian Skywalker sering mendapati bahwa
film yang memiliki masalah pada Logika Cerita umumnya akan bermasalah pada
Konsistensi Cerita. Secara garis besar, Home on the Range bercerita tentang
tiga ekor sapi yang melakukan petualangan untuk menyelamatkan peternakan
mereka. Namun pada kenyataannya, ada beberapa cabang cerita yang perlu
dieksplorasi dalam film ini. Dalam adegan awal, film ini memang menceritakan
tentang keberadaan Alameda Slim yang selalu sukses mencuri hewan ternak. Namun
bukannya segera fokus pada permasalahan tiga ekor sapi menghadapi ancaman Alameda
Slim, film ini harus mempertemukan Maggie dengan dua ekor sapi lainnya. Dengan
kata lain, dari tiga ekor sapi tokoh utama, satu diantaranya adalah sapi asing.
Mengapa Maggie harus menjadi sapi asing? Hal ini akan memperumit alur ceritanya
karena kemunculan karakter asing harus didampingi dengan proses perkenalan
dengan tokoh lainnya agar ketika mereka memiliki satu tujuan yang sama, mereka
memiliki motivasi yang logis meskipun memiliki latar belakang yang berbeda.
Akan lebih baik jika sejak awal Maggie sudah menjadi bagian dari Patch of
Heaven sehingga tidak perlu ada eksplorasi tentang masa lalunya. Lagipula,
eksplorasi masa lalu Maggie sama sekali tidak berengaruh pada keseluruhan
cerita. Maggie ingin membantu Pearl dan peliharaannya karena rumah Maggie,
Dixon Ranch, menjadi korban kejahatan Alameda Slim—Maggie kehilangan rumahnya.
Padahal, Patch of Heaven juga rumah Maggie dan ia akan segera kehilangan rumah
itu—secara tidak langsung akibat ulah Alameda Slim. Dengan demikian, alasan
Maggie membantu Pearl sebenarnya tidak perlu dipecah menjadi dua, cukup satu
saja yakni karena Patch of Heaven terancam dilelang.
Karena
Maggie adalah sapi asing, maka film ini perlu mengeksplorasi bagaimana Maggie
menjadi bagian keluarga Patch of Heaven. Seharusnya, keseluruhan cerita dalam
film ini dapat menjadi alasan Maggie menjadi bagian dari Patch of Heaven—kalau
saja Maggie memiliki alasan yang tepat untuk membantu menyelamatkan Patch of
Heaven. Maggie memang membantu menyelamatkan Patch of Heaven, tetapi alasannya
yang paling mendasar bukan untuk menyelamatkan Patch oe Heaven, melainkan untuk
balas dendam. Ceritanya akan menjadi lebih konsisten jika Maggie berniat
menyelamatkan Patch of Heaven karena ia peduli pada penghuni Patch of Heaven
karena ia sendiri pernah merasakan penderitaan kehilangan rumah dan keluarga.
Perspektif karakter dalam film ini pun tidak konsisten: apakah cerita
dikisahkan dari perspektif manusia, atau dari perspektif binatang. Sekilas,
akan terlihat bahwa Home on the Range dikisahkan dari perspektif binatang.
Namun jika diamati, ada terlalu banyak eksplorasi karakter manusia di dalam
film ini. Permasalahan ini sudah dibahas di poin Logika Cerita. Animasi ini
tidak bisa mencampuradukkan dua perspektif yang berbeda karena bukan berada
dalam genre Fantasi. Meskipun Home on the Range adalah animasi fiktif, tetapi
film ini diangkat dari fenomena atau latar belakang yang nyata, seperti Tarzan dan The Jungle Book. Eksplorasi perspektif manusia di kedua film itu
memang menjadi kunci, tetapi sangat terbatas kepada karakter kunci Mowgli dan
Tarzan yang merupakan anomali.
Karakter-karakter lain seperti Shanti dan warga desa serta Clayton dan para
pemburu tetap memandang para binatang sebagai binatang, bukan sebagai karakter
binatang yang berperilaku seperti manusia. Karakter Shanti dan Ranjan baru bisa
melihat para binatang seperti manusia setelah melalui perjalanan panjang dan
berkat Mowgli di film The Jungle Book 2.
Ketidakjelasan
posisi karakter dalam film ini benar-benar mengganggu Logika dan Konsistensi
cerita. Sebagai contoh, karakter Rico digambarkan sebagai pemburu bayaran yang
tangguh dan ditakuti. Namun, [Spoiler] ia bisa dengan mudah dikalahkan oleh Buck
dan para sapi. Kemudahan dalam mengalahkan Rico tentunya tidak konsisten dengan
deskripsi awal mengenai sosoknya. Alasan film ini menghadirkan nyanyian Yodel
juga tidak dieksplorasi dan mengganggu konsistensi cerita. Kesederhanaan
motivasi Alameda Slim diperumit dengan kesukaannya menyanyi Yodel dan ia sempat
menyiratkan bahwa ia ingin balas dendam pada para pemilik peternakan karena
mereka tidak mengapresiasi bakat Yodel yang ia miliki. Bukan hanya alasan
tersebut kurang logis jika dijadikan motivasi utama, tetapi juga tidak
konsisten karena tidak dieksplorasi sehingga tidak jelas signifikasinya pada keseluruhan
cerita.
03 Casting Choice and Acting
Pemilihan
pengisi suara dalam film ini sudah baik. Masing-masing aktor berhasil
menghidupkan karakter mereka sesuai dengan deskripsinya. Pelawak kontroversial
Roseanne Barr memiliki karakter yang sesuai dengan Maggie [Roseanne Barr pernah menyanyikan lagu kebangsaan Amerika
secara asal-asalan dan meludah], dan
aktris Dame Judi Dench memiliki pembawaan atau sikap yang sesuai dengan Mrs.
Calloway. Judi Dench sendiri memang sering memerankan karakter yang karismatik
atau berkelas bangsawan—ia adalah M, pemimpin MI6 dalam seri James Bond Daniel Craig. Pengisi suara
lainnya juga telah berhasil menghidupkan karakter mereka masing-masing.
04 Music Match
Perlu
ditegaskan sekali lagi, sistem penilaian Skywalker Hunter tidak bisa digunakan
untuk menilai bagus atau tidaknya kualitas musik dan lagu dalam sebuah film.
Sistem ini hanya dapat digunakan untuk menilai sesuai atau tidaknya musik dan
lagu yang digunakan dalam sebuah film berdasarkan pola yang berulang. Musik
dalam Home on the Range bermasalah karena film ini adalah sebuah Musikal.
Berkaitan dengan konsep yang dibicarakan dalam poin Logika Cerita, lagu di
dalam sebuah Musikal tidak boleh hanya bekerja sebagai pengiring suasana dalam
film, tetapi harus menjadi bagian dari dialog atau narasi yang menggerakkan
laju ceritanya. Lagu-lagu dalam Home on the Range sebenarnya sudah sesuai
dengan nuansa masing-masing adegan yang ditampilkan. Hanya saja, lagu-lagu itu
sebagian besar sekadar berperan sebagai “pengiring” yang hanya menegaskan
nuansa sebuah adegan, bukan menjadi bagian cerita dari adegan tersebut. Apabila
Home on the Range bukan sebuah Musikal, maka penggunaan lagu dalam film ini sudah
baik. Namun karena Home on the Range adalah sebuah film Musikal, maka
implementasi musik dan lagu dalam film ini belum baik. Jika kita ingin mengubah
genre film ini sebagai bukan Musikal, kita tetap akan
mengalami masalah karena terdapat lagu Yodel-Adle-Eedle-Idle-Oo
yang diimplementasikan sesuai dengan pola animasi Musikal. Jika film ini bukan
Musikal, maka implementasi lagu tersebut menjadikan film ini tidak logis karena
terdapat karakter yang secara tiba-tiba menyanyi sambil melanjutkan cerita.
05 Cinematography Match
Tidak
ada keluhan dalam poin sinematografi.
06 Character Design
Desain
karakter dalam Home on the Range sudah baik karena didesain dengan gaya yang
seragam sehingga antar karakter sudah terlihat berasal dari universe yang sama.
Selain sudah serasi antar sesama karakter, desain tokoh dalam film ini juga
secara umum sudah serasi dengan desain latar belakangnya.
07 Background/Set Match
Desain
latar belakang film ini sudah baik. Home on the Range, berdasarkan penjelasan
desainer latar belakangnya, didesain menggunakan bahasa desain Deceptively
Simple. Deceptive berarti Menipu atau Mengelabuhi, sementara Simple
artinya adalah Sederhana. Dengan kata lain, film ini menggunakan bahasa desain
yang “seolah-olah sederhana”. Lukisan latar belakang dan desain
karakter sama-sama dibuat dengan memerhatikan bentuk-bentuk dasar sehingga
secara umum desain animasi Home on the Range adalah Basic Geometric.
Bentuk-bentuk dasar, tekstur, dan pola objek dalam film ini sengaja
disederhanakan atau dibuat seolah rata [flatten the shape], tetapi secara
bersamaan tetap kaya akan tekstur dan detil. Bahasa desain ini, sekilas secara
konsep, mungkin mirip dengan bahasa desain Poetic Simplicity dalam film Mulan. Namun, sebenarnya kedua bahasa desain ini sangat berbeda.
Desain Poetic Simplicity menampilkan objek sederhana yang mewakili objek
sebenarnya yang lebih kompleks—seperti puisi yang dalam satu katanya dapat mengandung
makna yang setara dengan beberapa paragraf. Dalam gaya Deceptively Simple,
detil-detil atau kompleksitas objek tetap ditampilkan, tetapi didistorsi
sedemikian rupa sehingga seolah-olah detil itu tidak terlihat. Hal ini dapat
diibaratkan sebagai sebuah kertas lipat/origami yang dikembalikan ke bentuk
semula, tetapi sebenarnya masih terdapat bekas lipatan yang membentuk sebuah
kesenian origami.
08 Special and/or Practical Effects
Efek
visual dalam Home on the Range sudah baik. Gerakan setiap objek dalam film ini
sudah halus/smooth—salah satu keunggulan animasi Disney sejak dirilisnya Snow White and the
Seven Dwarfs pada tahun 1937.
Selain itu, objek CGI yang ditampilkan sudah tampak menyatu dengan keseluruhan
animasi dan sesuai dengan bahasa desain yang digunakan.
09 Audience Approval
Home
on the Range mendapatkan tanggapan yang beragam cenderung negatif dari kalangan
penonton.
10 Intentional Match
Home
on the Range tidak berhasil memenuhi visi dari para penciptanya. Film ini tidak
hanya gagal dalam penjualan tiket bioskop, tetapu juga gagal dalam menyajikan
sebuah animasi Disney yang unik dan memorable seperti film-film Disney dalam
daftar Disney Animated Features pada umumnya. Apalagi, film ini dirilis sebagai
senjata terakhir animasi 2D ketika animasi 3D semakin menguasai industri
animasi. Home on the Range dimaksudkan sebagai sebuah film Musikal, tetapi
hasil akhirnya menunjukkan sebuah film yang tidak terlihat seperti sebuah
Musikal. Visi untuk memperlihatkan suasana Western pun tidak berhasil
dieksekusi karena cerita dalam Home on the Range terlalu “umum” sehingga
ceritanya bisa saja dipindahkan dari kawasan Barat [Old West] nyaris ke belahan
dunia manapun. Kisah tentang tiga karakter yang melakukan petualangan untuk
menangkap penjahat bisa dipindahkan ke China, Indonesa, Kanada, bahkan bisa
dipindahkan ke Antartika dan gurun Sahara. Tidak ada unsur cerita yang
benar-benar mencirikan Old West yang mengharuskan latar ceritanya terjadi di
Old West. Bukannya menjadi dikenang sebagai salah satu Masterpiece Disney,
kegagalan Home on the Range baik secara finansial maupun secara critical justru
menjadikan film ini diingat sebagai kematian animasi 2D [the end of traditional
animation].
ADDITIONAL CONSIDERATIONS
[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi
sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun
mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan
Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak
prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]
01 Skywalker’s Schemata
Dekade
1990-an adalah dekade yang sangat menguntungkan bagi Disney, khususnya bagi
divisi animasi. Film-film animasi Disney yang sempat redup di era 1960-an
hingga 1980-an akhirnya kembali berjaya di era 1990-an. Maka tidak heran, era
tersebut dinamai sebagai Disney Renaissance. Divisi animasi yang terus
mengalami kerugian hingga 1980-an, terpaksa “disingkirkan” dari gedung animasi
legendaris Disney. Bahkan, studio animasi Disney terancam untuk ditutup. Namun
pada tahun 1991, Disney merilis Beauty and the
Beast yang benar-benar “menyelamatkan”
nasib studio. Film itu jugalah yang menjadi awal Disney Renaissance [meskipun
sebagian ahli menyatakan bahwa Renaissance dimulai sejak The Litte Mermaid]. Tahun demi tahun berlalu, Disney terus
memproduksi animasi yang dinilai berkualitas tinggi: Aladdin, The Lion King, hingga Mulan dan Tarzan. Pada tahun 1995, Disney dan
Pixar merilis animasi 3D/Full CGI layar lebar yang pertama, Toy Story, dan meraih kesuksesan. Sampai
titik itu, teknologi komputer sangat berdampak positif bagi animasi 3D dan 2D
[Tradisional]. Animasi 2D pun banyak berkembang berkat teknologi komputer. Maka
dapat dikatakan bahwa era 1990-an adala era di mana teknologi modern dan
kesenian tradisional hidup berdampingan secara harmonis.
Di
penghujung 1990-an, baik studio Disney, DreamWorks, dan Fox Animation Studios
[dipimpin oleh Don Bluth yang menyutradarai The
Land Before Time dan An American Tail]
masih optimis dengan animasi 2D dan meraih sukses. Disney sukses dengan Mulan dan Tarzan sementara DreamWorks sukses dengan The Pince of Egypt (1998). Fox sendiri tidak trlalu sukses, tetapi
tidak terlalu buruk juga dengan mrilis Anastasia
pada 1997. Setelah abad berganti, segala sesuatu mulai berubah. Teknologi dan
tradisi yang sebelumnya tumbuh dalam harmoni, kini tampak tumbuh dalam
persaingan. Dengan cepat penonton terbiasa dengan animasi 3D dan seketika lebih
memilih menonton film-film animasi 3D. Shrek
(DreamWorks) dan Monsters, Inc.
(Disney Pixar) yang dirilis pada tahun 2001 memperoleh kesuksesan yang melebihi
The Road to El Dorado dan Atlantis: The Lost Empire. Masyarakat
dan studio mulai melihat adanya pergeseran perilaku konsumen yang prefer
menonton animasi 3D. Namun di awal 2000-an, studio masih yakin jika animasi
tradisional belum ditinggalkan dan masih menguntungkan. Disney tetap merilis Lilo and Stitch, The Emperor’s New Groove dan Treasure
Planet. Rencananya, Disney akan merilis Home on the Range pada tahun 2003,
setahun setelah Treasure Planet, dan
pada 2004 akan merilis Brother Bear.
DreamWorks merilis Spirit: Stallion
of the Cimarron pada tahun 2002 dan Sinbad: Legend of
the Seven Seas pada tahun 2003.
Film-film
animasi 2D unggulan DreamWorks dan Disney tidak mampu bersaing dengan film-film
animasi 3D. Fox mengalami kegagalan dan rugi besar setelah merilis animasi 2D Titan AE pada tahun 2000 dan studio animasi 2D itu ditutup lalu
digantikan oleh Blue Sky Studio yang merilis Ice Age. Film itu sukses besar, begitu pula sekuel Shrek, Shrek 2. Meningkatnya keuntungan animasi 3D ini sejalan dengan
merosotnya keuntungan animasi 2D. Pada tahun 2003, Disney batal merilis Home on
the Range dan merilis Brother Bear
lebih dulu agar studio dapat mengiklankan Brother
Bear dalam DVD The Lion King Special
Edition. Akhirnya, Brother Bear
dan Sinbad: Legend of the Seven Seas
sama-sama dirilis pada tahun 2003. Namun, keduanya dirilis pada waktu yang
tidak tepat karena tahun 2003 Pixar merilis Finding
Nemo yang meledak di pasaran. Sinbad
mengalami kerugian besar-besaran sementara Brother
Bear berhasil mencetak keuntungan yang memuaskan. Brother Bear menjual tiket sebesar $250 juta dari dana sebesar $46
juta. Angka ini terlihat memuaskan, tetapi terlihat sangat kecil jika
dibandingkan dengan Finding Nemo yang
berhsil menjual tiket sebesar $871 juta dari dana $94 juta. Kegagalan Sinbad dan kesuksesan Shrek membuat DreamWorks akhirnya
memutuskan untuk berhenti memproduksi animasi 2D dan fokus memproduksi animasi
3D. Setelah lawan terbesar Disney itu menyerah, Disney masih memiliki
kesempatan terakhir untuk menunjukkan kepada dunia bahwa animasi 2D masih tetap
memiliki kualitas yang setara dengan film-film animasi 3D.
Kesempatan
terakhir itu, sayangnya, adalah Home on the Range. Film ini dirilis pada tahun
2004 dan harus berhadapan bukan hanya dengan satu studio besar, tetapi
dua—karena DreamWorks sudah fokus merilis animasi 3D. Di tahun 2004, DreamWorks
merilis Shrek 2 sedangkan Pixar
merilis The Incredibles. Kedua film
itu sukses besar dan Home on the Range gagal dalam memuncaki tangga box office.
Performa film ini bahkan lebih buruk dari Brother
Bear, baik dari segi finansial maupun dari tanggapan kritikus. Apabila sejarah
perjalanan animasi ini diamati baik-baik, maka mungkin lebih baik jika Brother Bear dirilis pada tahun 2004
agar menjadi sebuah akhir perjalanan panjang animasi 2D yang setidaknya
dipuji oleh kritikus dan dinominasikan dalam Academy Awards sebagai Animasi
Terbaik—sebuah penutupan yang layak bagi perjalanan panjang animasi 2D. Setelah
Home on the Range gagal, Disney pun akhirnya berhenti memproduksi film-film 2D—Disney finally pulled the plug on
traditional animation. Pada tahun 2005, Disney merilis animasi 3D Chicken Little yang sukses secara
finansial. Selanjutnya, Disney fokus merilis animasi 3D. Tercatat hingga
artikel ini dipublikasikan, Disney mencoba sebanyak dua kali untuk
mengembalikan kejayaan animasi 2D lewat The
Princess and the Frog pada 2009 dan Winnie
the Pooh pada 2011. Keduanya gagal memuaskan harapan studio. Proyek
lanjutan Disney kala itu, Frozen,
sempat direncanakan sebagai animasi 2D tetapi melihat “kegagalan” The Princess and the Frog dan Winnie the Pooh, akhirnya Frozen dirilis sebagai animasi 3D dan
sukses besar.
Ketika
Home on the Range pertama kali dirilis, saya sangat ingin menontonnya karena
film ini bertema binatang. Tentunya sebagai anak Sekolah Dasar [Grade School]
saya sangat ingin menontonnya terlebih karena saya sangat menyukai animasi 2D.
Namun tahun 2004 sangatlah berbeda dengan 2010 ke atas. Akses untuk menonton
film itu tidak mudah. Harga VCD-nya Rp 49.000,- dan DVD-nya Rp 200.000,-,
terlalu mahal untuk anak Sekolah Dasar. Seiring berjalannya waktu, saya sudah
melupakan film ini dan tanpa sengaja menemukan DVD Limited Edition, sisa stok
2004 di Gramedia pada 4 Februari tahun 2013 [ya, saya tahu tanggalnya secara
pasti karena dulu saya catat dalam buku katalog]. Tanpa pikir panjang, saya pun
membelinya. Karena sudah dewasa, ongkos Rp 200.000,- itu bisa saya bayarkan dan
worth it—apalagi itu adalah paket
eksklusif karena Limited Edition. Namun setelah menonton filmnya, saya kecewa. I was unimpressed. Filmnya terlalu biasa
saja dan cenderung membosankan. Kemasan DVD-nya jauh lebih menarik ketimbang
isinya. Mulai saat itulah saya mempelajari lebih dalam tentang perkembangan
animasi dan menyimpulkan bahwa Home on the Range benar-benar tanda akhir zaman animasi
2D. Home on the Range marked the end of
an era unlike anything the world had seen before. Sleeping Beauty was the end
of a lavish animation era, but Home on the Range was the end of the very art of
traditional animation. While Sleeping
Beauty ended an era with the best of lavish animation, Home on the Range ended
an era with nothing to offer—instead of being Legendary, it is such a pity and
quite depressing frankly.
02 Awards
Film
ini tidak menerima penghargaan yang penting untuk disebutkan.
03 Financial
Home
on the Range dibuat dengan dana sebesar $110 juta dan “hanya” berhasil menjual
tiket sebesar $145 juta. Maka, Home on the Range merugi dalam penayangan
bioskop. Film ini kemungkinan berhasil menutup kerugian dan memperoleh
keuntungan dengan penjualan DVD serta streaming.
04 Critics
Kritikus
film memberikan tanggapan yang beragam dan cenderung negatif untuk film ini.
05 Longevity
Home
on the Range tidak dapat bertahan melawan gempuran zaman. Setelah berusia lebih
dari 10 tahun, film ini telah semakin dilupakan dan tanggapan penonton generasi
baru tetap beragam cenderung negatif. Satu-satunya hal yang menjaga popularitas
film ini adalah posisinya sebagai salah satu animasi “inti” Walt Disney. Home
on the Range tetap akan senantiasa diperbincangkan, tetapi bukan untuk memuji
kualitasnya, melainkan untuk mengkritisi kegagalannya dan posisinya sebagai
tanda berakhirnya era animasi tradisional.
Final Score
Skor
Asli : 5.5
Skor
Tambahan : -
Skor
Akhir : 5.5/10
***
Spesifikasi Optical Disc
[Cakram Film DVD/VCD/Blu-ray Disc]
Judul : Home on the Range
Rilis : 2004
Format : DVD [|||]
Kode
Warna : 3/NTSC
Fitur : Behind the scenes, game and
activity, bonus short, music video, X-Clusive Stationary Set [for Limited
Giftset]
Support : Windows 98-10 [VLC Media Player],
DVD Player, HD DVD Player [termasuk X-Box 360], Blu-ray Player [termasuk PS 3 dan 4], 4K UHD Blu-ray Player [termasuk PS 5].
Keterangan Support:
[Support VCD, DVD, Kecuali Blu-ray dan 4K]
[Support VCD, DVD,
Termasuk Blu-ray, Kecuali 4K]
[Support Semua
Termasuk 4K]
***
Edisi Review Singkat
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan
standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review
Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.
Edisi Review Singkat+PLUS
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda
Review Singkat+PLUS di
bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Juli 2021 menandakan artikel
tersebut berjumlah lebih dari 3.500 kata.
Skywalker Hunter adalah alias
dari Nabil Bakri
Keterangan Box Office dan penjualan DVD disediakan oleh The Numbers
©2004/Disney/Home
on the Range/All Rights Reserved.