Review Animasi The Princess and the Frog (2009) Kutukan Penyihir Voodoo di New Orleans

 

Review The Princess and the Frog (2009) Kutukan Penyihir Voodoo di New Orleans [An Old Tale with A Unique Twist]

Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter

Periksa index

Edisi Review Singkat+PLUS

“Yes, you wish and you dream with all your little heart. But you remember, Tiana, that old star can only take you part of the way. You got to help him with some hard work of your own. And then… yeah, you can do anything you set your mind to. Just promise your Daddy one thing? That you’ll never, ever lose sight of what is really important. OK?”—James, Tiana’s father

Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes copyrighted pictures under the doctrine of fair use.

Genre             : Komedi Romantis—Fantasi [Musikal] [Animasi 2D/hand-drawn animation]

Rilis                 :

Domestic Releases:

November 25th, 2009 (Exclusive) by Walt Disney
December 11th, 2009 (Expands Wide) by 
Walt Disney

International Releases:

January 29th, 2010 (Wide) (Lithuania)

Video Release:

March 16th, 2010 by Walt Disney Home Entertainment

MPAA Rating:

G

Durasi             : 97 menit

Sutradara       : Ron Clements, John Musker

Pemeran         : Anika Noni Rose, Bruno Campos, Keith David, Michael-Leon Wooley, Jim Cummings, Jennifer Cody, Peter Bartlett, Jenifer Lewis, Oprah Winfrey, Terrence Howard, John Goodman

Episode           : -

Sinopsis

Meskipun ayah dan ibunya bukan orang kaya, Tiana merasa bahagia karena memiliki keluarga yang menyayanginya. Tiana bersahabat dengan Charlotte La Bouff, anak pengusaha kapas yang kaya raya, ketika ibunya bekerja menjadi penjahit untuk Charlotte. Pada suatu kesempatan, ibu Tiana menceritakan dongang Pangeran Katak kepada Tiana dan Charlotte. Dongeng itu membuat Charlotte gembira dan berangan-angan mencium seorang pangeran, tetapi Tiana justru merasa jijik. Setelah pulang ke rumah, keluarga Tiana berkumpul untuk menikmati sepanci sup Gumbo yang lezat hasil masakan Tiana dan ayahnya. Agar suasana lebih gembira, ayah Tiana memanggil tetangga-tetangga mereka untuk menyantap makan malam Gumbo bersama-sama. Menurut ayahnya, Tiana sangat pandai memasak. Sang ayah pun menceritakan impiannya untuk memiliki sebuah restoran. Ia berharap suatu hari nanti ia dan Tiana bisa mengelola sebuah restoran bersama-sama. Setelah sang ayah meninggal dan Tiana beranjak dewasa, impian tersebut belum juga terwujud. Namun, Tiana tidak berhenti bekerja dengan giat untuk menabung supaya memiliki modal untuk membuka restoran. Menurut berita, Pangeran Naveen dari Maldonia akan datang berkunjung dan menginap di rumah Charlotte. Untuk menyambut kedatangan sang pangeran, ayah Charlotte mengadakan sebuah pesta sambutan dan Charlotte memesan banyak roti beignet dari Tiana. Uang pesanan itu cukup untuk menambah tabungan Tiana sehingga ia bisa membeli sebuah gedung kosong milik Fenner bersaudara.

Pangeran Naveen tiba di New Orleans dengan sambutan meriah dan gaya khas pemuda kelas atas. Namun, pelayannya yang bernama Lawrence tidak henti-hentinya mengingatkan Naveen bahwa keluarga kerajaan sudah tidak memberikan dana lagi. Dengan kata lain, Pangeran Naveen sudah jatuh miskin. Apabila Naveen ingin tetap hidup glamor, ia harus mencari pekerjaan atau menikahi gadis kaya raya. Di tengah perjalanan menuju rumah Charlotte, Naveen dan Lawrence dihadang oleh Dr. Facilier alias Shadow Man yang merupakan seorang dukun Voodoo. Facilier menjanjikan kekayaan yang berlimpah bagi Lawrence jika ia bersedia bekerja sama menyingkirkan Naveen dan ayah Charlotte. Rencananya, Facilier akan mengubah Naveen menjadi katak dan meminta bantuan para arwah untuk mengubah Lawrence menjadi Naveen. Dengan demikian, Lawrence bisa menikahi Charlotte dan menjadi kaya raya. Facilier membutuhkan darah Naveen setiap kali ingin mengubah Lawrence menjadi Naveen. Maka, ia meminta Lawrence untuk menyimpan katak Naveen sebaik-baiknya. Karena kecerobohan Lawrence, Naveen berhasil meloloskan diri. Ia pergi mencari seorang puteri agar menciumnya dan mengembalikannya menjadi manusia. Di pesta kostum, Charlotte memberi Tiana sebuah gaun puteri yang anggun. Melihat hal itu, Naveen mengira bahwa Tiana adalah seorang puteri. Maka, Naveen meminta Tiana menciumnya. Naveen berjanji akan membantu Tiana membuka restoran setelah ia berubah menjad manusia.

Satu-satunya cara agar Naveen terbebas dari kutukan adalah dengan mencium seorang puteri. Karena Tiana sebenarnya bukan seorang puteri, kutukan tersebut tidak hilang dan justru mengubah Tiana menjadi seekor katak. Kini, mereka berdua terpaksa melakukan perjalanan panjang untuk mencari cara mengembalikan wujud mereka masing-masing. Mengetahui bahwa Naveen berhasil kabur, Facilier marah besar dan harus melakukan perjanjian dengan arwah agar mereka bersedia membantunya menangkap Naveen. Dalam perjalanan Tiana dan Naveen di kawasan Bayou atau rawa-rawa, mereka bertemu dengan Louis yang merupakan seekor alligator baik hati yang gemar bermain terompet. Ia senantiasa berharap bisa bergabung dengan sebuah grup musik Jazz dan bermain musik tanpa ada yang takut lagi dengannya. Louis mengatakan bahwa perubahan Tiana dan Naveen diakibatkan oleh kekuatan dukun voodoo yang menakutkan seperti Mama Odie, sang Ratu Voodoo. Tiana dan Naveen lantas meminta Louis untuk mengantarkan mereka ke tempat Mama Odie agar bisa kembali ke wujud semula. Agar Louis bersedia memandu mereka, Naveen mengatakan bahwa Louis bisa sekaligus meminta Mama Odie untuk mengubahnya menjadi manusia agar ia bisa bergabung dengan grup musik Jazz. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan Ray, seekor kunang-kunang yang jatuh cinta pada bintang. Ray akhirnya ikut dalam perjalanan Tiana dan Naveen menuju tempat tinggal Mama Odie. Namun, bahaya besar mengintai mereka: para arwah yang dipanggil oleh Facilier kini semakin dekat dengan Naveen.

You know the thing about good food? It brings folks together from all walks of life. It warms them right up, and it puts little smiles on their faces. And when I open up my own restaurant, I tell you, people are gonna lines up for miles around, just to get a taste of my food.”—James

01 Story Logic

The Princess and the Frog adalah sebuah animasi Musikal yang ada dalam naungan genre Komedi Romantis—Fantasi. Pertama, karena film ini adalah sebuah animasi, berbagai gerakan dan ekspresi karakter yang tidak logis di dunia nyata masih dapat ditampilkan dan dimaklumi. Sebagai contoh, seorang tamu pesta yang datang memakai kostum gurita bisa mengambil 8 gelas anggur—padahal seharusnya hanya bisa dua. Contoh lain adalah adegan-adegan humor seperti Lawrence yang kepalanya masuk ke dalam tuba, Charlotte yang menjejalkan roti beignet ke mulut ayahnya, Tiana yang hanya sempat beristirahat sekian detik sebelum kembali berangkat kerja, Raymond si kunang-kunang yang “memutar” pantatnya seperti bohlam lampu agar kembali menyala, dan lain sebagainya adalah adegan-adegan over-expressive yang tidak logis di dunia nyata, tetapi wajar dalam animasi. The Princess and the Frog adalah sebuah Komedi Romantis, maka permasalahan cinta yang ditampilkan seharusnya tidak terlalu rumit. Dalam film ini, Charlotte jelas-jelas ingin menikah dengan Naveen, tetapi ketika Tiana dan Naveen saling jatuh cinta [Spoiler] Charlotte merelakannya begitu saja, tanpa ada Drama yang berkepanjangan antara Charlotte dengan Tiana. Pada dasarnya, film ini memiliki pola seperti Komedi Romantis populer The Prince and Me yang dirilis tahun 2004. Hanya saja, karena The Princess and the Frog merupakan sebuah Fantasi, film ini menambahkan unsur Fantasi di dalamnya yakni keberadaan ilmu sihir. Kembali ke persoalan Komedi Romantis, sebenarnya secara umum genre ini memiliki pola yang sama yakni dua orang yang berbeda karakter dan awalnya tidak saling suka, lama kelamaan memiliki rasa cinta dan salah satu dari mereka mengalami perubahan karakter yang signifikan. Konsep ini muncul berulang-ulang dalam 10 Things I Hate About You (1999), The Proposal (2009), When Harry Met Sally (1989), When in Rome (2010), Confessions of a Shopaholic (2009), dan lain sebagainya. Dengan pemahaman pola Komedi Romantis yang demikian, dapat disimpulkan bahwa The Princess and the Frog sudah logis sesuai dengan genrenya.

02 Story Consistency

Meskipun konsep ceritanya sudah logis, alur cerita film ini masih kurang konsisten. Jika kita melihat kembali pada contoh film-film Komedi Romantis yang umum, sebagian besar hanya mengubah karakter satu tokoh utama secara signifikan. Dalam film The Prince and Me, misalnya, karakter yang benar-benar dibelokkan sifatnya adalah Pangeran Edvard sementara sosok Paige secara umum masih berkarakter sama—justru sosok Paige-lah yang mengubah sifat sang Pangeran. Bahkan dalam FTV Disney Prom (2011), karakter Nova-lah yang pada akhirnya mengubah sifat Jesse yang dikenal sebagai bad boy. Dalam The Princess and the Frog, terjadi percabangan fokus karena film ini ingin mengubah sifat Tiana dan Naveen secara signifikan dengan porsi yang sama besarnya. Tentu saja kedua karakter mengalami perubahan karakter, tetapi seharusnya hanya ada satu karakter yang benar-benar dominan perubahannya—perubahan karakternya lebih signifikan. The Princess and the Frog tidak fokus menceritakan perjalanan Tiana dan apa yang membuat sifatnya berubah, tetapi perjalanan Tiana dan Naveen serta apa saja yang membuat sifat mereka berubah. Dengan beban cerita yang sebegitu besar, animasi yang hanya berdurasi 97 menit ini tidak mampu membagi fokus ceritanya secara proporsional. Belum lagi, film ini harus mengeksplorasi bukan hanya satu, tetapi tiga sosok villain yakni Facilier/Shadow Man, Lawrence, dan para arwah—yang kesemuanya memiliki tujuan masing-masing. Apabila karakter Facilier dan para arwah sejak awal memang dideskripsikan sebagai villain, tokoh Lawrence mengalami perubahan karena awalnya ia bukanlah villain. Seburuk-buruknya sikap Naveen pada Lawrence, sikapnya tidak pernah memandang Lawrence sebagai orang rendahan dan justru diperlakukan seperti teman sebaya oleh Naveen. Maka, film ini masih harus menjelaskan motivasi Lawrence untuk melawan Naveen—yang itu pun kurang kuat atau konsisten karena Lawrence sendiri masih merasa kasihan pada Naveen. Persahabatan antara Tiana dengan Charlotte pun kurang dieksplorasi sehingga tindakan-tindakan Charlotte sulit dipahami; misalnya mengapa ia rela melepaskan Naveen demi Tiana, apakah mereka benar-benar “sedekat itu” sebagai sahabat—seperti Puteri Mia Thermopolis dengan Lily dalam film The Princess Diaries? [kedekatan Lily dengan Mia membuat keputusan-keputusan Lily dapat dimaklumi, “Oh wajar saja, dia adalah sahabat terbaiknya.”]

My daddy never did get what he wanted. But he had what he needed. He had love! He never lost sight of what was really important. And neither will I!”—Tiana

03 Casting Choice and Acting

Para pengisi suara dalam film ini sudah menyuarakan karakter mereka masing-masing dengan baik.

04 Music Match

Penilaian Skywalker tidak dapat digunakan untuk menilai apakah sebuah musik atau lagu memiliki kualitas yang bagus atau buruk. Dalam hal ini, penilaian Skywalker akan menilai apakah musik dan lagu yang digunakan sudah sesuai dengan nuansa dan konsep yang ditampilkan di layar atau belum. Secara konsep, lagu-lagu yang diperdengarkan dalam The Princess and the Frog sudah sesuai dengan filmnya dan mendukung nuansa ceritanya. Untuk standar sebuah film Disney, cukup disayangkan karena tidak ada lagu dalam film ini yang menjadi iconic seperti lagu-lagu dalam film animasi Disney pada umumnya, terutama Disney Classics—bahkan film seperti Pocahontas dan The Hunchback of Notre Dame yang tidak begitu sukses dari segi cerita tetap memiliki lagu yang iconic. Kekurangan pemilihan lagu dalam The Princess and the Frog tampak ketika posisi filmnya sebagai sebuah Musikal dipertimbangkan. Dalam sebuah film Musikal, lagu yang dinyanyikan tidak boleh melulu hanya sebagai pengiring, tetapi haruslah menjadi bagian dari dialog dan menggerakkan cerita agar penyampaian ceritanya efektif. Dalam film Pocahontas, misalnya, Pocahontas menyanyikan Colors of the Wind bukan hanya untuk mengiringi pemandangan alam di dalam layar, tetapi sekaligus untuk menunjukkan kepada John Smith tentang value [nilai-nilai] yang dimiliki oleh orang-orang Indian. Lagu itu membuat pola pikir John Smith berubah dan kemudian menggerakkan ceritanya karena perubahan sikap John Smith berperan besar dalam laju cerita. Lagu Almost There dalam The Princess and the Frog sebenarnya tidak berpengaruh pada jalannya cerita, begitu pula lagu Ma Belle Evangeline.

Professional ratings for The Princess and the Frog Soundtrack

Review scores

Source

Rating

AllMusic

[6] [3.5/5]

Filmtracks

[7] [4/5]

05 Cinematography Match

Tidak ada keluhan dalam poin sinematografi.

06 Character Design

Desain karakter dalam film ini kurang dapat menyatu dengan latar belakangnya [akan dibicarakan lebih lanjut dalam poin Background], begitu pula antar karakter tampak memiliki bahasa desain yang berbeda. Sebagai contoh, desain manusia dalam film ini secara umum berbeda dengan ketiga pemburu di hutan—beberapa karakter terlihat sangat serius dan realistis [sangat proporsioal] sedangkan karakter yang lainnya terlihat lebih comical dengan desain fisik yang tidak realistis [tidak proporsional]. Desain binatangnya pun demikian, ada yang realistis dan ada yang comical. Dalam film Cinderella, desain manusia dibuat proporsional sedangkan desain binatang dibuat comical—dan desain binatang dalam Cinderella tidak ada satu pun yang tampil proporsional seperti dalam film Bambi. Maka, terdapat konsistensi desain dalam Cinderella yang tidak dimiliki oleh The Princess and the Frog. Apabila kita perhatikan antara pesta dansa dalam Cinderella dan pesta dansa dalam The Princess and the Frog, jelas sekali bahwa karakter-karakter di ruang dansa Cinderella tampak memiliki bahasa desain yang sama sedangkan para tamu undangan dalam The Princess and the Frog [terlepas dari kostum mereka] memiliki bahasa desain karakter yang berbeda-beda tanpa ada setidaknya sebuah konsep dasar yang mengikatnya—dalam film Mulan, karakternya memiliki ukuran tidak proporsional yang berbeda-beda, tetapi tetap berada dalam naungan bahasa desain yang disebut Poetic Simplicity.

07 Background/Set Match

Latar belakang dalam film ini memiliki kekurangan dalam dua hal: 1) kurang menyatu dengan bahasa desain beberapa karakter, dan 2) kurang menyatu dengan karakter secara umum karena terlihat jelas merupakan hasil replikasi komputer. Dalam film Beauty and the Beast, The Lion King, dan Mulan, efek komputer digunakan untuk menciptakan latar belakang dan adegan yang tidak bisa diciptakan dengan lukisan tangan. Maka, komputer digunakan seperlunya untuk mendukung jalannya cerita dan diusahakan agar menyatu sebaik mungkin dengan lukisan tangan karena hasil replikasi komputer memiliki perbedaan dengan hasil lukisan tangan. Perbedaan antara latar belakang komputer dengan karakter lukisan tangan terlihat sangat jelas dalam film-film sekuel Disney yang dirilis oleh studio Disney Toon—paling kentara dalam The Fox and the Hound 2. Maka, animasi dalam The Princess and the Frog terlihat seperti animasi The Fox and the Hound 2 yang justru terlihat cheap atau murahan karena tidak ada upaya yang lebih dalam “menyembunyikan” animasi komputer agar menyatu sempurna dengan karakter-karakter yang digambar dengan tangan. Hasil animasi yang seperti ini dapat dikatakan tampak cheap atau murahan karena memang sekuel Disney yang diproduksi oleh Disney Toon adalah film-film animasi dengan biaya “murah” yang tidak tayang di bioskop karena langsung dijual dalam format DVD. Hal ini bukan tentang indah atau tidaknya animasi, tetapi apakah animasi tersebut memiliki bahasa desain yang konsisten dan kesan menyatunya antar objek yang ditampilkan. Dalam The Princess and the Frog, misalnya, terlihat jelas mobil milik ayah Charlotte yang tampak merupakan hasil replikasi komputer terlihat sangat berbeda [from a different universe] dengan ayah Charlotte yang terlihat seperti hasil lukisan tangan. Untuk bisa melihat kejanggalan semacam ini, kita memang harus banyak-banyak mengamati film-film animasi 2 dimensi yang dibuat dengan bantuan komputer agar dapat membedakan secara otomatis mana yang merupakan hasil lukisan tangan, mana yang merupakan replikasi komputer.

08 Special and/or Practical Effects

Mekipun desain karakter dan latar belakangnya masih bermasalah, efek visual yang disajikan [termasuk hasil presentasi seperti kecerahan dan kehalusan gerakan tokohnya] sudah baik.

09 Audience Approval

Tidak bisa dipungkiri bahwa The Princess and the Frog tidak begitu populer jika dilihat dari perolehan penjualan tiket bioskopnya. Namun secara umum, penonton yang menyaksikan film ini memberikan tanggapan yang positif.

10 Intentional Match

Animasi 2D yang sukses besar di era 1990-an [era ini bahkan disebut sebagai era Disney Renaissance] tampak kian tersingkir oleh kemunculan animasi 3D. Sejak pergantian abad, animasi 2D studio DreamWorks selalu mengalami kerugian sementara animasi 3D mereka terus mendulang kesuksesan. Setelah kegagalan film Sinbad: Legend of the Seven Seas di tahun 2003, DreamWorks berhenti merilis animasi 2D dan fokus merilis animasi 3D. Sebagai studio animasi 2D terbesar, Disney belum mengikuti langkah DreamWorks meskipun film-film mereka di awal 2000-an senantiasa mendapatkan penghasilan yang mengecewakan sementara film-film Disney-Pixar senantiasa mendatangkan kesuksesan. Setelah “kegagalan” Brother Bear pada tahun 2003 [tahun yang sama dengan kegagalan Sinbad dan kesuksesan Finding Nemo], Disney masih merilis animasi 2D di tahun berikutnya yakni Home On The Range. Barulah setelah film tersebut gagal, Disney mengikuti langkah DreamWorks yakni hanya fokus merilis animasi 3D—yang terbukti sukses. Film 3D Chicken Little, meskipun mendapatkan tanggapan kritikus yang beragam, sukses menghasilkan keuntungan. Sebagai studio yang populer lewat animasi-animasi 2D-nya, Disney mencoba untuk mengembalikan tradisinya dengan merilis animasi-animasi 2D di sela-sela perilisan animasi 3D. Pada tahun 2009, dirilisnya The Princess and the Frog memberikan angin segar bagi dunia animasi 2D. Film ini diharapkan menjadi yang pertama dari film-film animasi 2D yang akan dirilis oleh Disney di masa yang akan datang. Namun, film ini gagal mengembalikan minat masyarakat terhadap animasi 2D dan sampai artikel ini dirilis, Disney hanya merilis satu lagi animasi 2D layar lebar yakni Winnie the Pooh pada tahun 2011 dan membatalkan konsep 2D untuk Frozen menjadi 3D. Dalam rentang 10 tahun setelah Winnie the Pooh dirilis, Disney sama sekali tidak merilis animasi 2D. Apabila kita melihat ke dalam film The Princess and the Frog sendiri, film ini bahkan sudah kehilangan aura 2D yang otentik karena pengerjaannya pun terlalu banyak mengimplementasikan teknologi komputer sehingga tampak seperti animasi dengan biaya rendah seperti The Fox and the Hound 2.

ADDITIONAL CONSIDERATIONS

[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]

01 Skywalker’s Schemata

Saya adalah seorang pecinta film animasi. Orang-orang menyebut saya sebagai seorang penggemar Titanic, tetapi jauh sebelumnya saya sudah lebih dulu menggilai film animasi Disney. Sejak dulu, saya melihat animasi Disney sebagai maha karya yang premium karena gaya animasinya yang lebih realistis dibandingkan dengan Nickelodeon atau Cartoon Network. Saya sempat dihina semasa kecil karena saya seorang laki-laki tetapi menyukai Cinderella, Sleeping Beauty, Beauty and the Beast dan film-film Disney Princess lainnya. Padahal, kecintaan saya bukan pada konsep Princess itu sendiri, tetapi pada keindahan lukisannya. Lebih daripada itu, saya sangat mencintai animasi Disney Klasik secara umum seperti Bambi, The Lion King, Lady and the Tramp, dan lain sebagainya karena mereka semua terlihat sangat anggun dan elegan. Saya belajar menggambar binatang karena ingin meniru menggambar rusa yang realistis seperti The Great Prince of the Forest atau singa yang majestic seperti Simba. Saya sempat merasakan hidup di dunia ketika animasi 2D masih merupakan hal yang wajar dan populer [the norm] sementara animasi 3D adalah suatu hal yang baru. Bahkan ketika animasi 3D mulai populer, saya masih lebih menyukai animasi 2D. Sampai sekarang pun, kecintaan saya pada animasi 2D masih lebih besar ketimbang animasi 3D. Ketika The Princess and the Frog dirilis, animasi 2D major sebelumnya sudah berusia 5 tahun yakni Home On the Range dan dunia animasi semakin mengunggulkan animasi 3D. Maka, saya berharap banyak pada The Princess and the Frog.

Sayangnya, The Princess and the Frog terlalu “biasa” untuk dijadikan genderang perang melawan animasi 3D. Bahkan, terlalu banyak objek dalam film ini yang dibuat dengan komputer tanpa ada upaya untuk “menyembunyikannya” dan membuat objek komputer itu tampak seperti lukisan tangan tradisional. Bahkan animasi Disney Toon Bambi 2 berhasil menguatkan nuansa 2D dibandingkan The Princess and the Frog yang terkesan murahan karena desainnya mirip sekali dengan The Fox and the Hound 2. Apabila DreamWorks saja gagal mempertahankan posisi 2D melalui film-film dengan tema spektakuler seperti El Dorado dan Sinbad, rasanya kurang tepat jika Disney merilis sebuah film bertema Princess karena selain jangkauan penontonnya lebih kecil [anak laki-laki dan orang dewasa kemungkinan tidak akan menontonnya di bioskop], temanya sendiri kurang spektakuler dan tidak menunjukkan sebuah konsep yang baru. Meskipun film ini mengubah konsep cerita The Frog Prince, tetapi penonton tetap sudah familier dengan dongeng tersebut dan tidak merasa mendapatkan sesuatu yang benar-benar baru atau unik dari The Princess and the Frog. Hal ini diperparah dengan lagu-lagu The Princess and the Frog yang kurang iconic. Padahal, film Disney Enchanted yang dirilis 2 tahun sebelumnya mampu menghadirkan lagu-lagu yang iconic dan membangkitkan minat publik terhadap kisah-kisah Disney Classics. Saya berharap “lebih” dari The Princess and the Frog dan yang saya dapatkan adalah sebuah film yang biasa saja—cenderung membosankan. Karena saya tidak mau bicara omong kosong, tentu saja saya berpendapat dengan alasan yang kuat: saya sudah mencoba memutarkan film ini kepada kalangan anak-anak dan mengamati reaksi mereka. Hasilnya, film ini gagal membuat anak-anak “terpaku” mengikuti ceritanya dan mereka lebih memilih Mulan atau The Lon King. Saya pun pernah diminta untuk mengajar Bahasa Inggris anak-anak usia Sekolah Dasar [Grade School] dan Sekolah Menengah [Junior High] yang mengharuskan saya membuat daftar film yang akan saya putarkan di kelas. The Princess and the Frog tidak pernah menjadi pilihan padahal film itu adalah animasi 2D major yang paling baru dari Disney.

The Princess and the Frog looks dazzling, but that does not change the reality that it is a complete let down.

02 Awards

Menurut data yang dikumpulkan oleh IMDb, The Princess and the Frog mendapatkan 10 penghargaan dan 42 nominasi. Berikut diantaranya:

Annie Awards 2010

Winner
Annie

Animated Effects
James DeValera Mansfield

Character Animation in a Feature Production
Eric Goldberg

Voice Acting in a Feature Production
Jennifer Cody

For playing "Charlotte".

Winner
ASCAP Award

Top Box Office Films
Randy Newman

Winner
Black Reel

Best Voice Performance
Anika Noni Rose

Best Song
Anika Noni Rose (Performer)
Randy Newman (Writer)

For the song "Almost There"

Winner
BMI Film Music Award

Film Music
Randy Newman

Winner
Artios Award

Outstanding Achievement in Casting - Animation Feature
Jen Rudin
Mark Fincannon

Nominee
Oscar

Best Achievement in Music Written for Motion Pictures, Original Song
Randy Newman

For the song "Almost There".

Best Achievement in Music Written for Motion Pictures, Original Song
Randy Newman

For the song "Down in New Orleans".

Best Animated Feature Film of the Year
John Musker
Ron Clements

03 Financial

Film ini dibuat dengan dana $105 juta dan menjual tiket sebesar $270 juta. Meskipun tidak sampai merugi, film ini terbilang gagal dalam memenuhi ekspektasi karena “hanya” berhasil mengembalikan modal dan tidak berhasil meyakinkan Disney untuk berinvestasi dalam animasi 2D berskala besar.

The Princess and the Frog (2009) Theatrical Performance

Domestic Box Office

$104,400,899

Details

International Box Office

$166,596,479

Details

Worldwide Box Office

$270,997,378

Home Market Performance

Est. Domestic DVD Sales

$106,058,195

Details

Est. Domestic Blu-ray Sales

$10,944,352

Details

Total Est. Domestic Video Sales

$117,002,547

Further financial details...

04 Critics

Mayoritas kritikus film memberikan respons yang positif untuk film ini.

05 Longevity

Setelah berusia lebih dari 10 tahun, popularitas The Princess and the Frog kian tenggelam. Film ini tidak sepopuler animasi-animasi 3D seangkatan, tetapi juga tidak sepopuler animasi Disney Classics era Disney Renaissance dan sebelumnya.

Final Score

Skor Asli                     : 7

Skor Tambahan           : -1/2

Skor Akhir                  : 6.5/10

***

Spesifikasi Optical Disc

[Cakram Film DVD/VCD/Blu-ray Disc]

Judul               : The Princess and the Frog

Rilis                 : 22 Maret 2010

Format             : DVD [|||]

Kode Warna    : 3/NTSC

Fitur                : Deleted scenes, audio commentary, game

Support           : Windows 98-10 [VLC Media Player], DVD Player, HD DVD Player [termasuk X-Box 360], Blu-ray Player [termasuk PS 3 dan 4], 4K UHD Blu-ray Player [termasuk PS 5].

Keterangan Support:

[Support VCD, DVD, Kecuali Blu-ray dan 4K]

[Support VCD, DVD, Termasuk Blu-ray, Kecuali 4K]

[Support Semua Termasuk 4K]

STREAMING

iTunes:

iTunes

Google Play:

Google PlayGoogle PlayGoogle Play

 

***

Edisi Review Singkat

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.

Edisi Review Singkat+PLUS

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda Review Singkat+PLUS di bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Juli 2021 menandakan artikel tersebut berjumlah lebih dari 3.500 kata.

Skywalker Hunter adalah alias dari Nabil Bakri

Keterangan Box Office dan penjualan DVD disediakan oleh The Numbers

©2009/Disney/The Princess and the Frog/All Rights Reserved.

©Nabil Bakri Platinum.

Teks ini dipublikasikan dalam Nabil Bakri Platinum [https://nabilbakri.blogspot.com/] yang diverifikasi Google dan dilindungi oleh DMCA.

Nabil Bakri Platinum tidak bertanggung jawab atas konten dari link eksternal yang ada di dalam teks ini—termasuk ketersediaan konten video atau film yang dapat berubah sewaktu-waktu di luar kendali Nabil Bakri Platinum.