Review Film Eragon (2006) Kisah Fantasi Penunggang Naga
Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter
Edisi Review Singkat+PLUS
“Your
day will come too, Eragon, and you will decide for yourself the kind of life
you wish to lead.”—Uncle Garrow
Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak
cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes
copyrighted pictures under the doctrine of fair use.
images©2006/20th Century Fox/Eragon/All Rights
Reserved.
Genre : Fantasi
Rilis :
Domestic Releases: |
December 15th, 2006
(Wide) by 20th Century Fox |
March 20th, 2007
by Fox Home
Entertainment |
|
MPAA Rating: |
PG for fantasy violence, intense battle sequences and some
frightening images |
Durasi : 103 menit
Sutradara : Stefen Fangmeier
Pemeran : Ed Speleers, Jeremy Irons, Sienna Guillory, Robert Carlyle, Djimon Hounsou, Garrett Hedlund, Joss Stone, Rachel Weisz, John Malkovich
Episode : -
Sinopsis
Pada
zaman dahulu, terdapat banyak ksatria penunggang naga. Salah seorang penunggang
naga yang bernama Galbatorix mengkhianati para penunggang naga dan membunuh
semua naga. Satu-satunya naga yang tersisa adalah naga milik Galbatorix yang
kemudian mengangkat dirinya sebagai raja. Agar masa-masa para penunggang naga
tidak lahir kembali, Galbatorix melakukan segala cara untuk menghentikan setiap
potensi bangkitnya penunggang naga. Sang raja menyimpan sebuah batu bertuah
yang dijaga dengan ketat. Batu itu kemudian dicuri dan dan dibawa pergi oleh
Arya, puteri Ellesméra. Galbatorix memerintahkan penyihirnya yang setia, Durza
untuk merebut kembali batu tersebut. Pasukan Galbatorix berhasil memojokkan
Arya, tetapi sang puteri menggunakan sihir untuk memindahkan batu itu ke lokasi
yang berbeda. Akhirnya, Durza berhasil menangkap Arya. Di negeri Alagaësia,
tinggallah seorang remaja bernama Eragon yang hidup bersama paman dan
sepupunya, Roran. Sebelum matahari terbit, Eragon berburu di hutan dan nyaris
berhasil memburu seekor rusa. Namun, sihir Arya membawa batu bertuah Galbatorix
ke hutan sehingga mengejutkan Eragon dan rusa buruannya pun berhasil melarikan
diri. Eragon memungut batu itu dan membawanya ke desa. Di sana, ia berniat
menukar batu yang langka itu kepada penjual daging. Setelah mengetahui bahwa
Eragon menemukan batu itu di hutan kekuasaan Galbatorix, si penjual daging
menolak tawaran Eragon dan memintanya segera pergi serta mengembalikan batu itu
ke hutan. Dalam perjalanan pulang ke pertanian milik pamannya, Eragon bertemu
dengan seorang lelaki tua bernama Brom yang menentang para prajurit raja yang
ingin menyita binatang-binatang buruannya.
Eragon
kembali ke pertanian dan mengadu ketangkasan dengan Roran. Saat itulah Roran
menyatakan bahwa dirinya akan pergi meninggalkan rumah untuk bertualang dan
mencari kesempatan-kesempatan baru. Ketika kembali mendatangi batu bertuahnya
di lumbung, Eragon terkejut ketika batu itu menetas—ternyata, batu itu adalah
telur naga. Hanya dalam waktu yang singkat, naga mungil itu berubah menjadi
naga berukuran besar dan memperkenalkan diri kepada Eragon sebagai Saphira.
Karena tidak tahu apa yang harus dilakukan, Eragon mendatangi Brom yang
senantiasa bercerita tentang masa lalu ketika
Alagaësia masih dipenuhi oleh para penunggang naga. Namun, Brom menolak
untuk membantu Eragon dan tidak tahu bahwa Eragon telah menemukan telur naga.
Anak buah Durza, para Ra'zac, berhasil
melacak telur naga ke pedesaan dan menginterogasi si penjual daging. Informasi
dari si penjual daging menuntun Ra'zac
ke pertanian milik paman Eragon. Sebelum Eragon berhasil mencapai pertanian,
Saphira menyambarnya dan membawanya pergi. Menurut Saphira, para Ra'zac akan membunuh Eragon karena dirinya
adalah seorang penunggang naga. Eragon bersikeras untuk kembali ke pertanian
dan menyelamatkan pamannya. Sayangnya, Eragon sudah terlambat. Para Ra'zac sudah lebih dulu tiba di pertanian dan
membunuh pamannya. Eragon berniat mengubur jasad pamannya, tetapi Brom datang
dan meminta Eragon segera pergi ke tempat persembunyian kaum Varden di
pegunungan. Menurut Brom hidup mereka sedang terancam—terutama hidup Eragon.
Mereka berdua kemudian pergi ke dalam hutan untuk menuju persembunyian kaum
Varden.
Di
sepanjang perjalanan, Brom mengajari Eragon tentang masa lalu para penunggang
naga, tentang para naga, hingga beberapa trik menggunakan sihir. Brom
menjelaskan bahwa nyawa Eragon sangat penting karena ia adalah penunggang naga
yang terakhir selain Galbatorix. Sang raja ingin Eragon mati karena jika
seorang penunggang naga tewas, naganya juga akan mati. Eragon yang masih muda
senantiasa bersikap arogan dan mengaku sudah ahli pedang karena rutin adu
ketangkasan bersama Roran. Akhirnya, Brom menantang Eragon untuk berduel dan
terbukti Eragon belum siap untuk bertarung karena dapat dengan mudah dikalahkan
oleh Brom. Ketika Brom sedang menyalakan api, Eragon mendengar Brom membisikkan
mantra “brisingr” sehingga percikan api menyala di perapian. Ketika Eragon
menanyakan hal itu kepada Brom, lelaki tua itu mengelak dan menyatakan bahwa
percikan apinya muncul dari dua bongkah batu yang ia pukulkan. Ketika melewati
sebuah desa kecil, Eragon bertemu dengan seorang peramal yang menyampaikan
bahwa Eragon memiliki peran yang sangat penting di dunia tersebut dan akan ada
seorang wanita yang membutuhkan pertolongannya. Tanpa diduga, desa itu sudah
dikepung oleh pasukan Durza. Eragon lantas mencoba mengucapkan mantra
“brisingr” yang berhasil mengalahkan para pasukan Durza. Namun, menggunakan
sihir sangat menguras tenaganya. Brom akhirnya menjelaskan bahwa penunggang
naga bisa menggunakan sihir yang kuat berkat naganya. Namun, sihir bisa
menguras tenaga—bahkan ada mantra tertentu yang bisa membunuh penyihirnya
sendiri jika fisiknya tidak kuat. Ketika rahasia-rahasia masa lalu mulai
terungkap, Durza menjebak Eragon dengan memanipulasi mimpinya melalui Arya.
Durza membuat Arya memohon pertolongan Eragon melalui mimpi sehingga pemuda itu
bersikeras mendatangi Gil’ead. Brom mencoba menghentikan Eragon, tetapi pemuda
itu tidak mau mendengarkan peringatannya. Maka, Eragon pergi mendatangi Gil’ead
dan memasuki perangkap Durza. Sanggupkah Eragon menyelamatkan Arya dan
menyelamatkan dirinya sendiri dari Durza? Akankah mereka berhasil mencapai
persembunyian kaum Varden dan melawan serangan pasukan Galbatorix?
01 Story Logic
Dari
segi konsep, Eragon sudah logis sesuai dengan genrenya. Film ini sudah
menamplkan pola-pola karakteristik sebuah film Fantasi. Eragon telah
menceritakan tentang sebuah dunia fantasi yang berbeda dari dunia nyata,
aturan-aturan yang ada di dalam dunia tersebut, beserta karakter-karakter yang
umum ditemukan dalam kisah-kisah fantasi (misalnya naga, penyihir,
monster-monster sejenis goblin atau orc, dan lain sebagainya). Maka, keberadaan
dunia “tidak masuk akal” Alagaësia sebetulnya sudah masuk akal menurut tuntunan
genre Fantasi. Meskipun dunia fantasi adalah dunia yang mengada-ada, detil
ceritanya tetap tidak bisa mengada-ada. Bagaimana karakter bereaksi, apa
motivasi karakternya, dan hal-hal lain yang menggerakkan cerita haruslah tetap masuk
akal atau setidaknya “dapat dimaklumi” jika memang detil-detil tersebut tidak
dibedakan dengan dunia Fantasi. Untuk memahami konsep ini, kita menggunakan
contoh film Harry Potter. Dalam film tersebut, dijelaskan bahwa Harry James Potter
adalah seorang penyihir yang bisa mewujudkan berbagai keajaiban dengan
menggunakan tongkat ajaib. Tidak dijelaskan bahwa Harry adalah sosok yang anti
peluru, anti bom, atau memiliki keajaiban yang membuatnya kebal dari senjata
tajam. Karena tidak ada penjelasan Fantasi yang membahas tentang kekebalan
Harry terhadap senjata tajam, maka dapat diasumsikan bahwa Harry tetaplah
seorang manusia yang juga akan terluka bila terkena serangan senjata. Jika
Harry tidak mengeluarkan darah setelah digigit oleh Basilisk, maka detil
ceritanya tidak logis karena manusia seharusnya berdarah jika dagingnya dikoyak
oleh taring ular raksasa.
Meskipun
sudah logis dari segi konsep dan narasiya secara umum, detil cerita film ini
masih bermasalah. Terdapat berbagai adegan aksi dan reaksi yang tidak masuk
akal di dalam film ini. Sebagai contoh di pertengahan film, Eragon bersikeras pergi
menuju Gil’ead yang sangat berbahaya untuk menyelamatkan Arya dari Durza. Di
awal film, Eragon memang digambarkan sebagai pemuda yang masih labil dan
gegabah. Jika aksi menyelamatkan Arya dilakukan di awal perjalanan, keputusan
Eragon bisa jadi lebih logis mengingat sangat terbatasnya pengalaman Eragon.
Namun jika keputusan itu diambil di tengah film, tentu saja keputusan Eragon tidaklah
masuk akal karena Eragon sudah cukup banyak belajar tentang kekejaman musuhnya—what the enemies are capable of and the
stake of challenging them. Selama melakukan berjalanan dari awal film
hingga pertengahan, Eragon sudah mengalami banyak hal yang cukup untuk
membuatnya mengerti tentang misinya dan seberapa berbahaya musuh-musuhnya.
Maka, Eragon sudah seharusnya bertindak lebih bijak ketika mendapat mimpi
tentang Arya.
Berkaitan
dengan mimpi, poin ini juga kurang logis. Hal ini karena Eragon sebetulnya
tidak kenal dengan Arya, tetapi ia bisa dengan begitu percaya diri mengorbankan
nyawa untuk menyelamatkan gadis yang belum pernah ia temui dan tidak tahu
apakah sungguh-sungguh ada atau hanya mimpi belaka. Eragon juga sudah
mengetahui tentang sihir dan apa yang mungkin dilakukan menggnakan sihir. Jika
ia tidak kenal dengan Arya, bagaimana ia bisa yakin jika mimpinya itu sungguhan
dan bukan sekedar jebakan Durza? Apabila kisahnya memaksa Eragon untuk tetap
pergi ke Gil’ead, setidaknya film ini harus memperlihatkan berbagai persiapan
yang dilakukan oleh Eragon karena menyusup ke Gil’ead merupakan misi yang
sangat berbahaya. Film ini seharusnya memperlihatkan apa saja persiapan yang
logis dilakukan oleh Eragon dan alasan yang benar-benar kuat mengapa Eragon
harus pergi menyelamatkan Arya.
Contoh
permasalahan detil lainnya adalah Durza dan sihirnya. Di awal film, Durza
terlihat cukup kesulitan melacak telur naga Saphira dan Eragon. Namun di tengah
film, ia diperlihatkan mampu “memanggil” Eragon melalui mimpi: Durza
memanfaatkan Arya di Gil’ead dan merekayasa mimpi Eragon agar pemuda itu
terhasut dan pergi ke Gil’ead untuk menyelamatkan Arya. Poin ini tidak hanya
menampilkan permasalahan logika, tetapi juga permasalahan konsistensi aturan
dunia fantasinya: jika Durza memang semahir itu menggunakan sihir dan semudah
itu menjebak Eragon, mengapa ia tidak melakukan taktik tersebut sejak awal?
Terdapat cukup banyak permasalahan logika yang berkaitan dengan cara-cara para
karakter dalam film ini bereaksi terhadap sebuah kejadian. Ketika melarikan
diri dari kejaran pasukan Durza, misalnya, Brom malah meminta Eragon agar
memerintahkan Saphira untuk terbang. Tentu saja itu merupakan sebuah keputusan
yang ceroboh karena Sapihira adalah satu-satunya naga yang bebas di Alagaësia
dan seluruh pasukan Durza sedang mencarinya. Jika ia terbang, para penjahat
yang berada beberapa kilometer jauhnya pun dapat dengan mudah mengetahui
keberadaan mereka. Padahal, Brom bisa saja meminta Saphira untuk berjalan
bersama mereka karena hutan yang mereka lewati sangat lebat dan dapat membantu
menyembunyikan mereka. Contoh tersebut bisa jadi logis karena orang bisa saja
mengambil keputusan yang salah. Masalahnya, keputusan tersebut ditentukan oleh
Brom yang digambarkan sebagai sosok serba tahu dan tidak sepantasnya bertindak
ceroboh sejelas itu (carelessness as
obvious as asking Saphira to fly).
02 Story Consistency
Eragon,
secara umum, sudah menampilkan sebuah cerita yang utuh.
Permasalahan-permasalahan yang ditampilkan di awal film sudah dieksplorasi dan
diselesaikan. Namun, penyebab dari permasalahan-permasalahan dalam film ini
sangatlah penting untuk dieksplorasi dan masih kurang dieksplorasi. Latar
belakang yang benar-benar kuat dari konflik dan penggambaran Alagaësia sendiri
masih belum disajikan dengan solid. Mengapa Galbatorix menghabisi seluruh
penunggang naga? Mengapa penyihir yang sakti tunduk kepada Galbatorix? Selain
itu, satu pokok permasalahan yang dengan tegas ingin dieksplorasi juga masih
kurang jelas. Eragon menceritakan tentang seorang Raja yang emosi karena telur
naganya dicuri, seorang pemuda menemukan telur itu dan menjadi penunggang naga,
pemuda itu dikejar oleh anak buah Raja, didampingi oleh Brom untuk melarikan
diri, bertempur malwan pasukan Raja, lalu menang. Secara garis besar, Eragon
sudah tampak konsisten. Namun dari berbagai poin itu, masih kurang jelas apa
yang menjadi titik berat atau bobot dari film ini. Apakah film ini ingin
mengeksplorasi proses Eragon menjadi penunggang naga sejati? Mungkin,
“bagaimana Eragon menjadi penyelamat?”, atau sesuatu yang lain yang akan
benar-benar menjadi titik balik perubahan karakter Eragon. Bagian-bagian ketika
Eragon dan Brom melakukan ekspedisi juga sebetulnya masih kurang dieksplorasi.
Hal tersebut berdampak pada Eragon yang masih kurang terlatih atau setidaknya
terlihat belum cukup berlatih. Kurangnya latihan Eragon berdampak pada logika
cerita filmnya karena Eragon, dengan latihan yang sangat minim, mustahil bisa
menjadi juru selamat—looking at his
background and lack of practice, it is logical to assume that he is incapable
of winning the fight. Apalagi, Eragon bukan hanya lemah secara fisik tetapi
juga lemah dalam membuat taktik.
Terdapat
banyak poin pendukung cerita lain yang seharusnya dieksplorasi tetapi masih
kurang dieksplorasi atau bahkan tidak dieksplorasi dalam Eragon. Brom
senantiasa mengingatkan Eragon untuk bergegas mencapai tempat persembunyian
kaum Varden. Apakah kaum Varden penting? Jika iya, dalam hal apa? Tentu saja
sebuah kelompok atau lokasi yang sangat penting harus benar-benar dieksplorasi.
Siapakah Arya, siapakah Durza yang sebenarnya, apa ambisi Galbatorix, dan hal-hal
penting pegikat narasi Fantasi dalam film ini masih kurang dieksplorasi.
Kurangnya eksplorasi dalam film ini, uniknya, tidak membuat Eragon sepenuhnya
tidak konsisten. Dampak terbesar dari kurangnya eksplorasi penting ini adalah
membuat narasi Eragon tampak terlalu sederhana—bahkan cenderung tipis, nyaris
tanpa kompleksitas.
03 Casting Choice and Acting
Pemilihan
aktor pemeran Eragon sudah baik, begitu pula sebagian karakter lainnya. Adapun
kekurangan dalam hal akting mereka lebih diakibatkan oleh narasinya yang kurang
logis dan kurang konsisten. Meski demikian, terdapat karakter-karakter penting
yang pemilihan aktornya belum sesuai karena tidak berhasil memberikan impresi
sesuai dengan deskripsi karakternya. Raja Galbatorix dideskripsikan, dalam film
ini, sebagai pemimpin yang kejam, sangat kuat, dan sangat menakutkan. Bahkan
penyihir kuat Durza tunduk padanya. Dari segi fisik, aktor John Malkovich tidak
berhasil memberikan impresi yang secara tegas menunjukkan deskripsi karakter
Galbatorix yang sesuai. Permasalahan ini diperburuk oleh suara Malkovich yang
kurang mengintimidasi sehingga Galbatorix dalam film ini sama sekali tidak
terlihat mengancam jika dibandingkan dengan pola karakter-karakter jahat maha
kuat dari berbagai film Fantasi. Karakter jahat yang diungkapkan di akhir film Harry Potter and
the Sorcerer’s Stone tidak terlihat
mengintimidasi karena memang sosoknya harus terlihat membaur agar tidak
dicurigai. Maka, pemilihan aktor jahat utama dalam film tersebut sudah sesuai.
Masalahnya, Galbatorix dalam Eragon sejak awal sudah digambarkan sebagai sosok
yang menakutkan dan sama sekali tidak sembunyi-sembunyi. Galbatorix memastikan
agar semua orang tahu siapa dirinya dan seberapa menakutkan dirinya. Pemilihan
aktor paman Eragon juga kurang baik karena posturnya tidak mengikuti pola
karakter-karakter sampingan yang ramah dan, dalam bahasa Jawa, dikenal dengan
istilah “nrimo” atau “nerimo” (orang yang hidup sederhana, apa adanya, dan tidak
banyak mengeluh, dalam buku The Alchemist
karya Paulo Coelho dinyatakan sebagai “maktub”).
04 Music Match
Pemilihan
musik dalam film ini sudah baik. Eragon tidak memiliki katalog musik yang
iconic seperti film-film Fantasi populer [Harry Potter theme, Narnia theme, Sound of the Shire, dan lainnya]. Meski demikian, bukan berarti musik dalam
film ini bermasalah. Musik-musik dalam Eragon sudah baik karena sudah
diperdengarkan sesuai dengan nuansa adegannya masing-masing.
05 Cinematography Match
Sinematografi
dalam film ini sudah baik. Selain menyuguhkan narasi, Eragon adalah sebuah film
yang sejak awal berniat menyuguhkan spectacle atau tontonan yang
dianggap spektakuler oleh mayoritas penonton. Bagaimana pertarungan difilmkan,
bagaimana kamera bergrak mengikuti Saphira yang mengudara, bagaimana Eragon adu
ketangkasan dengan sepupunya, dan adegan-adegan lainnya telah ditampilkan
dengan sinematografi yang baik dan menegaskan spectacle dari film ini.
06 Costume Design
Secara
umum, tidak ada keluhan dalam poin pemilihan kostum.
07 Background/Set Match
Pemilihan
latar belakang dan properti dalam film ini secara umum sudah baik. Hal ini
berkaitan erat dengan poin Efek Visual.
“There was a time when our land flourished
without fear and cruelty. A time of dragons and dragon riders. Dragons gave
their riders magical powers. No one could defeat them! Until one of their own,
a Rider named Galbatorix opposed them, and cut down any Rider who opposed him.”—Brom
08 Special and/or Practical Effects
Efek
visual Eragon sudah baik. Berbagai objek CGI sudah terlihat nyata serta menyatu
baik dengan objek-objek atau properti sungguhan. Jika dinilai menggunakan
standar 2010 ke atas, dalam beberapa adegan (khususnya ketika Eragon
menunggangi Saphira) efek komputer film ini terlihat kurang halus. Namun jika
efek visual Eragon dibandingkan dengan film-film satu angkatan, maka dapat
disimpulkan bahwa efek visual film ini sudah baik dan bertahan baik bahkan
setelah filmnya berusia lebih dari 10 tahun. Hasil presentasi film ini pun
sudah baik, termasuk pencahayaan yang baik sehingga setiap adegan pertarungan
dapat dilihat dengan jelas dan mendukung tujuan penyajian “spectacle” dari film
ini.
09 Audience Approval
Ketika
pertama kali dirilis, Eragon mendapatkan tanggapan yang secara umum negatif
dari kalangan penonton. Sebagian besar penggemar novel Eragon memberikan
respons yang negatif, begitu juga mayoritas penonton dewasa. Meski demikian,
Eragon mendapatkan tanggapan yang lebih positif dari kalangan penonton
anak-anak dan penonton yang belum pernah membaca novelnya.
Platform |
Score |
IMDb |
5.1/10 |
Rotten Tomatoes |
46% |
Metacritic |
3.5/10 |
Cinemascore |
B |
Google User |
69% |
10 Intentional
Match
Eragon
tidak berhasil memenuhi visi dari penciptnya. Dalam audio commentary yang
disertakan dalam Blu-ray filmnya, sutradara film ini dengan jelas menyatakan
bahwa film Eragon sengaja dibuat berbeda dari bukunya. Di sisi lain, Eragon
dimaksudkan untuk menjadi landasan bagi sebuah serial Fantasi yang akan
melanjutkan estafet popularitas genre Fantasi dekade 2000-an setelah The Lord of the
Rings, Harry Potter, dan Narnia.
Bukannya berhasil mengekor kesuksesan ketiga Fantasi yang sudah disebutkan,
Eragon justru menjadi titik balik permulaan menurunnya popularitas genre
Fantasi. The Golden Compass dan
film-film Narnia yang dirilis setelah
tahun 2006 tidak berhasil meraih kesuksesan yang diharapkan dan satu-satunya
seri fantasi yang kala itu masih berdiri kokoh adalah Harry Potter (meneruskan film pertama sejak 2001). Sebuah film
sangat boleh mengubah cerita dari bukunya, bahkan boleh mengubah total—Asalkan
film tersebut memberikan alternatif cerita yang sama-sama kuat (seperti
dibuktikan oleh film How to Train Your
Dragon). Keputusan tim kreatif film ini
untuk mengubah narasi bukunya sepertinya tidak disertai oleh pertimbangan yang
solid sehingga terdapat kesulitan dalam melanjutkan seri filmnya karena film
Eragon tidak bisa meneruskan narasi dari buku Eragon ke buku sekuelnya—terlalu
banyak poin cerita yang diubah dan saling bertolak belakang. Film ini
seharusnya memiliki konsep yang lebih kuat sehingga menjadi seperti How to train Your Dragon. Sekuel film
animasi tersebut, How to Train Your
Dragon 2 sama sekali sudah melepaskan diri dari serial novelnya dan sama
sekali tidak mirip dengan sekuel bukunya yakni How to be a Pirate. Kegagalan film ini menandakan bahwa Eragon
tidak berhasil memenuhi visi penciptanya dari segi artistik dan dari segi
finansial.
ADDITIONAL CONSIDERATIONS
[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi
sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun
mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan
Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak
prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]
01 Skywalker’s Schemata
Eragon
merupakan sebuah “kasus” unik, salah satu yang paling unik yang pernah saya
tangani. Saya menyukai film ini dan saya juga menyukai novelnya. Nyaris seluruh
penonton yang menyukai novel Eragon akan membenci filmnya. Namun saya pribadi
merasa terhibur ketika menyaksikan Eragon dan tidak mempermasalahkan
perbedaan-perbedaan yang ada dalam film Eragon. Saya paham betul jika sebuah
film bukanlah buku. Apabila saya menilai film menggunakan standar kesesuaiannya
dengan bukunya, maka saya harus menyatakan bahwa How to Train your Dragon adalah film yang buruk karena sangat
berbeda dari bukunya. Katakanlah jika memang Eragon memiliki narasi yang buruk,
film ini tetaplah sebuah film yang terdiri dari berbagai unsur. Bagaimana dengan
musiknya? Latar belakang? Bagaimana dengan efek visualnya? Jika memang Eragon
memiliki narasi yang buruk, hal tersebut tidak seharusnya menutupi keunggulan
tampilan visual film ini. Eragon is a
terrible book-to-film adaptation—but it sure is a fantastic, adventurous film
that will entertain you with its spectacle and fast pace.
02 Awards
Eragon
tidak mendapatkan penghargaan yang penting untuk disebutkan.
“Our beautiful lands have been ravaged by a
ruthless king, and our people live under the shadow of tyranny. [...] But it
wasn't always like this, was it? There was a time when the world lived in
peace, protected by warriors astride mighty dragons. They are nothing but
stories now - all we have is hope that a dragon will be born again, and one
will rise to lead us to freedom.”—Brom
03 Financial
Dari
dana sebesar $249 juta, Eragon berhasil menjual tiket sebesar $249 juta.
Meskipun angka tersebut tidak menunjukkan kerugian, sebenarnya film ini gagal
memenuhi ekspektasi finansial pihak studio. Penjualan DVD film ini terbilang
sukses dengan total penjualan sebesar $89 juta di wilayah Amerika saja. DVD
Eragon juga cukup populer di Indonesia. Distributor film ini di Indonesia,
Magix Eyes, melangsungkan undian berhadiah ponsel Nokia 5300 dengan kupon
khusus yang dapat diperoleh dalam setiap pembelian DVD atau VCD Eragon.
Eragon (2006) Theatrical
Performance |
||||||||||||||
Domestic Box Office |
$75,030,163 |
|||||||||||||
International Box Office |
$174,457,952 |
|||||||||||||
Worldwide Box Office |
$249,488,115 |
|||||||||||||
Home Market
Performance |
||||||||||||||
Est. Domestic DVD Sales |
$88,898,092 |
|||||||||||||
Total Est. Domestic Video Sales |
$88,898,092 |
|||||||||||||
|
04 Critics
Mayoritas
kritikus film memberikan tanggapan yang negatif untuk film ini.
05 Longevity
Eragon
tidak dapat bertahan melawan gempuran zaman. Popularitas film ini sudah redup
sejak filmnya dirilis dan memperoleh respons negatif. Penonton generasi baru
umumnya terbagi dua: mereka yang sudah pernah membaca novelnya hampir
dipastikan akan memberikan respons negatif terhadap film ini, tetapi mereka
yang belum membaca novelnya tidak jarang menyatakan menikmati film Eragon. Pada
akhirnya, jumlah suara respons negatif masih jauh lebih besar dari respons
positif. Apalagi, generasi yang di tahun 2006 masih kanak-kanak dan menyukai
Eragon, banyak yang mengaku menonton ulang Eragon saat dewasa dan berubah jadi
tidak menyukainya. Dalam forum-forum diskusi yang membahas tentang film Eragon,
hampir dipastikan isi diskusi tersebut akan memberikan respons yang negatif
terhadap narasi filmnya tanpa setidaknya memberikan apresiasi pada pencapaian
lainnya. Dalam kasus Eragon, mayoritas masyarakat seolah melupakan sebuah
kenyataan bahwa film bukanlah sebuah medium yang terdiri dari narasi saja,
tetapi dari gabungan berbagai unsur yang membentuknya menjadi sebuah film.
Final Score
Skor
Asli : 6.5
Skor
Tambahan : +1/2
Skor
Akhir : 7/10
***
Spesifikasi Optical Disc
[Cakram Film DVD/VCD/Blu-ray Disc]
Judul : Eragon
Rilis : 2007
Format : VCD [|||] Blu-ray
Disc [||]
Kode
Warna : PAL [VCD], A [Blu-ray]
Upscaling : Support Player-HDMI Upscaling [YES||NO]
[1080/60/50/24p] [for DVD and BD only]
Fitur : [Blu-ray] Trailers, audio
commentary
Support : Windows 98-10 [VLC Media Player],
DVD Player, HD DVD Player [termasuk X-Box 360], Blu-ray Player [termasuk PS 3 dan 4], 4K UHD Blu-ray Player [termasuk PS 5].
Keterangan Support:
[Support VCD, DVD, Kecuali Blu-ray dan 4K]
[Support VCD, DVD,
Termasuk Blu-ray, Kecuali 4K]
[Support Semua
Termasuk 4K]
STREAMING
iTunes: |
|
Google Play: |
***
Spesifikasi Buku
Judul : Eragon
Penulis : Christopher
Paolini
Terbit : 2004
Halaman : 568
Penerbit : Gramedia
Pustaka Utama
***
Edisi Review Singkat
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk
menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan standar
yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review Nabil
Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.
Edisi Review Singkat+PLUS
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda
Review Singkat+PLUS di
bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Juli 2021 menandakan artikel
tersebut berjumlah lebih dari 3.500 kata.
Skywalker Hunter adalah alias
dari Nabil Bakri
Keterangan Box Office dan penjualan DVD disediakan oleh The Numbers
©2006/20th Century Fox/Eragon/All Rights Reserved.
©Nabil Bakri Platinum.
Teks ini dipublikasikan dalam Nabil Bakri Platinum [https://nabilbakri.blogspot.com/] yang diverifikasi Google dan dilindungi oleh DMCA.
Nabil Bakri Platinum tidak bertanggung jawab atas konten dari
link eksternal yang ada di dalam teks ini—termasuk ketersediaan konten video
atau film yang dapat berubah sewaktu-waktu di luar kendali Nabil Bakri
Platinum.