Review Serial Alice in Borderland (2020) 今際の国のアリス Tiga Sekawan Terjebak di Dunia Game Mematikan

 

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

Review Alice in Borderland (2020) 今際の国のアリス Tiga Sekawan Terjebak di Dunia Game Mematikan

Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter

Periksa index

Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes copyrighted pictures under the doctrine of fair use.

Genre             : Fiksi Ilmiah—Thriller

Rilis                 : 10 Desember 2020

Durasi             : 41-52 menit

Episode           : 8

Sinopsis

Arisu adalah anak keluarga kaya raya yang tidak pernah melakukan apapun. Ia menghabiskan hari-harinya dengan bermain video game. Bahkan, Arisu melupakan jadwal wawancara pekerjaan yang seharusnya ia ikuti. Padahal, keluarganya sudah berusaha mencarikan pekerjaan untuknya sehingga mudah sekali bagi Arisu untuk menjadi sukses. Pada akhirnya, keluarga Arisu menyatakan bahwa mereka tidak akan membantunya lagi. Ia lantas keluar rumah dengan kesal dan meminta dua orang sahabatnya untuk bertemu. Sejak masa sekolah, Arisu bersahabat dengan Chota Segawa yang kini bekerja sebagai pakar IT di sebuah perusahaan dan Daikichi Karube yang kini bekerja sebagai pegawai bar. Mereka bertiga sama-sama sedang mengalami hal yang buruk di hari yang sama. Bertepatan ketika Arisu mendapat ketegasan dari keluarganya, Chota bertemu dengan ibunya yang fanatik dalam beragama dan lebih mendahulukan kepentingan kelompoknya yang menyimpng. Sementara itu, Karube baru saja berkelahi dengan rekan kerjanya karena Karube merebut teman wanitanya. Ketiga sahabat itu lantas bertemu dan bersenda-gurau hingga mengakibatkan kecelakaan mobil. Ketiganya melarikan diri ke dalam toilet supaya terhindar dari masalah. Tiba-tiba saja listrik padam. Mereka pun keluar dari toilet dan mendapati bahwa seluruh kota telah ditinggalkan. Tak ada satu pun manusia di Tokyo. Karube mulai merasa gelisah, namun Arisu dan Chota justru merasa gembira karena mereka bebas melakukan apapun di kota yang telah ditinggalkan.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

Saat malam tiba, mereka bertiga melihat tanda bahwa permainan akan segera dimulai. Ketiganya mengikuti petunjuk arah permainan itu. Petunjuknya mengarah ke sebuah gedung—satu-satunya bangunan yang listriknya menyala. Di dalamnya, disediakan telepon seluler untuk masing-masing pemain. Seorang wanita datang dan menjelaskan kepada mereka bahwa kini mereka telah resmi berpartisipasi dalam permainan misterius. Sekali mereka berpartisipasi dengan melewati sinar pendeteksi, mereka tidak bisa mundur atau keluar dari arena. Wanita yang bernama Saori Shibuki itu menunjukkan bahwa mereka sedang diawasi dan seluruh arena dipenuhi pendeteksi. Siapa saja yang melanggar akan langsung dibunuh menggunakan laser jarak jauh. Sesaat sebelum permainan dimulai, seorang wanita lain datang dan ikut berpartisipasi. Tidak ada dari mereka yang mengetahui apa permainannya. Setelah waktu tunggu berakhir, akhirnya diberitahukan bahwa permainan itu adalah Hidup atau Mati—sebuah permainan yang mengharuskan mereka keluar dari gedung itu dengan cara memilih pintu Hidup atau pintu Mati. Mereka harus bergegas memilih kalau tidak ingin tewas terpanggang karena begitu waktu habis, seisi ruangan akan disulut api. Karena tidak ada petunjuk yang bisa dijadikan acuan, Shibuki membuat wanita lain yakin kalau pintu Hidup adalah pintu yang mengarah ke ruangan berikutnya dengan aman. Wanita itu pun membuka pintu Hidup dan masuk ke dalamnya. Begitu ia masuk, sebuah laser menembaknya hingga tewas. Empat orang lainnya lantas bergegas masuk ke pintu Mati. Mereka harus bekerja keras melawan waktu dan pertengkaran di antara mereka untuk bisa selamat dari permainan. Karube mendesak Arisu yang merupakan seorang pecandu video game untuk memutar otaknya supaya mereka bisa selamat.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

Keempat orang itu berhasil selamat meskipun Chota mengalami luka bakar yang serius di kakinya. Setelah berhasil menyelesaikan permainan itu, mereka perlahan-lahan semakin memahami aturan permainan misterius itu. Tampaknya, mereka terdampar entah di mana—di sebuah replika kota Tokyo yang dipenuhi arena permainan yang dikelola oleh seorang Game Master. Orang-orang yang terdampar di dunia itu harus bermain secara rutin untuk mendapatkan visa. Jika visa mereka sudah habis masanya dan tidak segera ikut dalam permainan baru, maka laser misterius akan membunuh mereka. Arisu dan sahabatnya dipaksa untuk berpartisipasi dalam permainan yang semakin meningkat kesulitannya. Tidak hanya ketangkasan yang diadu dalam permainan, namun juga emosi mereka diadu. Arisu memantapkan diri untuk mencari tahu siapa dalang di balik permainan mematikan itu, permainan yang diikuti oleh banyak orang. Mereka adalah orang-orang yang bernasib sama seperti Arisu dan sahabatnya.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

Karena Chota terluka parah, Arisu dan Karube memutuskan untuk berpartisipasi dalam permainan lain untuk lebih memahami arena permainan yang bermacam-macam sekaligus mencari seorang dokter yang bisa membantu menyembuhkan Chota. Namun, mereka akhirnya menyadari bahwa permainan-permainan itu sengaja dirancang untuk membunuh mereka. Tanpa disengaja, Karube mendengar tentang keberadaan sebuah tempat bernama Beach yang diduga merupakan titik evakuasi semua orang yang diduga menghilang. Mereka pun berusaha menemukan lokasi Beach. Namun sebelumnya, mereka harus melalui permainan yang sadis. Para sahabat kehilangan sahabatnya dan menemukan sahabat baru. Arisu adalah sosok yang diandalkan oleh kedua sahabatnya untuk bisa memecahkan teka-teki yang akan membawa mereka kembali ke alam mereka yang sebenarnya.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

01 Story Logic

Dalam cerita anak-anak karangan Lewis Carroll, Alicein Wonderland yang diadaptasi menjadi sebuah animasi populer oleh Disney, dikisahkan bahwa Alice terjebak di sebuah negeri ajaib [Wonderland] dan harus bertualang di dalam Wonderland untuk menemukan jalan pulang. Alice bertemu dengan Mad Hatter si pembuat topi yang gila, Chessire Cat yang misterius, Tweedle Dee dan Tweedle Dum kembar yang mengecoh Alice untuk tinggal di Wonderland, hingga Ratu Hati yang menguasai Wonderland dan memaksa Alice untuk bermain croquet jika Alice ingin menemukan jalan pulang yang diklaim milik Ratu Hati. Sang Ratu mengendalikan pasukan kartu yang senantiasa siap menuruti perintahnya. Tampaknya, Ratu Hati adalah seorang pemimpin sadis yang gemar menghukum mati siapa saja yang membuatnya marah. Dari judulnya saja, terdapat kejelasan sumber rujukan dari seri Alice in Borderland. Perbedaannya, Borderland bukanlah Wonderland. Karena merupakan sebuah wilayah perbatasan yang bukan Jepang, maka Borderland berdiri sebagai sebuah negara yang mengharuskan pengunjungnya memiliki visa yang hanya bisa didapatkan dengan bermain permainan sadis. Setiap permainan dilambangkan dalam sebuah kartu permainan remi—Perancis yang terdiri dari 52 kartu hati, sekop, keriting, wajik, dan anggota kerajaan. Masing-masing lambang menentukan jenis permainan sedangkan angkanya menentukan tingkat kesulitan permainan. Memang tidak ada prajurit kartu yang ditakuti oleh orang-orang yang terdampar, namun simbol dan berapa angka yang muncul dari sebuah kartu permainan adalah hal yang sangat ditakuti para pemain. Seseorang yang bernama Hatter—namanya menirukan Mad Hatter dalam Alice in Wonderland—yang dulunya merupakan seorang penjual topi, menjadi pemimpin sebuah kelompok besar. Dia pun bersikap eksentrik dan “gila” sebagaimana Mad Hatter dalam kisah Alice, namun Hatter di Borderland menggunakan kegilaannya bukan untuk atraksi lucu melainkan untuk berbuat sadis. Hatter adalah orang yang menduga bahwa Borderland adalah sebuah negara misterius karena orang yang terdampar memerlukan visa layaknya berkunjung ke negara asing. Ia jugalah yang menyatakan bahwa mereka bisa kembali ke alam yang sebenarnya jika sudah mengumpulkan semua kartu dari permainan di Borderland.

Seri Netflix Alice in Borderland diangkat dari seri manga karangan Haro Aso dengan premis cerita yang sama yakni Arisu dan teman-tamannya yang terjebak di sebuah dunia “lain” yang memaksa mereka untuk ikut dalam permainan sadis jika ingin tetap hidup. Karena seri ini merupakan sebuah “Seri”, maka tentu saja memiliki keunggulan dalam hal durasi ketimbang satu film layar lebar. Keunggulan ini akan berdampak lagsung pada poin penilaian ke dua yakni konsistensi cerita. Sebelum konsistensi Alice in Borderland kita bahas, sebelumnya kita bahas logika cerita seri ini secara keseluruhan. Karena sebuah adaptasi memiliki hak untuk berbeda dari sumbernya, maka penilaian logika cerita di sini tidak akan mempermasalahkan perbedaan narasi di dalam seri Alice in Borderland dengan seri manga sumbernya. Alice in Borderland merupakan sebuah Fiksi Ilmiah yang dipadukan dengan Thriller. Sekilas, konsepnya terkesan sangat unik. Namun selain fakta bahwa cerita ini mengambil rujukan dari cerita anak-anak populer, konsep karakter yang diseret ke dalam sebuah permainan di luar kehendak mereka sebetulnya bukanlah hal baru—walaupun konsep semacam ini biasanya tidak dipakai dalam Fiksi Ilmiah melainkan dalam cerita Dystopian dan Post-Apocalyptic seperti The Hunger Games, seri Divergent, dan trilogi The Maze Runner [yang bahkan ketiganya memiliki konsep yang menyerupai cerita The Giver yang terbit tahun 1993 sementara The Giver sendiri menyerupai novel 1984 yang terbit pada 1949]. Dalam film laga populer Pradator dan sekuelnya Predator 2, sosok alien sengaja memburu orang-orang terkuat dalam sebuah permainan perburuan. Alien ini akan memancing orang-orang tersebut hingga tersudut dan membunuhnya. Dalam Alien vs Predator, konsepnya diperluas menjadi alien yang dengan sengaja menyelenggarakan permainan perburuan melawan Xenomorph. Pada tahun 2010, Predators dirilis. Meskipun Predators memiliki kualitas yang paling rendah dibandingkan pendahulunya, namun film ini memberikan konsep manusia yang “dipilih” untuk dibawa ke “dunia lain” dan dipaksa bermain dalam ajang perburuan. Para alien tampaknya sangat menikmati permainan ini, bahkan jika mereka mengalami kekalahan. Lebih lanjut lagi, pada tahun 2011 dirilis film Horror The Cabin in the Woods yang konsepnya sangat mirip dengan Alice in Borderland.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

Dalam tiga episode pertama, sebenarnya konsep Alice in Borderland memiliki keunikan yang tidak ada pada karya-karya yang sudah tayang dan populer sebelumnya. Bahkan, penggabungan konsep Alice in Wonderland dengan Thriller ala Dystopian dan Post-Apocalyptic yang sarat akan kekerasan merupakan sebuah hal yang tergolong baru. Namun seiring berjalannya cerita di paruh ke dua seri ini, konsepnya mulai terlihat mainstream karena menyerupai karya-karya populer sebelumnya. Hal yang perlu dicatat adalah logika cerita yang dibangun dengan baik di paruh pertama seri ini, perlahan-lahan berguguran dan menjadi semakin tidak masuk akal. Aturan-aturan dalam Borderland menjadi semakin rancu dan terkesan tidak sesuai dengan penggambaran awalnya. Jika diamati lebih teliti, ternyata hal-hal tidak logis sudah muncul sejak awal seri dimulai. Pertama, Arisu dan teman-temannya secara kebetulan bertemu dengan Saori Shibuki yang kebetulan sudah lebih dulu berada di Borderland. Kebetulan Shibuki muncul sehingga ia bisa memberi tahu Arisu dan teman-temannya bahwa arena permainan dijaga ketat dan mereka dibidik dengan laser. Kemudian, kebetulan sekali seorang gadis lain muncul dan dapat dijadikan korban dalam permaian [collateral damage—sacrifice]. Setelah Arisu dan temannya memenangkan permainan, kebetulan sekali seorang lelaki tua yang putus asa muncul dan menggerutu dengan keras yang intinya memberi tahu Arisu dan yang lain bahwa dirinya sudah berkali-kali menang dan tak peduli berapa kali permainan dimenangkan, mereka tetap tidak akan bisa keluar dari Borderland. Lelaki itu juga menyatakan bahwa visa miliknya telah berakhir dan ia sengaja tidak mau memperpanjangnya dengan bermain. Akhirnya, lelaki itu ditembak mati dengan laser misterius di hadapan Arisu. Waktu dan cara poin-poin ini diceritakan terlalu mengarah pada kebetulan sehingga pada dasarnya tidak masuk akal.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

Detil-detil yang merupakan aksi dan reaksi para karakter dalam film ini juga banyak yang tidak masuk akal terutama pada episode 4 hingga selesai. Arisu yang digambarkan sebagai seorang jenius dalam game tiba-tiba saja menjadi orang yang tidak berdaya bahkan cenderung “tidak becus” dalam menyelesaikan permainan lainnya. Hal ini tidak hanya menjadikan ceritanya kurang konsisten, tetapi juga kurang logis. Arisu bahkan dengan mudahnya dimanipulasi oleh karakter bernama Shuntarō Chishiya. Dalam episode terakhir, tenggat waktu permainan yang semakin menipis bukannya disiasati dengan respons yang tepat yakni para pemain segera menyelesaikan permainan, namun justru diisi dengan adegan ceramah perbincangan dari hati ke hati antara Arisu dengan pemimpin militan bernama Aguni Morizono. Dengan demikian, keseriusan logika Alice in Borderland turun secara drastis menjadi seperti sebuah episode dalam seri anime Naruto yang satu adegan pertarungan bisa menghabiskan beberapa episode hanya untuk bicara dan melihat ke masa lalu [flashback]. Sebagai sebuah Thriller, Alice in Borderland berhasil mengikuti standar Thriller dengan sangat baik sehingga logis sesuai genrenya. Namun, sisi Fiksi Ilmiah dalam seri ini kurang digali dan justru mendekati genre Dystopian atau Post-Apocalyptic—padahal Alice in Borderland bukanlah Dystopian atau Post-Apocalyptic [setidaknya untuk Season 1]. Detil-detil tidak masuk akal dalam seri ini sebetulnya tidak terlalu memengaruhi logika ceritanya secara umum karena masih bisa diikuti dengan baik. Namun, kekurangan ini berdampak langsung pada konsistensi cerita yang kita bahas dalam poin berikutnya.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

02 Story Consistency

Alur cerita Alice in Borderland kurang konsisten. Poin inkonsistensi seri ini terdapat pada sifat tokoh-tokoh kuncinya, penggambaran situasi Borderland, dan atura-aturan di dalam Borderland. Sifat karakter-karakter dalam film ini terlalu sering berubah-ubah tanpa penjelasan yang masuk akal [melalui proses yang wajar sehingga perubahan tersebut dapat dimaklumi]. Selama hidup di Jepang, Arisu menghabiskan waktu bermain video game. Maka, permainan yang memerlukan ketangkasan otak adalah keahliannya. Dengan demikian, tidak mengherankan jika Arisu berhasil memecahkan teka-teki untuk memenangkan permainan pertamanya. Singkatnya, Arisu dalam episode pertama digambarkan sebagai Sherlock Holmes dalam dunia permainan. Apakah tidak berlebihan menyebut Arisu sebagai Sherlock Holmes dunia permainan? Tentu saja tidak. Buktinya, ia mampu memecahkan teka-teki dari mengingat adanya sebuah sedan yang diparkir di depan gedung. Tidak hanya itu, ia tahu betul model sedan itu beserta dimensi/ukurannya. Ingatannya juga digambarkan sangat tajam. Namun keahliannya ini sering hilang secara tiba-tiba lalu muncul lagi secara tiba-tiba pula. Kemampuan seorang karakter boleh saja berubah-ubah, namun seharusnya melalui proses narasi yang alami sehingga perubahannya dapat dimaklumi. Misalnya, Arisu kehilangan orang-orang terdekatnya. Kejadian itu membuatnya terkejut dan mengalami trauma sehingga ia tidak dapat lagi berpikir setajam sebelumnya karena setiap berpikir ia akan teringat kejadian mengerikan yang menimpa orang terdekatnya. Namun hal ini tidak dieksplorasi dalam Alice in Borderland. Padahal, sahabat Arisu mengandalkannya sebagai “otak” dari tim mereka—Karube bahkan menyatakan bahwa orang yang punya kesempatan paling besar untuk keluar dari Borderland hidup-hidup adalah Arisu. Namun tindakan-tindakan Arisu setelahnya membuat pernyataan Karube nyaris tidak ada artinya.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

Dalam episode pertama, Alice in Borderland berhasil memberikan kontras yang sangat tegas antara Tokyo yang sebenarnya dengan Tokyo versi Borderland. Penggambaran ini serupa dengan kesendirian yang digambarkan dalam film I Am Legend. Namun ternyata kawasan itu sebenarnya penuh dengan manusia lain. Ceritanya menjadi kurang logis dan kurang konsisten karena wilayah Arisu “terdampar” sangatlah sepi seolah tidak ada manusia lain padahal sebetulnya ada banyak orang. Untuk membuat ceritanya lebih masuk akal dan konsisten, bisa saja wilayah Arisu terdampar tetap digambarkan sebagai wilayah yang sepi namun Arisu dan sahabatnya menjelajah wilayah-wilayah di Borderland dan menemukan titik-titik padat penduduk. Pemaparan ini membuat nuansa cerita antar episode dalam Alice in Borderland menjadi kurang konsisten.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

Fokus cerita seri ini juga banyak melalui percabangan. Memang, sebagai sebuah seri, Alice in Borderland memiliki keunggulan berupa waktu yang lebih fleksibel untuk mengeksplorasi berbagai hal. Namun bukannya mengeksplorasi poin narasi yang penting untuk mendukung jalannya cerita atau memperkuat latar belakang dunia Borderland, seri ini malah menghabiskan waktu menceritakan masa lalu karakternya—dan bukan karakter yang akan berperan penting dalam episode selanjutnya, melainkan karakter yang akan segera tewas sehingga kisah masa lalunya sama sekali tdak memengaruhi jalannya cerita. Bahkan, seri ini masih sempat menceritakan proses seorang karakternya bertransformasi dari laki-laki menjadi perempuan [transgender] padahal tidak ada signifikansinya pada keseluruhan cerita. Beberapa kalangan mungkin memuji narasi transgender ini sebagai bagian representasi yang positif [progressive]. Namun, hal itu mencederai gerakan perempuan [regressive] karena toh karakternya bisa memiliki kekuatan yang luar biasa karena dia sejatinya adalah seorang laki-laki yang mana segala bentuk operasi tidak dapat menghilangkan jejak kodrat lelaki secara seratus persen. Hal yang memperparah kekurangan ini adalah kenyataan bahwa cerita-cerita masa lalu diungkapkan di momen-momen paling genting dalam keseluruhan narasi Alice in Borderland. Lagipula pertanyaan “Kenapa perempuan cantik itu sangat kuat?” tidak memuaskan jika dijawab, “Oh, karena dia sebetulnya laki-laki.” Akan lebih baik, masuk akal, dan memuaskan jika karakternya digambarkan seperti Beatrice Kiddo dalam Kill Bill atau Sarah Connor dalam Terminator II Judgement Day.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

03 Casting Choice and Acting

Para aktor yang dipilih telah mampu menghidupkan karakter mereka dengan baik.

04 Music Match

Tidak ada keluhan di pemilihan musik. Soundtrack film ini tidak terkesan “tidak pada tempatnya”. Meski demikian, tidak ada musik yang istimewa atau stands-out sebagai signature tersendiri dalam Alice in Borderland.

05 Cinematography Match

Sinematografi dalam seri ini sudah baik. Pengambilan gambar kota yang ditinggalkan telah berhasil memberikan kontras pada kota yang padat sebelum Arisu dan sahabatnya terjebak di Borderland. Dengan demikian, sinematografi dalam film ini tidak hanya baik secara estetika tetapi juga efektif karena mendukung jalannya cerita dengan menggunakan visual.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

06 Costume Design

Tidak ada keluhan dalam poin pemilihan kostum.

07 Background/Set Match

Tidak ada keluhan dalam pemilihan latar belakang. Berbagai adegan dalam film ini ditampilkan menggunakan efek komputer. Maka, poin ini berkaitan erat dengan poin berikutnya.

08 Special and/or Practical Effects

Efek komputer dalam seri ini sudah baik. Tampilan kota yang ditinggalkan telah mampu direplikasi menggunakan komputer dengan sangat baik sehingga tampak nyata. Kekurangan efek komputer dalam film ini sama dengan banyak film kekerasan penuh darah lainnya yakni efek darah yang kurang nyata mulai dari semburat darah akibat luka serius hingga cipratannya di latar belakang. Namun, cipratan darah semacam ini dapat diklaim sebagai pilihan artistik. Maka secara umum efek komputer yang mencakup hasil akhir dan format presentasi seri ini sudah baik.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

09 Audience Approval

Mayoritas penonton memberikan tanggapan yang positif untuk seri ini.

10 Intentional Match

Seri ini telah memenuhi niatan penciptanya dari segi artistik. Alice in Borderland dimaksudkan untuk menjadi sebuah seri yang unik dan kuat dari segi cerita namun tetap memukau dari segi visual. Seri ini digarap dengan konsep “satu film yang sangat panjang”. Hasil akhir Alice in Wonderland, dilihat dari penilaian kritikus dan kesembilan poin sebelumnya, tampak jelas telah memenuhi harapan dari segi penyajian visual dan cerita menegangkan dalam genre Thriller. Seri ini juga telah tampil dengan seamless seperti sebuah film yang panjang. Namun, seri ini belum berhasil memenuhi harapan dari segi narasi yang sudah kuat di separuh bagian seri, tetapi mulai semakin tidak konsisten di separuh terakhir.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

ADDITIONAL CONSIDERATIONS

[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]

01 Skywalker’s Schemata

Saya mendapat cukup banyak pertanyaan tentang seri ini di awal 2021. Beberapa pengguna media sosial menanyakan pendapat saya tentang seri ini. Namun, pada waktu itu saya belum berkesempatan menonton seri ini sehingga tidak bisa segera memberikan jawaban. Namun melihat dari banyaknya pertanyaan dan populernya seri ini, saya jadi berharap banyak pada seri ini. Apalagi, sebelumnya saya mengalami hal serupa untuk drama Korea Start-Up dan pada akhirya saya akui bahwa drama itu memang bagus. Dua episode pertama Alice in Borderland berhasil memukau saya dalam hal narasi dan visual. Sisanya berhasil memukau secara visual dan aksi, namun mengecewakan dalam hal narasi. Dari poin penilaian sebelumnya, jelas sekali bahwa logika dan konsistensi seri ini kurang baik. Tetapi sebuah karya tetap bisa menyenangkan dan baik meskipun tidak logis dan tidak konsisten. Itu karena sebuah seri atau film memiliki banyak aspek lain di luar konsep dan ceritanya. Saya tidak begitu menyukai seri ini bukan semata-mata karena logika dan konsistensinya buruk, tetapi lebih kepada rasa kesia-siaan melihat potensi besar nan unik yang tidak dieksplorasi untuk dieksekusi.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

Saya tidak menyukai konsep “berikan misteri sekarang, kita lanjutkan tahun depan”. Konsep yang saya sukai adalah, “saya beri tahu tentang universe ini, kalau tertarik mari kita dalami di season berikutnya” sehingga saya peduli dengan karakter-karakternya dan ingin tahu bagaimana kelanjutan ceritanya. Dalam film The Matrix, misalnya, tidak ada penjelasan soal The Architect dan Zion hanya dijelaskan dari cerita singkat pengalaman beberapa tokohnya. Namun, The Matrix tetap kuat berdiri sebagai sebuah film yang utuh dengan cerita yang utuh. Jika saya ingin mengeksplorasi dunia The Matrix lebih lanjut, saya bisa menyaksikan sekuelnya. Hal yang sama terjadi berulang pada film-film dengan sekuel yang sukses misalnya The Godfather [dan The Godfather Part II], Alien [dengan Aliens], dan Terminator [dengan Terminator II]. Bahkan, film yang sengaja menggoda [tease] penonton dengan sekuel seperti kemunculan Presiden Snow di akhir The Hunger Games dan kemunculan Victoria di akhir Twilight, tetap telah membentuk sebuah cerita yang utuh. Apabila adegan Presiden Snow dan Victoria itu dihilangkan, maka cerita filmnya dapat dikatakan telah selesai.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

Alice in Borderland memiliki keunggulan di atas contoh film-film yang telah saya sebutkan: waktu. Karena merupakan sebuah seri, Alice in Borderland memiliki keleluasaan untuk menjelaskan mengenai universe-nya sendiri. Menurut saya, hal ini sangat penting dijelaskan terlebih dahulu agar penonton tahu betul siapa yang sedang dihadapi oleh tokoh utama dan apa konsekuensinya jika tokoh utama mengalami kegagalan. Fakta bahwa Alice in Borderland merupakan sebuah seri membuat penceritaan latar belakang semakin penting. Itu karena tidak ada jaminan sebuah seri akan dibuat kelanjutannya. Berapa banyak seri yang harus berhenti di tengah jalan karena berhenti diproduksi? Inilah kenapa saya sebetulnya menghindari seri [khususnya yang belum tamat] yang bagi saya sama saja dengan sinetron [soap operas, telenovelas]. Saya lebih menyukai film atau seri yang alur ceritanya sudah dikonsep dari awal sehingga bagian akhir ceritanya sudah jelas konsepnya. Tinggal nanti apakah penciptanya mau melanjutkan sebuah sekuel atau tidak. Namun terlepas dari penilain negati saya, harus saya akui bahwa saya merasa terhibur menonton seri ini. Alice in Borderland merupakan sebuah seri yang jika ditanya, akan saya rekomendasikan. Sajian visual dan adegan-adegan aksi di dalamnya saja sudah sangat seru untuk disimak. Penggemar cerita Dystopian dan Post Apocalyptic kemungkinan besar akan menyukai seri ini—meskipun keduanya bukanlah genre Alice in Borderland. Penggemar cerita Thriller penuh suspense dan kekerasan juga akan menyukai seri ini karena memang itu adalah salah satu nilai jual terkuat seri ini. Secara umum, saya merasa terhibur menonton Alice in Borderland hanya saja kurang puas dengan narasinya. Still, go watch it, it’s fun!

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

02 Awards

Sampai artikel ini dirilis, belum ada penghargaan yang penting untuk disebutkan.

03 Financial

Hingga Januari 2021, Variety mengabarkan bahwa Alice in Borderland telah ditonton oleh 18 juta pengguna. Tentu saja karena Alice in Borderland adalah sebuah seri streaming, cukup sulit menentukan berapa besaran penghasilan seri ini dibandingkan dengan biaya pembuatannya. Namun fakta bahwa seri ini lantas dilanjutkan ke Season 2 menunjukkan bahwa seri ini menguntungkan secara finansial.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

04 Critics

Mayoritas kritikus memberikan tanggapan positif secara keseluruhan untuk seri ini dengan memberikan catatan negatif untuk narasinya.

05 Longevity

[Pending—karya masih berusia di bawah 10 tahun]

Final Score

Skor Asli                     : 8.5

Skor Tambahan           : -1.5

Skor Akhir                  : 7/10

***

Edisi Review Singkat+PLUS

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.

Skywalker Hunter adalah alias dari Nabil Bakri

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.

©2020/Robot Communications Inc./Netflix/Alice in Borderland/All Rights Reserved.