Review Film Vivarium (2019/2020)

Vertigo Releasing/XYZ Company/2019/2020/all rights reserved.

Review Film Vivarium

Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter

Periksa index

Genre             : Fiksi Ilmiah—Horror

Rilis                 : 18 Mei 2019 [Rilis di Cannes Film Festival]/27 Maret 2020 [Rilis umum]

Episode           : -

Sinopsis

Gemma yang bekerja sebagai seorang guru, menjelaskan kepada salah satu muridnya yang mengamati anak-anak burung yang tewas bahwa itu adalah hal yang wajar. Anak-anak burung itu kemungkinan dibunuh oleh anak burung kukuk [cuckoo bird]. Hal itu terjadi karena secara alamiah burung kukuk akan bertelur di sarang burung lain. Anak kukuk yang menetas akan mendorong telur lain atau anak burung lain keluar dari sarang dengan sengaja supaya mereka tewas dan induk “angkat”nya bisa mengurus si kukuk sepenuhnya.

Bicara soal bersarang, Gemma dan pacarnya, Tom, sedang mencari rumah untuk mereka tempati bersama. Mereka pun pergi ke agen pengembang perumahan Yonder dan disambut oleh pegawainya yang bernama Martin. Meskipun Martin bertingkah aneh dan mencurigakan, ia berbaik hati mengantarkan Gemma dan Tom ke kompleks perumahan Yonder yang baru saja selesai dan siap huni. Martin mengantar mereka ke rumah nomor 9. Rumah itu sangat bagus dan rupanya sama persis dengan rumah lainnya di seluruh kompleks. Sembari melihat-lihat sekeliling rumah, Gemma dan Tom berniat menanyakan kepada Martin kapan rumah di kompleks itu bisa dihuni karena belum ada satu pun rumah yang berpenghuni. Padahal, Martin bilang kalau perumahan itu sudah hampir terjual semua. Namun saat hendak menanyakan hal tersebut, Martin sudah menghilang.

Vertigo Releasing/XYZ Company/2019/2020/all rights reserved

Gemma dan Tom kemudian memacu mobil mereka keluar dari kompleks. Anehnya, mereka sedari tadi hanya berputar-putar dan tidak bisa menemukan jalan keluar. Setiap belokan yang mereka ambil akan membawa mereka kembali ke rumah nomor 9. Seluruh rumah di kompleks itu desainnya sama persis, sehingga bisa sangat membingungkan dan menjadi seperti labirin. Semakin mereka berusaha keluar, semakin banyak hal aneh yang terjadi. Sampai akhirnya sebuah kotak datang secara misterius. Kotak itu berisi bayi dan pesan yang menyatakan bahwa mereka berdua harus mengurus bayi itu jika mau dibebaskan. Mereka pun tak punya pilihan selain merawat dan membesarkan anak itu. Semakin lama mereka terjebak di dalam kompleks perumahan Yonder, mereka semakin tertekan dan harus melihat hal-hal aneh yang senantiasa terjadi. Tom yang merupakan seorang penata kebun bersikeras kabur dengan cara menggali lubang sementara Gemma merasa usaha itu sia-sia dan hanya membuat Tom semakin lemah secara fisik. Dan benar saja, siksaan mental yang cukup lama membuat pasangan itu semakin lemah dan tidak kuat lagi menjalani “masa tahanan” mereka di dalam Yonder, perumahan paling sempurnya dan paling nyaman sesuai untuk keluarga—begitulah iklan dari Yonder yang sebetulnya menyimpan rahasia besar yang mengerikan.

Vertigo Releasing/XYZ Company/2019/2020/all rights reserved

01 Story Logic

Jantung film Vivarium adalah fiksi ilmiah yang kemudian mengambil sub genre Horror. Film ini memang tidak langsung menampilkan kepada penonton bahwa dirinya adalah sebuah fiksi ilmiah—lebih langsung mengarah ke horror—namun seiring berjalannya durasi, akan tampak jelas bahwa ini memang sebuah fiksi ilmiah. Pembuatan perumahan Yonder bukanlah hasil rekayasa makhluk halus, melainkan dibuat dengan teknologi canggih. Konsepnya pun sebetulnya meniru konsep burung kukuk yang menitipkan telur mereka sembarangan sehingga membuat burung lain rugi besar dan kewalahan [Gemma dan Tom “dipaksa” merawat bayi yang bukan anak kandung mereka]. Konsep ini adalah konsep ilmiah karena burung kukuk sudah sering ditampilkan oleh BBC atau National Geographic dalam melancarkan aksinya. Dan memang, aksi mereka kelihatan sangat kejam—namun mengenaskan karena itu semua alami. Karena memiliki konsep ilmiah yang mencekam, sudah tepat jika film ini mengambil sub genre horror. Perpaduan keduanya dengan berhasil membuat penonton ikut merasakan depresi dari kedua tokoh utamanya.

Vertigo Releasing/XYZ Company/2019/2020/all rights reserved

02 Story Consistency

Jalan cerita dalam film ini sudah konsisten. Tidak ada unsur tambahan yang membelokkan dari fokus cerita karena konsep untuk membuat penonton ikut merasakan depresi haruslah rekaman yang terpusat kepada kedua karakter dan tidak melihat ke karakter lain [kita senantiasa khawatir dan tertekan karena kita tidak tahu ada apa di luar sana, yang senantiasa mengintai, kita tahu ada sesuatu di sana, tapi ketidaktahuan akan apa yang mengancam kita itu bisa membuat tertekan]—padahal pada bagian akhir diketahui bahwa Gemma dan Tom bukanlah satu-satunya korban mekanisme burung kukuk ini. Meskipun bukan sebuah film found footage, Vivarium berhasil menegaskan perasaan tertekan pada penonton seperti dalam film The Blair Witch Project karena benar-benar berpusat pada karakter kunci saja.

03 Casting Choice and Acting

Tidak ada keluhan dalam poin ini. Tom diperankan oleh Jesse Eisenberg yang sudah diakui kemampuan aktingnya lewat film The Social Network, Now You See Me, bahkan sebagai pengisi suara dalam animasi Rio dan sekuelnya. Gemma diperankan oleh Imogen Poots yang mengawali karier dalam V for Vendetta dan 28 Days Later.

Vertigo Releasing/XYZ Company/2019/2020/all rights reserved

04 Music Match

Tidak ada keluhan di pemilihan musik. Penggunaan musik dalam film ini berhasil menambah kesan tertekan pada filmnya karena tidak terlalu mencolok. Jika melihat ke Blair Witch Project, ketiadaan musik ternyata mampu membuat penonton merasa lebih tertekan.

05 Cinematography Match

Tidak ada keluhan dalam poin sinematografi. Film ini menampilkan bentang perumahan Yonder yang sebetulnya desain rumahnya sudah bagus, tapi luasnya seolah tak terbatas dan semua rumah bentuknya sama persis. Maka, penampilan rumah sama tak terhingga itu sama saja dengan penampilan ruang kosong berwarna putih [seperti Squidward yang terjebak di ruang hampa sendirian—ke manapun si karakter pergi, hanya ada hamparan warna putih tak hingga. Bedanya di Vivarium, bukannya ruang hampa berwarna putih, tapi hamparan rumah serupa yang tak hingga, ke manapun karakter pergi hanya ada hamparan rumah berwarna hijau tak hingga—berisi tapi hampa].

Vertigo Releasing/XYZ Company/2019/2020/all rights reserved

06 Costume Design

Tidak ada keluhan dalam poin pemilihan kostum. Hal yang menarik adalah, Tom dan Gemma selalu mendapat “suplai” pakaian bergaya santai sehari-hari, sedangkan si anak yang mereka urus selalu mendapatkan pakaian rapih dan lebih bagus.

07 Background/Set Match

Tidak ada keluhan dalam pemilihan latar belakang.

08 Special and/or Practical Effects

Tidak ada keluhan dalam penggunaan efek komputer.

09 Audience Approval

Film ini sangat lemah dalam hal distribusi, sehingga hanya menjamah sedikit segmen penonton. Maka, tidak begitu banyak pihak yang mengunggah respon mereka terhadap film ini. Meski demikian, respon penonton cenderung positif dan tidak ada keluhan yang terlalu besar terhadap kualitas filmnya. Banyak keluhan yang berbunyi soal perasaan tertekan dan penonton tidak menyukai hal itu, namun tanggapan yang demikian sama saja dengan penonton yang protes merasa takut setelah menonton Evil Dead, sehingga tidak bisa dikatakan sebagai keluhan yang valid.

Vertigo Releasing/XYZ Company/2019/2020/all rights reserved

10 Intentional Match

Film ini dimaksudkan untuk menjadi sebuah fiksi ilmiah yang menantang persepsi kita soal alam dan soal baik-buruk sebuah kejadian. Jelas sekali film ini mengambil konsep burung Kukuk yang “kejam” tapi toh nyatanya itu adalah hal yang lumrah dan sesuai hukum alam. Jika konsep semacam ini dilimpahkan ke manusia, apakah manusia bisa menerima begitu saja hanya karena itu adalah hal yang alamiah? Maukah manusia menjadi pengasuh untuk anak makhluk lain dan dibuat kewalahan serta depresi sampai ada kemungkinan bisa meninggal dunia? Tapi bagaimana manusia itu bisa komplain kalau itu semua alami? Burung kukuk bisa berbuat sedemikian “kejam” selain karena ia memang didesain seperti itu oleh alam, ia juga memiliki ukuran yang lebih besar dari korban-korbannya dan lebih pintar karena menaruh satu telur di setiap sarang yang berbeda—menjadikan kukuk parasit yang hakiki. Namun kita bisa apa kalau itu alami? Dibaliknya peran ini ke manusia vs “Manusia Lain” yang lebih dominan, lebih canggih, dan lebih cerdas, dimaksudkan untuk membuat penonton ikut meraka tertekan, merasakan depresi seperti yang dirasakan oleh tokoh utamanya. Dan, niatan ini telah dicapai oleh Vivarium.

ADDITIONAL CONSIDERATIONS

[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]

01 Skywalker’s Schemata

Film ini mampu menarik perhatian saya sejak awal dengan menyertakan cuplikan burung kukuk yang “membunuh” saudara angkatnya. Saya langsung teringat dokumenter BBC Life Story yang dibuat dengan sangat bagus dan salah satu segmennya memperlihatkan “kekejaman” ini. “Kejam” di sini berbeda dengan “kejam”-nya karnivora memakan herbivora atau seekor jantan Alpha membunuh Nemesis atau musuh bebuyutannya beserta keturunannya demi mempertahankan kekuasaannya dan menjamin masa depan anak-anaknya. “Kejam” dalam kasus kukuk sifatnya mengenaskan dan sangat ironis karena para orang-tua tanpa sadar telah membesarkan anak asing yang telah membunuh anak-anak mereka yang asli [mengingatkan juga pada film The Omen yang mencekam]. Selama film ini berjalan, saya terus berusaha menebak-nebak, “Ada apa ini sebenarnya?” dan saya ikut merasa tertekan seperti tokoh utamnya. Ketika mereka emosi, saya bisa ikut merasakan amarah dan gemas, ketika mereka bosan, saya bisa merasakan kebosanan, dan ketika otak mereka seperti diperas karena depresi, saya juga merasakan depresi. Meskipun teknik memengaruhi pikiran penonton bukanlah hal baru, tapi konsep menjadikan manusia sebagai korban burung kukuk dan menjadikan pengorbanan manusia sebagai hal yang wajar menjadi hal yang sangat menarik dan tergolong baru. Maka, saya menganggap Vivarium adalah sebuah film yang menarik bukan sebatas untuk “disaksikan”, tapi untuk “[seolah-olah] dialami”.

Vertigo Releasing/XYZ Company/2019/2020/all rights reserved

02 Awards

Untuk sebuah film yang memiliki logika cerita dan konsistensi yang sesuai, teknis perfilman yang sesuai, dan tanggapan penonton yang positif, film ini sayangnya tetap tidak mampu menarik minat kelompok profesional yang menghargai Vivarium dengan piala. Kategori Awards dalam skema skor Skywalker sebetulnya bukan soal “piala” itu sendiri, tapi soal “professional recognition” atau “pengakuan” yang resmi dari pihak professional sehingga mengukuhkan posisi Vivarium sebagai film yang benar-benar bagus. Entah karena distribusi yang kurang atau persaingan yang terlalu ketat, film ini tidak mendapat pengakuan yang semestinya meskipun filmnya sendiri tergolong bagus. Maka, saya menggunakan poin ini untuk menguragi satu poin total Vivarium.

03 Financial

Film ini pertama kali dirilis pada pertengahan 2019, jadi sebelum pandemi COVID-19 memaksa bioskop untuk tutup. Namun, karena berbagai alasan, film ini baru dirilis kepada publik pada Maret 2020 di momen puncak pengadaan Lockdown di seluruh dunia. Jika melihat ke belakang, bisa dibilang film ini membuang potensi dengan jadwal rilis yang memili jarak terlalu panjang, entah karena alasan apa. Dengan demikian, saya sekali lagi mengurangi poin Vivarium dengan menggunakan pertimbangan kegagalan Vivarium karena dari dana $4 juta, hanya mampu meraih pendapatan $430 RIBU. Padahal jika marketing dan pendistribusian film ini bisa lebih rapih, besar kemungkinan film ini mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

04 Critics

Mayoritas kritikus membeikan tanggapan positif.

05 Longevity

[Pending—karya masih berusia di bawah 10 tahun]

Final Score

Skor Asli                     : 10/10

Skor Tambahan           : -2

Skor Akhir                  : 8/10

Vivarium adalah sebuah Fiksi Ilmiah-Horror yang berhasil menyajikan konsep baru dari inspirasi yang sederhana tentang parasit di alam sekitar kita dengan membalik konsepnya kepada manusia. Film ini berhasil mempertontonkan rasa tertekan para tokoh yang kemungkinan besar juga dirasakan oleh para induk burung korban perilaku burung kukuk. Dalam dokumenter apik Life Story, narator Sir David Attenborough menceritakan betapa induk burung kebingungan karena anak mereka tumbuh lebih cepat, ukurannya jauh lebih besar, nafsu makannya lebih banyak, lebih berisik, membuat mereka sangat kewalahan. Film ini berhasil menempatkan penonton di posisi yang serupa dan membuat penonton masuk dalam simulasi seolah-olah menjalani apa yang dijalani oleh tokoh utama dan oleh para induk burung korban burung kukuk—perasaan bingung dan tertekan. Karenanya, film ini sangat menarik untuk disimak dengan catatan kita perlu memaklumi dampak dari film ini sesuai genrenya [kita merasa tertekan karena memang itulah tujuan filmnya, sama halnya kita menangis menonton adegan sedih karena memang adegan itu dibuat supaya penonton meneteskan air mata].

***

Edisi Review Singkat

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.

©Nabil Bakri Platinum.

Teks ini dipublikasikan dalam Nabil Bakri Platinum [https://nabilbakri.blogspot.com/] yang diverifikasi Google dan dilindungi oleh DMCA.

Nabil Bakri Platinum tidak bertanggung jawab atas konten dari link eksternal yang ada di dalam teks ini—termasuk ketersediaan konten video atau film yang dapat berubah sewaktu-waktu di luar kendali Nabil Bakri Platinum.