Review Film The King and I (1956) Ketika Guru Eropa Mengajar di Istana Thailand [Shall We Dance?]

 

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

Review The King and I (1956) Ketika Guru Eropa Mengajar di Istana Thailand [Shall We Dance?]

Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter

“Why are you so blind; have you no eyes to see? King tries impossible task—wishing to be scientific man who know all modern things... He will only tear himself in two, trying to be something he can never be!”—Kralahome

Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes copyrighted pictures under the doctrine of fair use.

Genre             : Drama Musikal

Rilis                 : 28 Juni 1956

Durasi             : 144 menit

Sutradara       : Walter Lang

Pemeran         : Deborah Kerr, Yul Brynner, Rita Moreno, Martin Benson, Rex Thompson

Episode           : -

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

Sinopsis

Anna Leonowens dan anak laki-lakinya, Louis, tiba di Siam pada tahun 1862 dan disambut oleh Prime Minister Kralahome. Anna telah menerima tawaran kerja sebagai guru kerajaan Siam. Ia akan mengajar anak-anak Raja Mongkut of Siam. Sebelum diantar menuju istana, Anna menuntut janji Raja kepada Kralahome bahwa dirinya akan diberi sebuah rumah di luar istana. Namun, Kralahome menjelaskan bahwa Raja ingin Anna tinggal di istana dan sama sekali tidak menyebut soal fasilitas berupa rumah di luar istana. Karena Kralahome menolak untuk menyampaikan keluhan Anna, wanita itu bersikeras untuk menyampaikannya sendiri langsung kepada Raja Mongkut. Di Siam, Raja adalah sosok yang sangat dihormati dan tidak sembarangan orang bisa bertemu apalagi berbicara dengannya. Menurut Kralahome, Anna harus mengikuti jadwal kerja Raja Mongkut jika ingin menemuinya. Sayangnya, jam kerja Raja Mongkut sudah usai dan Anna diminta untuk menunggu sampai besok. Namun, Anna sudah tidak bisa menunggu lagi dan langsung menghampiri Raja Mongkut. Dengan tegas ia menuntut janji Raja untuk memberinya sebuah rumah di luar istana. Sang Raja telah melupakan janjinya dan memaksa Anna untuk tinggal di istana. Akibatnya, Anna memutuskan untuk menolak tawaran kerja sebagai guru dan kembali ke Inggris. Sebelum Anna meninggalkan istana, Raja Mongkut memperkenalkan Anna kepada 15 anaknya—para puteri dan pangeran Siam. Sang Raja terlihat sangat bangga kepada anak tertuanya, Pangeran Chulalongkorn, yang masih berusia remaja. Melihat antusiasme para puteri dan pangeran, Anna bersedia menjadi guru di istana sampai rumah yang dijanjikan untuknya siap.

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

Ketika hendak menata barang-barangnya, kamar Anna dipenuhi oleh Permaisuri dan para selir Raja. Mereka penasaran dengan benda-benda asing dari Eropa dan mengira bahwa gaun Anna yang membulat adalah gaun yang sesuai dengan bentuk tubuhnya. Para selir kemudian merasa tertarik dengan foto suami Anna, Thomas, yang telah meninggal dunia. Anna kemudian menceritakan kisah cintanya melalui sebuah lagu kepada para selir. Walau Anna tidak menyukai sikap Raja Mongkut—begitu juga sebaliknya—Anna mulai mengajari para puteri dan pangeran tentang dunia dan bahasa. Ia menjelaskan bahwa Siam bukanlah pusat dari dunia dan Siam hanyalah satu bagian kecil dari bumi. Ketika Pangeran Chulalongkorn merasa tersinggung dengan pernyataan Anna, wanita itu menjelaskan bahwa Inggris bahkan berukuran lebih kecil dari Siam. Usai mengajar, Anna bertemu dengan Lun Tha. Ia adalah lelaki yang mengantarkan “hadiah” dari Burma [Myanmar] kepada Raja Mongkut. Hadiah itu berupa seorang gadis bernama Tuptim yang akan menjadi selir terbaru Raja. Lun Tha bercerita kepada Anna bahwa selama perjalanan dari Burma ia dan Tuptim telah jatuh cinta. Setelah mendengar tentang kebaikan hati Anna dari Tuptim, Lun Tha meminta bantuan Anna untuk mempertemukannya dengan Tuptim. Saat itulah Lun Tha berjanji kepada Tuptim untuk menjemputnya dan melarikan diri bersama-sama.

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

Selama Anna mengajar di istana, Raja Mongkut tampaknya masih meragukan keputusannya sendiri untuk mengubah Siam menjadi lebih “modern” karena ia sendiri masih enggan meninggalkan kebiasaan Raja turun temurun. Maka, seringkali terjadi perdebatan antara Raja Mongkut dan Anna Leonowens. Pada suatu ketika, Raja Mongkut menerima laporan bahwa dirinya dinyatakan sebagai Raja barbar. Laporan itu membuatnya sangat gusar dan tidak tahu harus bagaimana menyikapinya. Laporan itu berpotensi menghancurkan kerajaannya karena Ratu Victoria akan memaksa Siam menjadi Demokrasi Proletar jika Inggris benar-benar yakin bahwa Siam adalah kerajaan barbar. Karena Raja Mongkut memiliki harga diri yang sangat tinggi dan cenderung sombong, ia tidak mau meminta bantuan Anna. Maka, permaisuri memohon kepada Anna untuk membantu Raja Mongkut karena sang Raja tidak akan meminta tolong kepada Anna secara langsung. Setelah mendengaran permohonan permaisuri, akhirnya Anna menemui Raja Mongkut dan menyarankan Raja untuk mengadakan sebuah pesta perjamuan untuk menyambut delegasi dari Inggris. Jika Raja Mongkut bisa menjamu para delegasi dengan baik, mereka akan yakin kalau kerajaan Siam bukanlah kerajaan barbar. Selain jamuan makan malam dan pesta dansa, Anna juga menyarankan sebuah pertunjukan teater yang dipimpin oleh Tuptim. Namun, Tuptim sedang menyusun rencana untuk melarikan diri dari istana. Akankah Tuptim berhasil melarikan diri? Bagaimana sikap Raja Mongkut mengetahui pelanggaran yang dilakukan oleh selirnya? Akankah ia melampiaskan amarahnya di hadapan para delegasi?

Because it is natural. It is like old Siamese saying. A girl is like a blossom, with honey for just one man. A man is like a honey bee and gather all he can. To fly from blossom to blossom a honey must be free. But blossom must not ever fly from bee to bee to bee.”—King Mongkut

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

01 Story Logic

The King and I merupakan sebuah Drama Musikal. Dalam sebuah Drama murni [tanpa Musikal], narasi yang disajikan haruslah benar-benar mengangkat sebuah kisah yang realistis dengan logika cerita yang kuat. Permasalahan yang disajikan dalam The King and I pada dasarnya tidak logis—apalagi aksi dan reaksi karakter-karakternya. Misalnya, Anna Leonowens dengan beraninya menentang perintah Raja Siam yang seharusnya ditakuti. Apabila Anna benar-benar berniat “mengubah” pola pikir Raja Siam, cara terbaik bukanlah dengan “berteriak-teriak” kepadanya. Perilaku Anna sangatlah bertolak belakang dengan perilaku Mary Poppins yang tetap menyikapi kemarahan Mr. Banks dengan tenang dan pandai memainkan kata-kata tanpa terkesan melawan atau menggurui. Perilaku para selir dan anak-anak raja juga tidak realistis; begitu pula perilaku Tuptim dan Lun Tha. Konflik antar karakter manusia dalam cerita The King and I, dengan berat hati saya katakan, tidak lebih logis dibadingkan dengan versi animasinya yang dirilis pada tahun 1999 [dengan mengesampingkan unsur Komedi dari animasinya]. Namun, The King and I bukanlah sebuah Drama murni. Film ini merupakan sebuah film Musikal yang secara bentuk memang tidak akan realistis menggambarkan keadaan di dunia nyata: tidak masuk akal jika ada orang yang tiba-tiba bernyanyi di tempat umum dan disambut dengan nyanyian balasan oleh warga sekitar. Posisi The King and I sebagai sebuah Drama Musikal memungkinkannya untuk memiliki kadar keseriusan di bawah Drama murni. Maka dari segi konsep, film ini sudah logis sesuai dengan genrenya.

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

Meski demikian, reaksi karakter dalam film ini banyak yang tidak masuk akal jika dibandingkan dengan film-film Drama Musikal lain seperti Easter Parade atau The Sound of Music. Dalam The Sound of Music, keadaan keluarga Von Trapp membuat perilaku anak-anak menjadi dapat dimengerti, begitu pula cara keluarga Von Trapp menghindari kejaran partai Nazi. Dalam The King and I, karakternya terlalu sering bersikap tidak sesuai dengan nalar yang dapat dipikirkan oleh manusia normal—seperti guru yang bersikap kasar meski dipersilakan tinggal di istana yang mewah dan konsulat Inggris yang dengan mudahnya menaruh curiga pada kerajaan Siam hanya berdasarkan tuduhan yang kurang meyakinkan asal-usulnya. Reaksi Raja Mongkut setelah kerajaannya terancam runtuh juga sama sekali tidak masuk akal karena tidak memperlihatkan nuansa keadaan yang mendesak; Raja Mongkut seharusnya bisa berdiskusi langsung dengan Anna untuk membantu menyelesaikan masalah komunikasi dengan Inggris mengingat keadaannya sangat gawat. Namun Raja Mongkut enggan meminta bantuan Anna, memperlihatkan seorang Raja yang seolah-olah tidak begitu berniat mengurus kerajaan. Permasalahan tersebut juga membuat Anna memiliki sifat plin-plan atau tidak punya pendirian: ia sudah memutuskan untuk tidak lagi berurusan dengan kerajaan, tetapi akhirnya tetap menawarkan bantuan. Padahal, Anna sejak awal sudah menyombongkan harga dirinya sebagai wanita terpelajar yang menjunjung tinggi prinsip hidupnya.

King Mongkut of Siam          : ...Pairs of male elephants to be released into the forests of America. There it is hoped that they will grow in number and the people can tame them and use them as beasts of burden.

Anna Leonowens                   : But your majesty, I don't think you mean pairs of MALE elephants.

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

02 Story Consistency

Alur cerita The King and I tidak konsisten. Tidak ada fokus cerita yang jelas dalam film ini. Konflik utama film ini pun berubah-ubah dan satu-satunya konflik yang senantiasa diperbincangkan untuk diselesaikan adalah permasalahan rumah Anna di luar istana. Tidak jelas apa sebenarnya pokok permasalahan dalam film ini; apakah ingin menceritakan kisah hidup Anna di istana Siam, permasalahan politik dalam pemerintahan Raja Mongkut, isu percintaan antara Tuptim dengan Lun Tha, bagaimana Raja Siam mengubah sifatnya dari Raja yang semena-mena menjadi Raja yang murah hati, kisah persahabatan antara Anna dengan Raja Mongkut, atau permasalahan lainnya. Tidak ada satu masalah kunci yang menyatukan bagian-bagian terpisah dari film ini. Pada tahun 1999, perusahaan film Morgan Creek merilis animasi The King and I yang gagal secara finansial dan mendapatkan tanggapan yang sangat negatif dari kalangan kritikus. Namun secara struktur, The King and I versi animasi justru menyajikan alur cerita yang lebih jelas dengan permasalahan yang jelas. Di awal film, kapten kapal Inggris menasihati Anna untuk berhati-hati dengan Kralahome. Namun pada kenyataannya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari Kralahome. Dalam versi animasi, kapten kapal juga menasihati Anna untuk hati-hati dengan Kralahome, tetapi Kralahome versi animasi sebenarnya adalah penyihir jahat yang memang harus diwaspadai. Kralahome versi animasi memiliki ambisi untuk menyingkirkan Raja Mongkut.

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

Konflik yang terjadi antara Raja Mongkut dan Tuptim pun tidak benar-benar signifikan. Dikisahkan bahwa Raja Mongkut sudah memiliki banyak sekali selir  dan ia memandang rendah kepada wanita. Jika Tuptim melarikan diri, ada kemungkinan Raja bahkan tidak akan menyadarinya. Meskipun perbuatan Tuptim bisa berakibat fatal, coba kita bandingkan dengan konflik Tuptim dalam versi animasi. Dalam The King and I animasi, Tuptim adalah budak yang saling jatuh cinta dengan Pangeran Chulalongkorn. Padahal, terdapat aturan yang melarang putera mahkota menikahi gadis biasa. Tentu saja jika Tuptim melarikan diri bersama Chulalongkorn, keadaan politik istana akan semakin kacau. Konflik semacam ini tidak hanya membuat masalah utamanya menjadi jelas, tetapi juga membuat hubungan antara Raja Mongkut dengan Pangeran Chulalongkorn menjadi lebih rumit dan perpindahan kekuasaan dari Raja Mongkut ke Pangeran Chulalongkorn menjadi lebih meaningful karena akan berdampak sangat besar pada masa depan kerajaan. Keberadaan tiap-tiap karakter dalam The King and I 1956 ini seperti tanpa benang yang merajut hubungan antara mereka. Tanpa adanya konflik yang jelas dan dinamika hubungan antar karakter yang jelas, alur cerita film ini menjadi tidak jelas arahnya: apa yang ingin diselesaikan, apa yang ingin disampaikan, apa yang ingin ditampilkan? Terdapat ancaman serius ketika Inggris menerima laporan bahwa Raja Mongkut adalah pemimpin barbar. Namun ancaman itu pada kenyataannya sama sekali tidak mengancam. Dalam versi animasi, Kralahome yang licik berusaha memastikan agar Sir Edward yakin kalau Raja Mongkut adalah orang barbar sehingga Inggris akan menunjuk Kralahome sebagai pengganti Raja Mongkut. Tidak ada konflik kepentingan semacam ini dalam versi live-action-nya.

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

Tuptim dalam versi animasi menjalin hubungan dengan Pangeran Chulalongkorn. Dengan kata lain, konflik asmara Tuptim berhubungan langsung dengan Raja Mongkut dan Anna (karena Anna sangat menentang perjodohan dan meminta orang-orang dewasa untuk memahami atau memaklumi gelora asmara anak muda). Dalam versi live-action, Tuptim menjalin asmara dengan Lun Tha yang nyaris tidak pernah ditampilkan lagi kisah hidupnya. Dengan kata lain, permasalahan tersebut sebenarnya tidak signifikan dan tidak diperlukan. Lagipula, [spoiler] pada akhirnya Lun Tha tewas tenggelam—itu pun tidak diperlihatkan, hanya disampaikan sebagai laporan. Karena Raja Mongkut tidak menganggap Tuptim sebagai perempuan yang istimewa, tentu saja tidak sulit baginya untuk menghukum Tuptim yang seberat-beratnya—toh ia sudah biasa memberikan hukuman berat. Dalam versi animasi, Raja Mongkut menjadi bimbang untuk mengeksekusi Tuptim karena perempuan itu dicintai oleh Pangeran Chulalongkorn. Kalau Raja sampai membunuh Tuptim, tentu saja akan menciptakan konflik yang besar antara Raja Mongkut dengan Pangeran Chulalongkorn. Terus terang saya merasa berat hati untuk menyampaikan bahwa versi animasi dari film ini, yang dicaci maki dan dianggap memiliki kualitas buruk, memiliki alur cerita yang lebih jelas dan konsisten dibandingkan dengan versia live-action-nya. Implementasi lagu dalam versi animasi pun lebih tepat sasaran dibandingkan dengan versi live-action. Sebagai contoh, Anna Leonowens menyanyikan lagu Hello Young Lovers [Pasangan Kekasih Muda] ketika membahas tentang suaminya yang telah meninggal. Dalam versi animasi, Anna menyanyikan lagu itu untuk Pangeran Chulalongkorn dan Tuptim yang menjalin asmara dan keduanya masih muda. Terlepas dari kualitas rekaman suara atau performanya [kritikus menilai lagu yang direkam untuk versi animasi kualitasnya lebih buruk dari versi live action], tidak bisa dipungkiri bahwa implementasi lagu tersebut dalam versi animasi masih lebih baik dan jelas tepat sasaran [efektif karena langsung menjadi bagian dari cerita yang menjelaskan hubungan antara sepasang kekasih muda yakni Chulalongkorn dan Tuptim].

No, your majesty, that is not true. I am most certainly not your servant, and what is more, if you do not give me the house you promised, I shall be forced to return to England immediately.”—Anna Leonowens

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

03 Casting Choice and Acting

Secara umum, aktor dalam film ini sudah memerankan karakter mereka dengan baik. Hal ini tidaklah mengherankan karena terdapat banyak aktor teater yang memang sudah memerankan karakter mereka di atas panggung kembali memerankan karakternya dalam film ini. Apabila kita menilai The King and I dengan standar 1980 ke atas, pemilihan aktor dalam film ini dapat dikatakan bermasalah. Hal ini karena aktor yang memerankan karakter mereka tidak sesuai dengan deskripsi fisik [ras] karakter mereka. Perbedaan ras antara aktor dengan karakter semacam ini dapat dimaklumi dalam pementasan teater—bahkan aktor memerankan karakter lawan jenis pun sudah sangat wajar dan dimaklumi [understandable]—sebatang kayu saja dapat dianggap sebagai sebuah rumah dalam pementasan teater simbolis. Namun, film bukanlah teater dan pemilihan aktor seharusnya menyesuaikan deskripsi karakter mereka karena film harus terlihat nyata. Film bukanlah medium yang mengharuskan penonton untuk menggunakan imajinasi mereka seperti ketika membaca buku atau menonton teater, tetapi menyajikan sebuah cerita dengan visual yang membuat penonton melupakan fakta bahwa mereka hanyalah menonton sebuah hal yang direkayasa. Apabila The King and I dirilis di abad 21, kritik terhadap pemlihan aktornya bisa jadi relevan. Namun, kita tidak bisa menilai proses pemilihan aktor film ini dengan standar abad 21. Mengubah penampilan aktor kulit putih agar menyerupai karakter dari ras lainnya [whitewashing] merupakan hal yang “wajar” di era 1980 ke bawah. Maka, jika kita murni menilai akting para pemeran dalam film ini, secara umum para aktor sudah berperan dengan baik. Adapun permasalahan dalam akting mereka umumnya dikarenakan cerita yang kurang logis dan alur yang tidak konsisten. Selain itu, film ini tidak berusaha menjadi sebuah film melainkan berusaha memfilmkan sebuah pementasan drama/teater—sebuah pendekatan artistik yang salah kaprah karena film dan teater adalah dua hal yang berbeda meskipun memiliki banyak persamaan.

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

04 Music Match

Musik dan lagu dalam film ini sudah baik. Sebagai sebuah film Musikal, lagu dalam The King and I tidak boleh hanya mengiringi sebuah adegan, tetapi harus menjadi bagian dari adegan tersebut yang menggerakkan ceritanya. Lagu-lagu dalam The King and I, secara umum, sudah menyatu dengan adegan-adegannya. Soundtrack film ini pun populer secara terpisah dan menduduki posisi tinggi dalam deretan daftar lagu terpopuler.

Chart

[The King and I]

Year

Peak
position

UK Albums Chart[WikiSource]

1956

1

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

05 Cinematography Match

Sinematografi dalam film ini sudah baik.

06 Costume Design

Kostum yang digunakan dalam film ini sudah baik, meskipun mungkin tidak sesuai dengan realita sejarah. Meskipun The King and I diangkat dari kisah nyata, film ini bukanlah sebuah film Historical Drama atau Drama yang fokus pada reka ulang kejadian bersejarah. Maka, ketidaksesuaian kostum dalam film dengan realita bukanlah hal yang harus dipermasalahkan.

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

07 Background/Set Match

Tidak ada keluhan dalam pemilihan latar belakang. Sekali lagi, perlu diingat bahwa film ini bukanlah sebuah film yang mereka ulang sejarah. Maka, ketidaksesuaian latar belakang dengan kondisi latar belakang yang sebenarnya dapat dimaklumi.

08 Special and/or Practical Effects

Efek visual film ini secara umum sudah baik. Tentu saja, kita harus menilai efek visualnya dari perspektif penilaian film pada era 1950-an. Hasil presentasi film ini pun sudah baik dan upayanya untuk “memanjakan mata” penonton telah berhasil dicapai. Pada era 1950-an, film-film besar Hollywood tengah berlomba menampilkan pengalaman menonton dengan layar “lebar” [persegi panjang; Wide Screen] yang menjanjikan lebih banyak detil objek dan warna di dalam layar karena standar film sebelumnya adalah layar “kotak” [persegi empat] dan hitam putih. Tidak mengherankan jika poster The King and I memperlihatkan tanda “CinemaScope 55” dengan slogan “Richer, Deeper, Clearer”. Hal serupa juga dilakukan oleh banyak film besar Hollywood seangkatan. Sebagai contoh, Walt Disney pun ikut mengikuti perubahan standar layar kotak ke layar lebar melalui film Lady and the Tramp (1955) dan Sleeping Beauty (1959) yang menggunakan teknologi CinemaScope Technirama 70 yang menjanjikan ukuran layar lebih lebar dibandingkan film-film Disney sebelumnya.

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

09 Audience Approval

The King and I mendapatkan tanggapan yang positif dari mayoritas penonton. Ketika dirilis, The King and I menjadi sebuah film yang sukses meskipun film ini dilarang untuk tayang di Thailand [Nicholas Grossman [editor] Chronicle of Thailand: Headline News Since 1946 halaman 88].

10 Intentional Match

The King and I dimaksudkan untuk mengangkat pementasan Musikal The King and I ke layar lebar—dan maksud tesebut telah tercapai dengan baik. Film ini, sayangnya, justru tidak dimaksudkan untuk “mengadaptasi” pementasan drama The King and I ke layar lebar, tetapi sebatas “memindahkan” pementasan dari atas panggung ke layar lebar. Film ini telah memenuhi tujuan penciptanya dari segi artistik dan finansial.

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

ADDITIONAL CONSIDERATIONS

[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]

01 Skywalker’s Schemata

Saya tidak menyukai film ini. The King and I adalah salah satu film paling membosankan yang pernah saya tonton. Ungkapan “membosankan” bisa jadi merupakan ungkapan yang sangat subjektif. Namun, saya memiliki alasan kenapa saya menyatakan kalau film ini membosankan. Tidak ada konflik yang jelas dalam film ini tetapi durasinya terlalu lama sehingga terkesan dipanjang-panjangkan [dragged]. Saya tidak menyukai pilihan artistik film ini untuk sebatas memindahkan pementasan The King and I ke layar lebar. Menurut saya, hal itu adalah sebuah kesia-siaan. Jika saya ingin menonton teater, saya akan pergi ke teater bukannya ke gedung bioskop. Lagipula, buat saja sebuah rekaman pentas daripada sebuah film dengan skala sebesar ini. Akting para pemain dalam film ini terlihat sekali seperti akting aktor di atas panggung, bukan di hadapan kamera. Maka, akting yang sudah bagus dari perspektif teater terlihat sangat kaku dan tidak baik dari perspektif sinema. Menurut saya, The King and I tidak seharusnya diangkat ke layar lebar dan dibirkan saja menjadi sebuah pertunjukan teater. Jika memang pertunjukan tersebut ingin diangkat ke layar lebar, penciptanya harus berani melakukan pengubahan besar-besaran agar drama ini bisa menjadi sebuah film yang ideal. Tidak mengherankan kalau saya justru sangat menyukai adegan mendekati akhir dalam film ini: adegan ketika Tuptim mempresentasikan pementasan drama Uncle Tom’s Cabin “versi Siam”. Pementasan tersebut terlihat seperti rekaman pertunjukan dan justru sangat menarik untuk dilihat. Selain adegan pentas Uncle Tom’s Cabin, lagu-lagu dalam film ini juga saya sukai. The King and I is a good theatrical production, but a bad film adaptation—it lacks realism, efficiency and excitement that belong to films.

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

02 Awards

Berdasarkan laporan IMDb, The King and I memenangkan 10 penghargaan dan 12 nominasi. Dalam penghargaan Academy Awards, film ini menerima 9 nominasi dan memenangkan 5 penghargaan.

Winner
Oscar

Best Actor in a Leading Role
Yul Brynner

Best Art Direction-Set Decoration, Color
Lyle R. Wheeler
John DeCuir
Walter M. Scott
Paul S. Fox

Best Costume Design, Color
Irene Sharaff

Best Sound, Recording
Carlton W. Faulkner (20th Century-Fox SSD)

Best Music, Scoring of a Musical Picture
Alfred Newman
Ken Darby

Nominee
Oscar

Best Picture
Charles Brackett

Best Actress in a Leading Role
Deborah Kerr

Best Director
Walter Lang

Best Cinematography, Color
Leon Shamroy

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

03 Financial

Dari dana sebesar $4.5 juta, The King and I berhasil menjual tiket sebesar $8.5 juta hingga pada akhirnya [sampai artikel ini dipublikasikan] memperoleh $21 juta. Angka penjualan tiket ini menunjukkan bahwa The King and I merupakan sebuah film yang sukses secara finansial. Film ini adalah film terlaris ke-5 di tahun 1956.

04 Critics

Mayoritas kritikus film memberikan respons yang positif untuk film ini.

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

05 Longevity

The King and I berada dalam posisi yang cukup unik. Secara umum, film ini telah kehilangan popularitasnya dan dilupakan oleh sebagian besar penikmat film generasi baru. Penulis sendiri sudah mengamati respons penonton generasi baru baik secara langsung maupun melalui aktivitas online. Diskusi mengenai film ini sangatlah terbatas dan film ini tidak mampu memikat minat penonton generasi baru [penulis sudah mengamati tanggapan penonton generasi baru secara langsung yang umumnya menganggap film ini cenderung membosankan]. Maka, The King and I “hanya” populer di kalangan kritikus film yang secara konsisten memberikan tanggapan yang positif untuk film ini. Dalam situs Rotten Tomatoes saja, film ini memang memiliki rating yang tinggi yakni 96% tetapi “hanya berdasarkan respons 26 kritikus [data hingga 2022]. Dalam situs Metacritic, The King and I mendapatkan nilai yang lebih rendah yakni 72 dari 6 kritikus saja [data hingga 2022].

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

Final Score

Skor Asli                     : 9

Skor Tambahan           : -2

Skor Akhir                  : 7/10

***

STREAMING

iTunes:

iTunes

Google Play:

Google Play

***

Edisi Review Singkat

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

Edisi Review Singkat+PLUS

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda Review Singkat+PLUS di bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Juli 2021 menandakan artikel tersebut berjumlah lebih dari 3.500 kata.

Skywalker Hunter adalah alias dari Nabil Bakri

Keterangan Box Office dan penjualan DVD disediakan oleh The Numbers

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.

©Nabil Bakri Platinum.

Teks ini dipublikasikan dalam Nabil Bakri Platinum [https://nabilbakri.blogspot.com/] yang diverifikasi Google dan dilindungi oleh DMCA.

©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved.