©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
Review The King and I (1956) Ketika Guru Eropa Mengajar di Istana Thailand [Shall We Dance?]
Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter
“Why
are you so blind; have you no eyes to see? King tries impossible task—wishing
to be scientific man who know all modern things... He will only tear himself in
two, trying to be something he can never be!”—Kralahome
Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak
cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes
copyrighted pictures under the doctrine of fair use.
Genre : Drama
Musikal
Rilis : 28 Juni 1956
Durasi : 144 menit
Sutradara : Walter
Lang
Pemeran : Deborah
Kerr, Yul Brynner, Rita Moreno, Martin Benson, Rex Thompson
Episode : -
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
Sinopsis
Anna
Leonowens dan anak laki-lakinya, Louis, tiba di Siam pada tahun 1862 dan
disambut oleh Prime Minister Kralahome. Anna telah menerima tawaran kerja
sebagai guru kerajaan Siam. Ia akan mengajar anak-anak Raja Mongkut of Siam.
Sebelum diantar menuju istana, Anna menuntut janji Raja kepada Kralahome bahwa
dirinya akan diberi sebuah rumah di luar istana. Namun, Kralahome menjelaskan
bahwa Raja ingin Anna tinggal di istana dan sama sekali tidak menyebut soal
fasilitas berupa rumah di luar istana. Karena Kralahome menolak untuk
menyampaikan keluhan Anna, wanita itu bersikeras untuk menyampaikannya sendiri
langsung kepada Raja Mongkut. Di Siam, Raja adalah sosok yang sangat dihormati
dan tidak sembarangan orang bisa bertemu apalagi berbicara dengannya. Menurut
Kralahome, Anna harus mengikuti jadwal kerja Raja Mongkut jika ingin
menemuinya. Sayangnya, jam kerja Raja Mongkut sudah usai dan Anna diminta untuk
menunggu sampai besok. Namun, Anna sudah tidak bisa menunggu lagi dan langsung
menghampiri Raja Mongkut. Dengan tegas ia menuntut janji Raja untuk memberinya
sebuah rumah di luar istana. Sang Raja telah melupakan janjinya dan memaksa
Anna untuk tinggal di istana. Akibatnya, Anna memutuskan untuk menolak tawaran
kerja sebagai guru dan kembali ke Inggris. Sebelum Anna meninggalkan istana,
Raja Mongkut memperkenalkan Anna kepada 15 anaknya—para puteri dan pangeran
Siam. Sang Raja terlihat sangat bangga kepada anak tertuanya, Pangeran
Chulalongkorn, yang masih berusia remaja. Melihat antusiasme para puteri dan
pangeran, Anna bersedia menjadi guru di istana sampai rumah yang dijanjikan
untuknya siap.
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
Ketika
hendak menata barang-barangnya, kamar Anna dipenuhi oleh Permaisuri dan para
selir Raja. Mereka penasaran dengan benda-benda asing dari Eropa dan mengira
bahwa gaun Anna yang membulat adalah gaun yang sesuai dengan bentuk tubuhnya.
Para selir kemudian merasa tertarik dengan foto suami Anna, Thomas, yang telah
meninggal dunia. Anna kemudian menceritakan kisah cintanya melalui sebuah lagu
kepada para selir. Walau Anna tidak menyukai sikap Raja Mongkut—begitu juga
sebaliknya—Anna mulai mengajari para puteri dan pangeran tentang dunia dan
bahasa. Ia menjelaskan bahwa Siam bukanlah pusat dari dunia dan Siam hanyalah
satu bagian kecil dari bumi. Ketika Pangeran Chulalongkorn merasa tersinggung
dengan pernyataan Anna, wanita itu menjelaskan bahwa Inggris bahkan berukuran
lebih kecil dari Siam. Usai mengajar, Anna bertemu dengan Lun Tha. Ia adalah
lelaki yang mengantarkan “hadiah” dari Burma [Myanmar] kepada Raja Mongkut.
Hadiah itu berupa seorang gadis bernama Tuptim yang akan menjadi selir terbaru
Raja. Lun Tha bercerita kepada Anna bahwa selama perjalanan dari Burma ia dan
Tuptim telah jatuh cinta. Setelah mendengar tentang kebaikan hati Anna dari
Tuptim, Lun Tha meminta bantuan Anna untuk mempertemukannya dengan Tuptim. Saat
itulah Lun Tha berjanji kepada Tuptim untuk menjemputnya dan melarikan diri
bersama-sama.
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
Selama
Anna mengajar di istana, Raja Mongkut tampaknya masih meragukan keputusannya
sendiri untuk mengubah Siam menjadi lebih “modern” karena ia sendiri masih
enggan meninggalkan kebiasaan Raja turun temurun. Maka, seringkali terjadi
perdebatan antara Raja Mongkut dan Anna Leonowens. Pada suatu ketika, Raja
Mongkut menerima laporan bahwa dirinya dinyatakan sebagai Raja barbar. Laporan
itu membuatnya sangat gusar dan tidak tahu harus bagaimana menyikapinya.
Laporan itu berpotensi menghancurkan kerajaannya karena Ratu Victoria akan
memaksa Siam menjadi Demokrasi Proletar jika Inggris benar-benar yakin bahwa
Siam adalah kerajaan barbar. Karena Raja Mongkut memiliki harga diri yang
sangat tinggi dan cenderung sombong, ia tidak mau meminta bantuan Anna. Maka,
permaisuri memohon kepada Anna untuk membantu Raja Mongkut karena sang Raja
tidak akan meminta tolong kepada Anna secara langsung. Setelah mendengaran
permohonan permaisuri, akhirnya Anna menemui Raja Mongkut dan menyarankan Raja
untuk mengadakan sebuah pesta perjamuan untuk menyambut delegasi dari Inggris. Jika
Raja Mongkut bisa menjamu para delegasi dengan baik, mereka akan yakin kalau
kerajaan Siam bukanlah kerajaan barbar. Selain jamuan makan malam dan pesta
dansa, Anna juga menyarankan sebuah pertunjukan teater yang dipimpin oleh
Tuptim. Namun, Tuptim sedang menyusun rencana untuk melarikan diri dari istana.
Akankah Tuptim berhasil melarikan diri? Bagaimana sikap Raja Mongkut mengetahui
pelanggaran yang dilakukan oleh selirnya? Akankah ia melampiaskan amarahnya di
hadapan para delegasi?
“Because it is natural. It is like old
Siamese saying. A girl is like a blossom, with honey for just one man. A man is
like a honey bee and gather all he can. To fly from blossom to blossom a honey
must be free. But blossom must not ever fly from bee to bee to bee.”—King
Mongkut
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
01 Story Logic
The
King and I merupakan sebuah Drama Musikal. Dalam sebuah Drama murni [tanpa
Musikal], narasi yang disajikan haruslah benar-benar mengangkat sebuah kisah
yang realistis dengan logika cerita yang kuat. Permasalahan yang disajikan dalam
The King and I pada dasarnya tidak logis—apalagi aksi dan reaksi
karakter-karakternya. Misalnya, Anna Leonowens dengan beraninya menentang
perintah Raja Siam yang seharusnya ditakuti. Apabila Anna benar-benar berniat
“mengubah” pola pikir Raja Siam, cara terbaik bukanlah dengan
“berteriak-teriak” kepadanya. Perilaku Anna sangatlah bertolak belakang dengan
perilaku Mary Poppins yang tetap menyikapi kemarahan Mr. Banks dengan tenang
dan pandai memainkan kata-kata tanpa terkesan melawan atau menggurui. Perilaku
para selir dan anak-anak raja juga tidak realistis; begitu pula perilaku Tuptim
dan Lun Tha. Konflik antar karakter manusia dalam cerita The King and I, dengan
berat hati saya katakan, tidak lebih logis dibadingkan dengan versi animasinya
yang dirilis pada tahun 1999 [dengan mengesampingkan unsur Komedi dari
animasinya]. Namun, The King and I bukanlah sebuah Drama murni. Film ini
merupakan sebuah film Musikal yang secara bentuk memang tidak akan realistis
menggambarkan keadaan di dunia nyata: tidak masuk akal jika ada orang yang
tiba-tiba bernyanyi di tempat umum dan disambut dengan nyanyian balasan oleh
warga sekitar. Posisi The King and I sebagai sebuah Drama Musikal
memungkinkannya untuk memiliki kadar keseriusan di bawah Drama murni. Maka dari
segi konsep, film ini sudah logis sesuai dengan genrenya.
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
Meski
demikian, reaksi karakter dalam film ini banyak yang tidak masuk akal jika
dibandingkan dengan film-film Drama Musikal lain seperti Easter Parade atau The Sound of
Music. Dalam The Sound of Music,
keadaan keluarga Von Trapp membuat perilaku anak-anak menjadi dapat dimengerti,
begitu pula cara keluarga Von Trapp menghindari kejaran partai Nazi. Dalam The
King and I, karakternya terlalu sering bersikap tidak sesuai dengan nalar yang
dapat dipikirkan oleh manusia normal—seperti guru yang bersikap kasar meski
dipersilakan tinggal di istana yang mewah dan konsulat Inggris yang dengan
mudahnya menaruh curiga pada kerajaan Siam hanya berdasarkan tuduhan yang
kurang meyakinkan asal-usulnya. Reaksi Raja Mongkut setelah kerajaannya
terancam runtuh juga sama sekali tidak masuk akal karena tidak memperlihatkan nuansa
keadaan yang mendesak; Raja Mongkut seharusnya bisa berdiskusi langsung dengan
Anna untuk membantu menyelesaikan masalah komunikasi dengan Inggris mengingat
keadaannya sangat gawat. Namun Raja Mongkut enggan meminta bantuan Anna,
memperlihatkan seorang Raja yang seolah-olah tidak begitu berniat mengurus
kerajaan. Permasalahan tersebut juga membuat Anna memiliki sifat plin-plan atau
tidak punya pendirian: ia sudah memutuskan untuk tidak lagi berurusan dengan
kerajaan, tetapi akhirnya tetap menawarkan bantuan. Padahal, Anna sejak awal
sudah menyombongkan harga dirinya sebagai wanita terpelajar yang menjunjung
tinggi prinsip hidupnya.
King Mongkut of Siam : ...Pairs of male elephants to be released into the forests of America.
There it is hoped that they will grow in number and the people can tame them
and use them as beasts of burden.
Anna Leonowens : But your majesty, I don't think you mean pairs of MALE elephants.
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
02 Story Consistency
Alur
cerita The King and I tidak konsisten. Tidak ada fokus cerita yang jelas dalam
film ini. Konflik utama film ini pun berubah-ubah dan satu-satunya konflik yang
senantiasa diperbincangkan untuk diselesaikan adalah permasalahan rumah Anna di
luar istana. Tidak jelas apa sebenarnya pokok permasalahan dalam film ini;
apakah ingin menceritakan kisah hidup Anna di istana Siam, permasalahan politik
dalam pemerintahan Raja Mongkut, isu percintaan antara Tuptim dengan Lun Tha,
bagaimana Raja Siam mengubah sifatnya dari Raja yang semena-mena menjadi Raja
yang murah hati, kisah persahabatan antara Anna dengan Raja Mongkut, atau
permasalahan lainnya. Tidak ada satu masalah kunci yang menyatukan
bagian-bagian terpisah dari film ini. Pada tahun 1999, perusahaan film Morgan
Creek merilis animasi The King and I
yang gagal secara finansial dan mendapatkan tanggapan yang sangat negatif dari
kalangan kritikus. Namun secara struktur, The
King and I versi animasi justru menyajikan alur cerita yang lebih jelas
dengan permasalahan yang jelas. Di awal film, kapten kapal Inggris menasihati
Anna untuk berhati-hati dengan Kralahome. Namun pada kenyataannya, tidak ada
yang perlu dikhawatirkan dari Kralahome. Dalam versi animasi, kapten kapal juga
menasihati Anna untuk hati-hati dengan Kralahome, tetapi Kralahome versi
animasi sebenarnya adalah penyihir jahat yang memang harus diwaspadai.
Kralahome versi animasi memiliki ambisi untuk menyingkirkan Raja Mongkut.
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
Konflik
yang terjadi antara Raja Mongkut dan Tuptim pun tidak benar-benar signifikan.
Dikisahkan bahwa Raja Mongkut sudah memiliki banyak sekali selir dan ia memandang rendah kepada wanita. Jika
Tuptim melarikan diri, ada kemungkinan Raja bahkan tidak akan menyadarinya.
Meskipun perbuatan Tuptim bisa berakibat fatal, coba kita bandingkan dengan
konflik Tuptim dalam versi animasi. Dalam The
King and I animasi, Tuptim adalah budak yang saling jatuh cinta dengan
Pangeran Chulalongkorn. Padahal, terdapat aturan yang melarang putera mahkota
menikahi gadis biasa. Tentu saja jika Tuptim melarikan diri bersama
Chulalongkorn, keadaan politik istana akan semakin kacau. Konflik semacam ini
tidak hanya membuat masalah utamanya menjadi jelas, tetapi juga membuat
hubungan antara Raja Mongkut dengan Pangeran Chulalongkorn menjadi lebih rumit
dan perpindahan kekuasaan dari Raja Mongkut ke Pangeran Chulalongkorn menjadi
lebih meaningful karena akan berdampak sangat besar pada masa depan kerajaan.
Keberadaan tiap-tiap karakter dalam The King and I 1956 ini seperti tanpa
benang yang merajut hubungan antara mereka. Tanpa adanya konflik yang jelas dan
dinamika hubungan antar karakter yang jelas, alur cerita film ini menjadi tidak
jelas arahnya: apa yang ingin diselesaikan, apa yang ingin disampaikan, apa
yang ingin ditampilkan? Terdapat ancaman serius ketika Inggris menerima laporan
bahwa Raja Mongkut adalah pemimpin barbar. Namun ancaman itu pada kenyataannya
sama sekali tidak mengancam. Dalam versi animasi, Kralahome yang licik berusaha
memastikan agar Sir Edward yakin kalau Raja Mongkut adalah orang barbar
sehingga Inggris akan menunjuk Kralahome sebagai pengganti Raja Mongkut. Tidak
ada konflik kepentingan semacam ini dalam versi live-action-nya.
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
Tuptim
dalam versi animasi menjalin hubungan dengan Pangeran Chulalongkorn. Dengan
kata lain, konflik asmara Tuptim berhubungan langsung dengan Raja Mongkut dan
Anna (karena Anna sangat menentang perjodohan dan meminta orang-orang dewasa
untuk memahami atau memaklumi gelora asmara anak muda). Dalam versi
live-action, Tuptim menjalin asmara dengan Lun Tha yang nyaris tidak pernah
ditampilkan lagi kisah hidupnya. Dengan kata lain, permasalahan tersebut sebenarnya
tidak signifikan dan tidak diperlukan. Lagipula, [spoiler] pada akhirnya Lun
Tha tewas tenggelam—itu pun tidak diperlihatkan, hanya disampaikan sebagai
laporan. Karena Raja Mongkut tidak menganggap Tuptim sebagai perempuan yang
istimewa, tentu saja tidak sulit baginya untuk menghukum Tuptim yang
seberat-beratnya—toh ia sudah biasa memberikan hukuman berat. Dalam versi
animasi, Raja Mongkut menjadi bimbang untuk mengeksekusi Tuptim karena
perempuan itu dicintai oleh Pangeran Chulalongkorn. Kalau Raja sampai membunuh
Tuptim, tentu saja akan menciptakan konflik yang besar antara Raja Mongkut
dengan Pangeran Chulalongkorn. Terus terang saya merasa berat hati untuk
menyampaikan bahwa versi animasi dari film ini, yang dicaci maki dan dianggap
memiliki kualitas buruk, memiliki alur cerita yang lebih jelas dan konsisten
dibandingkan dengan versia live-action-nya. Implementasi lagu dalam versi
animasi pun lebih tepat sasaran dibandingkan dengan versi live-action. Sebagai
contoh, Anna Leonowens menyanyikan lagu Hello
Young Lovers [Pasangan Kekasih Muda] ketika membahas tentang suaminya yang
telah meninggal. Dalam versi animasi, Anna menyanyikan lagu itu untuk Pangeran
Chulalongkorn dan Tuptim yang menjalin asmara dan keduanya masih muda. Terlepas
dari kualitas rekaman suara atau performanya [kritikus menilai lagu yang
direkam untuk versi animasi kualitasnya lebih buruk dari versi live action],
tidak bisa dipungkiri bahwa implementasi lagu tersebut dalam versi animasi masih
lebih baik dan jelas tepat sasaran [efektif karena langsung menjadi bagian dari
cerita yang menjelaskan hubungan antara sepasang kekasih muda yakni
Chulalongkorn dan Tuptim].
“No, your majesty, that is not true. I am
most certainly not your servant, and what is more, if you do not give me the
house you promised, I shall be forced to return to England immediately.”—Anna
Leonowens
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
03 Casting Choice and Acting
Secara
umum, aktor dalam film ini sudah memerankan karakter mereka dengan baik. Hal
ini tidaklah mengherankan karena terdapat banyak aktor teater yang memang sudah
memerankan karakter mereka di atas panggung kembali memerankan karakternya
dalam film ini. Apabila kita menilai The King and I dengan standar 1980 ke
atas, pemilihan aktor dalam film ini dapat dikatakan bermasalah. Hal ini karena
aktor yang memerankan karakter mereka tidak sesuai dengan deskripsi fisik [ras]
karakter mereka. Perbedaan ras antara aktor dengan karakter semacam ini dapat
dimaklumi dalam pementasan teater—bahkan aktor memerankan karakter lawan jenis
pun sudah sangat wajar dan dimaklumi [understandable]—sebatang kayu saja dapat
dianggap sebagai sebuah rumah dalam pementasan teater simbolis. Namun, film
bukanlah teater dan pemilihan aktor seharusnya menyesuaikan deskripsi karakter
mereka karena film harus terlihat nyata. Film bukanlah medium yang mengharuskan
penonton untuk menggunakan imajinasi mereka seperti ketika membaca buku atau
menonton teater, tetapi menyajikan sebuah cerita dengan visual yang membuat
penonton melupakan fakta bahwa mereka hanyalah menonton sebuah hal yang
direkayasa. Apabila The King and I dirilis di abad 21, kritik terhadap pemlihan
aktornya bisa jadi relevan. Namun, kita tidak bisa menilai proses pemilihan
aktor film ini dengan standar abad 21. Mengubah penampilan aktor kulit putih
agar menyerupai karakter dari ras lainnya [whitewashing]
merupakan hal yang “wajar” di era 1980 ke bawah. Maka, jika kita murni menilai
akting para pemeran dalam film ini, secara umum para aktor sudah berperan
dengan baik. Adapun permasalahan dalam akting mereka umumnya dikarenakan cerita
yang kurang logis dan alur yang tidak konsisten. Selain itu, film ini tidak
berusaha menjadi sebuah film melainkan berusaha memfilmkan sebuah pementasan
drama/teater—sebuah pendekatan artistik yang salah kaprah karena film dan
teater adalah dua hal yang berbeda meskipun memiliki banyak persamaan.
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
04 Music Match
Musik
dan lagu dalam film ini sudah baik. Sebagai sebuah film Musikal, lagu dalam The
King and I tidak boleh hanya mengiringi sebuah adegan, tetapi harus menjadi
bagian dari adegan tersebut yang menggerakkan ceritanya. Lagu-lagu dalam The
King and I, secara umum, sudah menyatu dengan adegan-adegannya. Soundtrack film
ini pun populer secara terpisah dan menduduki posisi tinggi dalam deretan
daftar lagu terpopuler.
Chart [The King and I] |
Year |
Peak |
1956 |
1 |
|
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
05 Cinematography
Match
Sinematografi dalam film ini sudah baik.
06 Costume Design
Kostum
yang digunakan dalam film ini sudah baik, meskipun mungkin tidak sesuai dengan
realita sejarah. Meskipun The King and I diangkat dari kisah nyata, film ini
bukanlah sebuah film Historical Drama atau Drama yang fokus pada reka ulang
kejadian bersejarah. Maka, ketidaksesuaian kostum dalam film dengan realita
bukanlah hal yang harus dipermasalahkan.
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
07 Background/Set Match
Tidak
ada keluhan dalam pemilihan latar belakang. Sekali lagi, perlu diingat bahwa
film ini bukanlah sebuah film yang mereka ulang sejarah. Maka, ketidaksesuaian
latar belakang dengan kondisi latar belakang yang sebenarnya dapat dimaklumi.
08 Special and/or Practical Effects
Efek
visual film ini secara umum sudah baik. Tentu saja, kita harus menilai efek
visualnya dari perspektif penilaian film pada era 1950-an. Hasil presentasi
film ini pun sudah baik dan upayanya untuk “memanjakan mata” penonton telah
berhasil dicapai. Pada era 1950-an, film-film besar Hollywood tengah berlomba
menampilkan pengalaman menonton dengan layar “lebar” [persegi panjang; Wide
Screen] yang menjanjikan lebih banyak detil objek dan warna di dalam layar
karena standar film sebelumnya adalah layar “kotak” [persegi empat] dan hitam
putih. Tidak mengherankan jika poster The King and I memperlihatkan tanda
“CinemaScope 55” dengan slogan “Richer, Deeper, Clearer”. Hal serupa juga
dilakukan oleh banyak film besar Hollywood seangkatan. Sebagai contoh, Walt
Disney pun ikut mengikuti perubahan standar layar kotak ke layar lebar melalui
film Lady and the Tramp (1955) dan Sleeping Beauty (1959) yang menggunakan teknologi CinemaScope Technirama 70
yang menjanjikan ukuran layar lebih lebar dibandingkan film-film Disney
sebelumnya.
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
09 Audience Approval
The
King and I mendapatkan tanggapan yang positif dari mayoritas penonton. Ketika
dirilis, The King and I menjadi sebuah film yang sukses meskipun film ini
dilarang untuk tayang di Thailand [Nicholas Grossman [editor] Chronicle of
Thailand: Headline News Since 1946
halaman 88].
10 Intentional Match
The
King and I dimaksudkan untuk mengangkat pementasan Musikal The King and I ke
layar lebar—dan maksud tesebut telah tercapai dengan baik. Film ini, sayangnya,
justru tidak dimaksudkan untuk “mengadaptasi” pementasan drama The King and I
ke layar lebar, tetapi sebatas “memindahkan” pementasan dari atas panggung ke layar
lebar. Film ini telah memenuhi tujuan penciptanya dari segi artistik dan
finansial.
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
ADDITIONAL CONSIDERATIONS
[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi
sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun
mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan
Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak
prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]
01 Skywalker’s Schemata
Saya
tidak menyukai film ini. The King and I adalah salah satu film paling
membosankan yang pernah saya tonton. Ungkapan “membosankan” bisa jadi merupakan
ungkapan yang sangat subjektif. Namun, saya memiliki alasan kenapa saya
menyatakan kalau film ini membosankan. Tidak ada konflik yang jelas dalam film
ini tetapi durasinya terlalu lama sehingga terkesan dipanjang-panjangkan
[dragged]. Saya tidak menyukai pilihan artistik film ini untuk sebatas
memindahkan pementasan The King and I ke layar lebar. Menurut saya, hal itu
adalah sebuah kesia-siaan. Jika saya ingin menonton teater, saya akan pergi ke
teater bukannya ke gedung bioskop. Lagipula, buat saja sebuah rekaman pentas
daripada sebuah film dengan skala sebesar ini. Akting para pemain dalam film
ini terlihat sekali seperti akting aktor di atas panggung, bukan di hadapan
kamera. Maka, akting yang sudah bagus dari perspektif teater terlihat sangat
kaku dan tidak baik dari perspektif sinema. Menurut saya, The King and I tidak seharusnya
diangkat ke layar lebar dan dibirkan saja menjadi sebuah pertunjukan teater.
Jika memang pertunjukan tersebut ingin diangkat ke layar lebar, penciptanya
harus berani melakukan pengubahan besar-besaran agar drama ini bisa menjadi
sebuah film yang ideal. Tidak mengherankan kalau saya justru sangat menyukai
adegan mendekati akhir dalam film ini: adegan ketika Tuptim mempresentasikan
pementasan drama Uncle Tom’s Cabin
“versi Siam”. Pementasan tersebut terlihat seperti rekaman pertunjukan dan
justru sangat menarik untuk dilihat. Selain adegan pentas Uncle Tom’s Cabin, lagu-lagu dalam film ini juga saya sukai. The King and I is a good theatrical
production, but a bad film adaptation—it lacks realism, efficiency and
excitement that belong to films.
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
02 Awards
Berdasarkan
laporan IMDb, The King and I
memenangkan 10 penghargaan dan 12 nominasi. Dalam penghargaan Academy Awards, film ini menerima 9
nominasi dan memenangkan 5 penghargaan.
Winner |
Best Actor in a Leading Role |
Best Art Direction-Set Decoration, Color |
|
Best Costume Design,
Color |
|
Best Sound, Recording |
|
Best Music, Scoring
of a Musical Picture |
|
Nominee |
Best Picture |
Best Actress in a Leading Role |
|
Best Director |
|
Best Cinematography, Color |
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
03 Financial
Dari
dana sebesar $4.5 juta, The King and I berhasil menjual tiket sebesar $8.5 juta
hingga pada akhirnya [sampai artikel ini dipublikasikan] memperoleh $21 juta. Angka penjualan
tiket ini menunjukkan bahwa The King and I merupakan sebuah film yang sukses
secara finansial. Film ini adalah film terlaris ke-5 di tahun 1956.
04 Critics
Mayoritas
kritikus film memberikan respons yang positif untuk film ini.
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
05 Longevity
The
King and I berada dalam posisi yang cukup unik. Secara umum, film ini telah
kehilangan popularitasnya dan dilupakan oleh sebagian besar penikmat film generasi
baru. Penulis sendiri sudah mengamati respons penonton generasi baru baik
secara langsung maupun melalui aktivitas online. Diskusi mengenai film ini
sangatlah terbatas dan film ini tidak mampu memikat minat penonton generasi
baru [penulis sudah mengamati tanggapan penonton generasi baru secara langsung
yang umumnya menganggap film ini cenderung membosankan]. Maka, The King and I
“hanya” populer di kalangan kritikus film yang secara konsisten memberikan
tanggapan yang positif untuk film ini. Dalam situs Rotten Tomatoes saja, film
ini memang memiliki rating yang tinggi yakni 96% tetapi “hanya berdasarkan
respons 26 kritikus [data hingga 2022]. Dalam situs Metacritic, The King and I
mendapatkan nilai yang lebih rendah yakni 72 dari 6 kritikus saja [data hingga
2022].
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
Final Score
Skor
Asli : 9
Skor
Tambahan : -2
Skor
Akhir : 7/10
***
STREAMING
iTunes: |
|
Google Play: |
***
Edisi Review Singkat
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan
standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review
Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |
Edisi Review Singkat+PLUS
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda
Review Singkat+PLUS di
bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Juli 2021 menandakan artikel
tersebut berjumlah lebih dari 3.500 kata.
Skywalker Hunter adalah alias
dari Nabil Bakri
Keterangan Box Office dan penjualan DVD disediakan oleh The Numbers
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights
Reserved.
©Nabil Bakri Platinum.
Teks ini dipublikasikan dalam Nabil Bakri Platinum [https://nabilbakri.blogspot.com/] yang diverifikasi Google dan dilindungi oleh DMCA.
©1956/20th Century Fox/The King and I/All Rights Reserved. |