Review Animasi The King and I (1999) Susah Senangnya Menjadi Guru di Istana Thailand

 

Review The King and I (1999) Susah Senangnya Menjadi Guru di Istana Thailand

Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter

Periksa index

Edisi Review Singkat+PLUS

Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes copyrighted pictures under the doctrine of fair use.

images©1999/Morgan Creek, Warner Bros./The King and I/All Rights Reserved.

Genre             : Drama Musikal [Animasi Tradisional/Hand-drawn Animation]

Rilis                 : 19 Maret 1999

Durasi             : 89 menit

Sutradara       : Richard Rich

Pemeran         : Miranda Richardson, Martin Vidnovic, Ian Richardson, Darrell Hammond

Episode           : -

Sinopsis

Anna Leonowens dan puteranya, Louis, berlayar menuju Siam. Anna telah menerima tawaran bekerja sebagai guru di istana Siam dan akan mendidik para pangeran dan puteri kerajaan Siam. Kedatangan Anna pada mulanya tidak disukai oleh Kralahome, Perdana Menteri Siam, yang khawatir kalau Anna akan menjadikan Siam lebih modern dan mengancam posisinya sebagai Perdana Menteri. Kralahome adalah seorang pejabat yang licik dan memiliki kemampuan sihir untuk menciptakan ilusi. Ia pun mendatangkan ilusi seekor monster laut untuk menghadang kapal Anna dengan harapan sang guru akan ketakutan dan membatalkan perjalanannya ke Siam. Namun, Anna yakin kalau kemunculan monster itu hanyalah halusinasi karena orang-orang di kapal merasa ketakutan di tengah badai. Ia pun tetap melanjutkan perjalanan menuju Siam. Karena tidak berhasil melemahkan hati Anna, Kralahome mengganti rencananya untuk memanfaatkan Anna dengan berusaha menunjukkan segala keburukan kerajaan Siam agar Anna menyatakan kepada pemerintah Inggris bahwa Siam adalah kerajaan barbar. Sesampainya di Siam, Anna dijemput oleh Kralahome dan anak buahnya, Master Little. Kapten kapal menasihati Anna untuk berhati-hati dengan Kralahome dan menyerahkan monyet peliharaannya, Moonshee, kepada Louis. Ketika Kralahome mengantar Anna menuju istana, Anna menagih janji Raja Mongkut yang akan memberinya sebuah rumah di luar istana. Menurut Kralahome, Raja Mongkut adalah Raja yang sering tidak menepati janjinya. Anna tiba di istana ketika Raja sedang menerima “hadiah” dari Burma berupa seorang gadis bernama Tuptim yang akan dijadikan pelayan. Kralahome melihat situasi itu untuk meyakinkan Anna bahwa Raja Mongkut adalah pemimpin barbar yang mendukung perbudakan.

Pada akhirnya, Anna memberanikan diri untuk bicara langsung kepada Raja Mongkut tentang rumah yang telah dijanjikan. Raja Mongkut begitu antusias menyambut Anna sehingga tidak memedulikan keluhan Anna tentang rumahnya dan segera menunjukkan berbagai penelitian yang ia lakukan serta visi modern untuk Siam yang telah ia rencanakan. Raja Mongkut bahkan telah menulis sebuah buku sejarah kerajaan Siam yang menjelaskan tentang silsilah keluarga Raja. Namun, Anna tetap bersikeras menuntut janji Raja yang akan memberikan sebuah rumah di luar istana. Raja memerintahkan Anna untuk mengajar dan tinggal di dalam istana. Ia telah menyiapkan kamar yang mewah untuk Anna dan Louis. Menurut Anna, kamar di istana itu memang indah. Namun, ia tetap tidak senang tinggal di istana dan memutuskan akan kembali ke Inggris setelah berkenalan dengan anak-anak Raja. Satu per satu pangeran dan puteri datang memberi salam kepada Anna—termasuk putera mahkota Pangeran muda Chulalongkorn. Melihat antusiasme anak-anak Raja, Anna membatalkan niatnya kembali ke Inggris dan bersedia menjadi guru di istana. Meski demikian, Anna tetap menunggu realisasi janji Raja untuk memberinya sebuah rumah di luar istana. Karena Anna telah resmi menjadi guru di istana, Kralahome melihat sebuah kesempatan emas untuk menjatuhkan Raja. Ia meminta Master Little untuk mengirim surat kepada Sir Edward Ramsey bahwa Anna Leonowens berada dalam bahaya di bawah siksaan Raja Mongkut yang barbar. Begitu Sir Edward menerima surat itu, ia segera berlayar menuju ke Siam dengan tujuan melengserkan Raja Mongkut dan menyelamatkan Anna.

Para pangeran dan puteri mempelajari berbagai hal termasuk peta dunia yang memperlihatkan wilayah negara-negara lainnya. Anna menunjukkan kepada mereka bahwa Siam bukanlah satu-satunya negara di bumi dan juga bukan pusat dari alam semesta. Selain itu, Anna mengajari para pangeran dan puteri tentang kehidupan bermasyarakat di luar istana. Menurut tradisi, anak-anak Raja tidak diizinkan keluar dari istana. Kralahome melihat hal tersebut sebagai kesempatan untuk menyulut emosi Raja Mongkut dan membuatnya bertengkar dengan Anna. Benar saja, Anna kembali bertengkar dengan Raja Mongkut dan kembali memutuskan untuk pulang ke Inggris. Di lokasi latihan bela diri istana, Pangeran Chulalongkorn sedang berlatih bersama seorang pengawal. Tanpa sengaja, ia bertemu dengan Tuptim yang tidak mengetahui siapa Chulalongkorn sebenarnya. Tuptim mengira bahwa Chulalongkorn adalah seorang pelayan istana, sama seperti dirinya. Kedekatan Tuptim dan Chulalongkorn diketahui oleh permaisuri yang menyatakan bahwa perbuatan Tuptim dan Chulalongkorn telah melanggar adat istiadat. Namun, Anna menjelaskan bahwa cinta tidak ada hubungannya dengan adat atau tradisi—apalagi Tuptim dan Chulalongkorn masih muda.

Usai berlatih, Chulalongkorn diberi kabar oleh ibunya bahwa Raja Mongkut sedang gusar. Sang Raja tidak tahu bagaimana caranya menyikapi tuduhan bahwa dirinya adalah raja yang barbar. Pangeran Chulalongkorn kemudian meminta bantuan Anna agar menasihati Raja Mongkut untuk menyelesaikan masalahnya dengan kerajaan Inggris. Kralahome berharap Raja Mongkut akan berperang dengan kerajaan Inggris sehingga pasukan bambu runcing Siam akan dengan mudah dikalahkan oleh pasukan meriam Inggris. Namun, Anna menyarankan Raja untuk tidak berperang dan mengadakan perjamuan bangsawan untuk menyambut kedatangan Sir Edward. Dengan begitu, para pejabat asing akan tahu bahwa Raja Mongkut bukanlah Raja yang barbar. Sang Raja kemudian menugasi Anna untuk menyiapkan acara perjamuan sehingga sekali lagi Anna batal kembali ke Inggris. Lagipula, Raja kini bersedia memberikan sebuah rumah untuk Anna di luar istana. Setelah rencananya gagal, Kralahome mendengarkan laporan dari Master Little bahwa Pangeran Kralahome jatuh cinta kepada seorang pelayan dan menyerahkan kalung keramat kerajaan kepada Tuptim. Di tengah-tengah acara perjamuan, Kralahome memberi tahu Raja bahwa putera mahkota telah menjalin asmara dengan seorang gadis pelayan. Laporan itu membuat Raja Mongkut murka dan memerintahkan anak buahnya untuk menahan Tuptim dan manjatuhinya hukuman cambuk sampai mati. Kemarahan Raja Siam justru membuat Sir Edward yakin kalau Raja adalah pemimpin yang barbar. Rencana Kralahome akhirnya berjalan dengan baik. Akankah Raja Mongkut menghukum mati Tuptim? Apakah Sir Edward akan mengirimkan laporan ke Inggris bahwa Raja Mongkut adalah Raja yang barbar dan Kralahome akan diangkat menggantikannya?

01 Story Logic

Narasi dalam The King and I masih kurang logis. Sebagai sebuah animasi, The King and I memiliki keleluasaan yang lebih dibandingkan dengan film-film live action. Maka, penonton harus memaklumi jika animasi ini lebih tidak logis dibandingkan dengan versi live-action-nya. Namun, kebebasan ini masih terbatas pada ekspresi-ekspresi karakternya yang bisa dilebih-lebihkan dan melawan aturan dunia nyata. Misalnya, aksi Master Little dalam film ini sangatlah ekspresif dan tidak mungkin terjadi di dunia nyata. Bagaimana Rama, sang panther berperilaku juga tidaklah masuk akal dalam dunia nyata tetapi menjadi masuk akal dalam film animasi. Apalagi, The King and I merupakan sebuah animasi Musikal. Dalam film Musikal, logika-logika dunia nyata memang akan dibelokkan, misalnya ada sekelompok orang yang tiba-tiba bernyanyi di tengah jalan. Tentu saja hal semacam itu tidak masuk akal di dunia nyata sehingga tidak masuk akal dalam sebuah Drama murni atau Drama yang serius—bahkan dalam genre lainnya yang sama-sama serius seperti Aksi, Thriller, Horror, Fantasi, dan Fiksi Ilmiah. Maka wajar saja jika karakter-karakter dalam film ini menunjukkan perilaku yang idak masuk akal—seperti, dalam seri Spongebob misalnya, bagaimana bisa peralatan elektronik di rumah Patrick Star berfungsi padahal terbuat dari pasir.

The King and I adalah sebuah Drama Animasi Musikal. Artinya, ada banyak hal “tidak logis” dari cara karakternya berekspresi yang masih bisa dimaklumi. Permasalahan logika film ini muncul ketika The King and I mencoba memasukkan unsur genre Fantasi. Kemunculan naga, monster patung, harimau ganas, dan lain sebagainya akibat kemampuan “sihir” Kralahome membuat posisi genre film ini menjadi kurang jelas. Terlebih lagi, unsur-unsur Fantasi itu tidak dieksplorasi lebih jauh. Apabila The King and I merupakan sebuah Fantasi, maka film ini adalah sebuah Fantasi yang tidak ideal (tanggung). Bagaimana karakter bereaksi terhadap kejadian-kejadian Fantasi dalam film ini pun tidak logis. Ketika berlayar, Anna dihadang oleh seekor naga laut. Tindakan yang paling wajar dilakukan adalah berusaha menyelamatkan diri, tetapi Anna justru bersiul. Lalu, mengapa Anna dan karakter lainnya tidak merasa “aneh” ketika melihat monster laut? The King and I tidak berlatar di dunia Fantasi, maka kemunculan naga adalah hal yang sangat tidak wajar, bahkan dalam sebuah animasi sekalipun. Dalam animasi Drama seperti The Wind Rises dan Grave of the Fireflies, mustahil muncul seekor naga atau adanya seorang ahli sihir karena memang keduanya bukan film Fantasi seperti Sleeping Beauty. Permasalahan ini mengarah pada permasalahan lain dalam detil cerita. Misalnya, jika Kralahome memang memiliki kemampan sihir menciptakan ilusi, ia seharusnya bisa dengan mudah menyingkirkan Raja Mongkut. Kemampuan sihirnya yang spektakuler di awal film pun berangsur-angsur menjadi biasa saja, bahkan cenderung buruk. Dalam seri Harry Potter, Voldemort bertambah kuat seiring berjalannya entry, bukan malah sebaliknya. Hal ini menyebabkan klimaks cerita yang kurang meruncing.

02 Story Consistency

Mskipun film ini memiliki masalah pada logika ceritanya, alur cerita The King and I sudah konsisten. Bahkan, narasi film ini sudah lebih konsisten dibandingkan dengan versi live-actionnya yang dirilis pada tahun 1956. Animasi The King and I memberikan rajutan cerita yang lebih jelas dan motivasi-motivasi karakter yang lebih baik. Dalam versi live-action, sebetulnya tidak ada karakter villain yang benar-benar harus ditakuti oleh Anna dan King Mongkut. Kralahome yang pada mulanya diperlihatkan seolah-olah akan memberikan ancaman besar, ternyata sama sekali tidak berbahaya. Fokus ceritanya pun senantiasa berubah-ubah dan ada banyak poin cerita yang sebenarnya tidak penting untuk diceritakan. Animasi The King and I, pada dasarnya, “memperbaiki” atau setidaknya “memodifikasi” alur cerita yang tidak konsisten dalam live-actionnya dengan mengubah hubungan-hubungan antar karakternya menjadi lebih signifikan. Kralahome versi animasi dijadikan villain agar penonton dapat mengidentifikasi ancaman terbesar dari kisah ini dalam waktu seketika—ingat, film bukanlah buku sehingga penting untuk memberi tahu penonton sebanyak-banyaknya hanya dari sekilas visualisasi saja. Di dalam versi live-action, Tuptim jatuh cinta dengan pembantu istana Burma yang mengantarkannya sebagai hadiah kepada King Mongkut. Di sepanjang perjalanan, asmara keduanya mulai terjalin. Dalam versi animasi, Tuptim jatuh cinta pada Pangeran Chulalongkorn. Tentu saja asmara dalam versi animasi akan lebih berpengaruh pada King Mongkut karena menyangkut masa depan kerajaannya: putera mahkota akan menikahi gadis pelayan?

Asmara antara Tuptim dan Chulalongkorn juga berkaitan langsung dengan Anna, rencana jahat Kralahome, dan masa depan Siam. Dalam versi live-action, sebenarnya tidak masalah jika Tuptim melarikan diri atau menghilang. Posisinya, pada dasarnya, sama sekali tidak penting. Keberadaan karakter yang “tidak penting” ini tidak masuk akal jika membuat King Mongkut begitu murka hingga membahayakan masa depan kerajaannya karena harus menghukum gadis biasa yang tidak penting. Dalam versi animasi, King Mongkut benar-benar ditekan untuk memilih karena Chulalongkorn benar-benar cinta kepada Tuptim dan telah memberikan lambang kerajaan kepada perempuan itu. Kisah asmara Tuptim dan Chulalongkorn diketahui oleh Kralahome yang melihatnya sebagai kesempatan untuk menghancurkan kerajaan. Di sinilah peran Anna kembali ditegaskan; ia dengan tegas mendukung asmara Tuptim dan Chulalongkorn. Hubungan konflik yang jelas semacam ini tidak ditemui dalam versi live-action.

03 Casting Choice and Acting

Para pengisi suara dalam film ini umumnya sudah baik. Martin Vidnovic berhasil menghidupkan karakter Raja Mongkut yang sesuai dengan karakter live action tahun 1956. Aktris Miranda Richardson yang menyuarakan Anna memberikan gaya bicara yang jauh berbeda dari karakter live action 1956 tetapi tetap tidak terdengar kaku. Pengisi suara Kralahome, Ian Richardson, juga memberikan versi gaya bicara yang berbeda dari versi live-action. Suara Ian Richardson sudah baik karena Kralahome versi animasi lebih banyak berbicara dan berubah menjadi karakter jahat [villain].

04 Music Match

Implementasi musik dalam film ini diawasi langsung oleh Organisasi Rodgers and Hammersterin. Dengan demikian, versi animasi ini mengimplementasikan musik dan lagu yang memang sudah ditampilkan dalam versi teater Musikal-nya. Film ini sendiri merupakan sebuah film Musikal dan lagu-lagu yang disajikan sudah menjadi bagian dari adegan yang mendukung jalannya cerita. Bahkan, versi animasi ini menyajikan lagu Hello Young Lovers secara lebih efektif dibandingkan dengan versi live action. Dalam versi ini, Anna menyanyikan lagu Hello Young Lovers kepada Pangeran Chulalongkorn dan Tuptim yang merupakan pasangan kekasih muda sementara dalam versi live action ia bernyanyi untuk dirinya sendiri ketika mengenang masa muda.

05 Cinematography Match

Tidak ada keluhan dalam poin sinematografi.

06 Character Design

Secara umum, desain karakter dalam The King and I sudah baik. Karakter manusia dalam film ini umumnya digambar dengan gaya realis yang proporsional dan sudah menyatu baik dengan latar belakangnya. Selain itu, desain karakter dalam film ini sudah mengikuti versi live-action-nya yang lebih populer sehingga versi animasi ini tidak terlihat terlalu berbeda dari versi live action. Kesesuaian “nuansa” dengan versi aslinya ini tidak hanya ada pada desain anatomi karakter, tetapi juga pada desain busana yang dikenakan.

07 Background/Set Match

Latar belakang film ini sudah baik karena sudah menyatu dengan desain karakternya. Dengan demikian, karakter dan latar belakang dalam film ini tidak terlihat seperti berasal dari universe yang berbeda. Latar belakang istana, candi, dan berbagai objek lainnya dibuat dengan gaya realis. Karakter-karakter dalam film ini pun umumnya digambar dengan desain realis sehingga karakter manusianya memiliki bentuk tubuh yang proporsional.

08 Special and/or Practical Effects

Efek visual dalam The King and I sudah baik. Tentu saja, kehalusan gerakan karakter dan kesatuan antara animasi tradisional dengan tambahan animasi CGI dalam film ini tidak sehalus film-film animasi “besar” pada masanya seperti Mulan, Tarzan, dan The Prince of Egypt. Film-film animasi dari Disney dan Dreamworks memiliki dana produksi yang lebih besar dan tidak sepantasnya dibanding-bandingkan. Meski demikian, secara umum presentasi The King and I sudah baik. Gerakan karakternya sudah tergolong halus, implementasi efek CGI sudah tergolong seamless pada masanya, dan penggunaan warna dalam film ini sudah baik.

09 Audience Approval

Mayoritas penonton memberikan tanggapan yang negatif untuk film ini.

10 Intentional Match

The King and I tidak berhasil memenuhi visi penciptanya. Film ini dimaksudkan untuk menjadi versi The King and I yang cocok untuk anak-anak dan akan mempekuat popularitas Musikal The King and I. Sayangnya, film ini memiliki alur cerita yang terlalu “Drama” untuk anak-anak dan terlalu kekanak-kanakan untuk orang dewasa. Film ini pun tidak berhasil memperkenalkan anak-anak kepada Musikal The King and I dan film versi 1956 hanya “populer” di kalangan kritikus dan tidak berhasil menjadi mainstream seperti The Sound of Music atau Mary Poppins. Versi animasi ini dengan sengaja mengubah versi Musical dengan menambahkan unsur-unsur Fantasi tetapi ubahan-ubahan ini tidak cukup untuk membuat nuansa Drama di dalamnya menjadi ringan dan mudah dicerna oleh anak-anak. Selain tidak berhasil memenuhi visi artistik penciptanya, film ini juga tidak berhasil memenuhi visi penciptanya dari segi finansial karena filmnya mengalami kerugian. Parahnya lagi, film ini dinyatakan sebagai catatan buruk oleh Organisasi Rodgers and Hammerstein selaku pengurus hak cipta atas karya-karya Rodgers dan Hammerstein.

[EN/ORIGINAL]“Producer Arthur Rankin, whose "Rudolph the Red-Nosed Reindeer" is a TV perennial, convinced the Rodgers and Hammerstein Organization that an animated picture "would be a superb way" to expand the property, R&H spokesman Bert Fink told Playbill On-Line. "If (children) can sing the songs from 'Mulan' and 'Quest for Camelot,' we would also like to see them singing songs from Rodgers and Hammerstein," he said. The "surreal" medium, he said, leaves room for a looser adaptation of the original story, about an English schoolteacher who comes to 1860s Siam to teach in the King's court and introduce what is good in Western culture.”

[ID]Menurut juru bicara R&H Bert Fink, produser Arthur Rankin yang sukses lewat karya “Rudolph the Red-Nosed Reindeer”, meyakinkan Organisasi Rodgers and Hammerstein [R&H] bahwa sebuah adaptasi animasi “bisa menjadi langkah yang besar” untuk mengembangkan kekayaan intelektual yang mereka miliki. “Kalau anak-anak bisa bernyanyi lagu-lagu dari film ‘Mulan’ dan ‘Quest for Camelot’, kami juga ingin anak-anak menyanyikan lagu-lagu dari Rodgers and Hammerstein. (Animasi) sebagai medium yang “sureal” memberikan ruang untuk menyajikan adaptasi cerita yang lebih bebas dari cerita aslinya, cerita tentang seorang guru Inggris yang datang ke Siam di era 1860-an untuk mendidik anak-anak Raja tentang apa saja nilai positif dari budaya Barat.” [Kenneth Jones dalam “Shall We Kickbox? Animated 'King and I' Opens at Movie Theatres March 19”, dipublikasikan dalam Playbill 18 Maret 1999][diterjemahkan dalam ID oleh Nabil Bakri]

ADDITIONAL CONSIDERATIONS

[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]

01 Skywalker’s Schemata

Menonton The King and I merupakan sebuah impian yang menjadi nyata bagi saya. Untuk membicarakan hal ini, sekali lagi saya harus mengajak Anda ke masa lalu sebelum menonton film menjadi semudah 2010 ke atas. Di masa lalu, tidak mudah untuk menonton film apa saja yang diinginkan. Bahkan, trailer merupakan sebuah kemewahan tersendiri karena trailer benar-benar merupakan sumber rekomendasi film. Tidak ada kolom komentar untuk berdiskusi tentang kualitas filmnya dan orang hanya bisa berasumsi kualitas film itu dari trailer yang disaksikan. Ketika saya menonton sebuah film dokumenter pada tahun 2005, sebuah trailer ditayangkan sebelum filmnya dimulai. Itu adalah trailer film The King and I versi animasi. Sebelumnya, saya sama sekali tidak tahu tentang keberadaan film ini. Dilihat dari trailernya, saya berpikir kalau film ini pasti sangat bagus kualitasnya. Ada naga yang menyerang, macan kumbang yang mengaum, dan prajurit istana Siam yang mengacungkan pedang. Pada waktu itu saya berpikir kalau film ini adalah sebuah film Fantasi—Petualangan yang sangat seru. Namun The King and I sudah dirilis 6 tahun sebelumnya. Satu-satunya cara menonton film itu adalah dengan mencari VCD-nya atau kalau beruntung akan tayang di TV. Karena filmnya sudah berusia 6 tahun, sangat sulit menemukan VCD-nya dan perlu diingat bahwa kala itu belum populer istilah “belanja online” di Indonesia. Film ini juga tidak populer sehingga kecil sekali kemungkinan akan ditayangkan di TV.

Betapa terkejutnya saya ketika berkunjung ke toko musik Popeye di Yogyakarta pada tahun 2011 [sekarang sudah tidak beroperasi] dalam keadaan saya sudah sama sekali melupakan tentang film The King and I. Kebetulan sekali bangunan toko musik Popeye sebagian disewa oleh toko VCD dan kebetulan juga toko itu masih memiliki sisa 2 kopi stok lama VCD The King and I. VCD itu benar-benar cetakan pertama dari tahun 1999 dan dari harga asli Rp 54 ribu sudah diturunkan menjadi Rp 29 ribu [tidak terbayang seberapa mahalnya harga Rp 54 ribu untuk perekonomian tahun 1999]. Tentu saja saya tidak berpikir panjang dan langsung membelinya. Di sepanjang perjalanan saya tidak bisa tenang karena ingin segera menonton filmnya. Saya berpikir, “Akhirnya setelah sekian lama ingin menonton film ini, saya bisa menontonnya!” Sesampainya di rumah, saya langsung berlari ke kamar dan memasukkan cakram VCD-nya ke dalam komputer. Karena VCD yang saya beli adalah versi cetakan pertama, VCD itu secara default memiliki program mandiri yang permanen untuk memutar videonya [tidak menggunakan Windows Media Player, PowerDVD, VLC, atau software yang bisa didownload lainnya] karena di tahun 1999 tidak semua komputer bisa memutar VCD tanpa tambahan software atau decoder tertentu.

Penantian panjang selama 6 tahun berakhir dengan sebuah kekecewaan karena ternyata saya tidak menyukai The King and I. Animasi ini sama sekali tidak seperti apa yang saya harapkan dan trailernya telah menipu saya. The King and I adalah sebuah film yang cenderung membosankan. Namun setelah saya menonton versi asli 1956, ternyata saya juga tidak menyukainya dan menurut saya versi aslinya juga sama-sama membosankan. Film ini sama sekali tidak memiliki excitement dan terlalu tanggung: berpotensi menjadi Drama yang serius dan kompleks tetapi tidak, dan berpotensi menjadi film Petualangan tetapi pada akhirnya tidak ada Petualangan besar yang ditampilkan. Jika excitement sebuah film adalah gunung, The King and I adalah sebuah gunung yang rata. Meski demikian, film ini tetap memiliki posisi penting dalam hati saya karena, well, perhatikan saja bagaimana saya menceritakan pengalaman saya untuk menonton film ini. The King and I mengingatkan saya pada masa-masa yang telah berlalu. VCD yang saya beli masih saya simpan dan saya putar ulang ketika akan menulis review ini. Komputer dengan spesifikasi terbaru sudah tidak mendeteksi program player default yang ada di dalam VCD-nya dan otomatis mengalihkan filmnya ke Windows Media Player. Memegang paket VCD The King and I di tangan saya, meski terdengar konyol dan cringy, seperti menggenggam salah satu impian saya yang telah menjadi kenyataan. Hal-hal kecil seputar film semacam inilah yang membuat saya dekat sekali dengan film dan menjadikan proses menonton film sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan atau memorable. Hal-hal kecil semacam ini sudah menghilang berkat kemudahan streaming. Saya sendiri bersyukur dengan adanya streaming, tetapi saya tidak bisa melupakan sensasi tersendiri ketika menonton film itu memerlukan effort yang nyata—bahkan sampai harus menunda sangat lama. Hal itulah yang membuat saya bisa menulis review ini dengan senyum-senyum kecil ketika menarik selembar memori masa lalu dari sudut kerutan otak saya. Selain kenangan, satu-satunya aspek yang saya apresiasi dari film ini adalah lagunya. Lagu I Have Dreamed yang dinyanyikan oleh David Burnham adalah salah satu soundtrack favorit saya sepanjang masa.

To ‘The King and I’ [1999]—though you are not adventurous in nature and there is almost certainly nothing exciting about you…I sincerely thank you for the adventure you once brought to my life.

[*]

02 Awards

The King and I tidak menerima penghargaan yang penting untuk disebutkan.

03 Financial

Dari dana sebesar $25 juta, The King and I hanya berhasil menjual tiket sebesar $12 juta. Tentu saja hal ini berarti The King and I merupakan sebuah box office bomb atau film yang gagal secara finansial dengan kegagalan yang sangat besar seperti kejatuhan bom dan meledak sampai hancur berkeping-keping. Meski demikian, film ini cukup laris terjual dalam versi kaset VHS, DVD [untuk market internasional] dan VCD [untuk market Asia]. Pada tahun 1999, penjualan DVD film ini berada dalam daftar Billboard 20 besar Top Kid Video Chart atau DVD Film Anak Terlaris selama sekitar 15 minggu. Kesuksesan penjualan DVD ini menjadikan The King and I sebagai film anak-anak yang paling laku DVD-nya di posisi ke-16 untuk periode 1999.

04 Critics

Mayoritas kritikus film memberikan tanggapan yang negatif untuk film ini. Film The King and I 1956 merupakan sebuah film yang sangat diapresiasi di kalangan kritikus film. Maka, wajar sekali jika versi animasi ini dibanding-bandingkan dengan versi aslinya. Kalangan kritikus menilai versi animasi ini gagal mereplikasi versi aslinya dan merupakan sebuah remake yang tidak diperlukan. Bahkan, The Rodgers and Hammerstein Encyclopedia menyatakan bahwa versi animasi ini adalah adaptasi Musikal Rodgers and Hammerstein yang paling buruk yang pernah dibuat.

05 Longevity

The King and I tidak berhasil bertahan melawan perubahan zaman. Film ini telah dilupakan bahkan sebelum berusia 10 tahun. Tanggapan penonton generasi baru pun secara umum tetap negatif. Dalam hal popularitas, film asli The King and I yang dirilis pada tahun 1956 masih jauh lebih populer dibandingkan dengan film ini. Bahkan dengan keterlibatan penyanyi legendaris Barbara Streisand yang menyanyikan lagu I Have Dreamed sebagai soundtrack The King and I tidak berhasil mempertahankan popularitas film animasi ini.

Final Score

Skor Asli                     : 7.5

Skor Tambahan           : -2

Skor Akhir                  : 5.5/10

***

Spesifikasi Optical Disc

[Cakram Film DVD/VCD/Blu-ray Disc]

Judul               : The King and I

Rilis                 : 29 September 1999

Format             : VCD [|||]

Kode Warna    : PAL

Fitur                : -

Support           : Windows 98-10 [VLC Media Player], DVD Player, HD DVD Player [termasuk X-Box 360], Blu-ray Player [termasuk PS 3 dan 4], 4K UHD Blu-ray Player [termasuk PS 5].

Keterangan Support:

[Support VCD, DVD, Kecuali Blu-ray dan 4K]

[Support VCD, DVD, Termasuk Blu-ray, Kecuali 4K]

[Support Semua Termasuk 4K]

STREAMING

TUBI

Amazon

***

Edisi Review Singkat

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.

Edisi Review Singkat+PLUS

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda Review Singkat+PLUS di bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Juli 2021 menandakan artikel tersebut berjumlah lebih dari 3.500 kata.

Skywalker Hunter adalah alias dari Nabil Bakri

Keterangan Box Office dan penjualan DVD disediakan oleh The Numbers

©1999/Morgan Creek, Warner Bros./The King and I/All Rights Reserved.

©Nabil Bakri Platinum.

Teks ini dipublikasikan dalam Nabil Bakri Platinum [https://nabilbakri.blogspot.com/] yang diverifikasi Google dan dilindungi oleh DMCA.