Review The King and I (1999) Susah Senangnya Menjadi Guru di
Istana Thailand
Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter
Edisi Review Singkat+PLUS
Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak
cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes
copyrighted pictures under the doctrine of fair use.
images©1999/Morgan Creek, Warner Bros./The King and I/All
Rights Reserved.
Genre : Drama
Musikal [Animasi Tradisional/Hand-drawn Animation]
Rilis : 19 Maret 1999
Durasi : 89 menit
Sutradara : Richard Rich
Pemeran : Miranda Richardson, Martin Vidnovic, Ian Richardson, Darrell Hammond
Episode : -
Sinopsis
Anna
Leonowens dan puteranya, Louis, berlayar menuju Siam. Anna telah menerima
tawaran bekerja sebagai guru di istana Siam dan akan mendidik para pangeran dan
puteri kerajaan Siam. Kedatangan Anna pada mulanya tidak disukai oleh
Kralahome, Perdana Menteri Siam, yang khawatir kalau Anna akan menjadikan Siam
lebih modern dan mengancam posisinya sebagai Perdana Menteri. Kralahome adalah
seorang pejabat yang licik dan memiliki kemampuan sihir untuk menciptakan
ilusi. Ia pun mendatangkan ilusi seekor monster laut untuk menghadang kapal
Anna dengan harapan sang guru akan ketakutan dan membatalkan perjalanannya ke
Siam. Namun, Anna yakin kalau kemunculan monster itu hanyalah halusinasi karena
orang-orang di kapal merasa ketakutan di tengah badai. Ia pun tetap melanjutkan
perjalanan menuju Siam. Karena tidak berhasil melemahkan hati Anna, Kralahome
mengganti rencananya untuk memanfaatkan Anna dengan berusaha menunjukkan segala
keburukan kerajaan Siam agar Anna menyatakan kepada pemerintah Inggris bahwa
Siam adalah kerajaan barbar. Sesampainya di Siam, Anna dijemput oleh Kralahome
dan anak buahnya, Master Little. Kapten kapal menasihati Anna untuk
berhati-hati dengan Kralahome dan menyerahkan monyet peliharaannya, Moonshee,
kepada Louis. Ketika Kralahome mengantar Anna menuju istana, Anna menagih janji
Raja Mongkut yang akan memberinya sebuah rumah di luar istana. Menurut Kralahome,
Raja Mongkut adalah Raja yang sering tidak menepati janjinya. Anna tiba di
istana ketika Raja sedang menerima “hadiah” dari Burma berupa seorang gadis bernama
Tuptim yang akan dijadikan pelayan. Kralahome melihat situasi itu untuk
meyakinkan Anna bahwa Raja Mongkut adalah pemimpin barbar yang mendukung
perbudakan.
Pada
akhirnya, Anna memberanikan diri untuk bicara langsung kepada Raja Mongkut
tentang rumah yang telah dijanjikan. Raja Mongkut begitu antusias menyambut
Anna sehingga tidak memedulikan keluhan Anna tentang rumahnya dan segera
menunjukkan berbagai penelitian yang ia lakukan serta visi modern untuk Siam
yang telah ia rencanakan. Raja Mongkut bahkan telah menulis sebuah buku sejarah
kerajaan Siam yang menjelaskan tentang silsilah keluarga Raja. Namun, Anna
tetap bersikeras menuntut janji Raja yang akan memberikan sebuah rumah di luar
istana. Raja memerintahkan Anna untuk mengajar dan tinggal di dalam istana. Ia
telah menyiapkan kamar yang mewah untuk Anna dan Louis. Menurut Anna, kamar di
istana itu memang indah. Namun, ia tetap tidak senang tinggal di istana dan
memutuskan akan kembali ke Inggris setelah berkenalan dengan anak-anak Raja.
Satu per satu pangeran dan puteri datang memberi salam kepada Anna—termasuk
putera mahkota Pangeran muda Chulalongkorn. Melihat antusiasme anak-anak Raja,
Anna membatalkan niatnya kembali ke Inggris dan bersedia menjadi guru di
istana. Meski demikian, Anna tetap menunggu realisasi janji Raja untuk
memberinya sebuah rumah di luar istana. Karena Anna telah resmi menjadi guru di
istana, Kralahome melihat sebuah kesempatan emas untuk menjatuhkan Raja. Ia
meminta Master Little untuk mengirim surat kepada Sir Edward Ramsey bahwa Anna
Leonowens berada dalam bahaya di bawah siksaan Raja Mongkut yang barbar. Begitu
Sir Edward menerima surat itu, ia segera berlayar menuju ke Siam dengan tujuan
melengserkan Raja Mongkut dan menyelamatkan Anna.
Para
pangeran dan puteri mempelajari berbagai hal termasuk peta dunia yang
memperlihatkan wilayah negara-negara lainnya. Anna menunjukkan kepada mereka
bahwa Siam bukanlah satu-satunya negara di bumi dan juga bukan pusat dari alam
semesta. Selain itu, Anna mengajari para pangeran dan puteri tentang kehidupan
bermasyarakat di luar istana. Menurut tradisi, anak-anak Raja tidak diizinkan keluar
dari istana. Kralahome melihat hal tersebut sebagai kesempatan untuk menyulut
emosi Raja Mongkut dan membuatnya bertengkar dengan Anna. Benar saja, Anna
kembali bertengkar dengan Raja Mongkut dan kembali memutuskan untuk pulang ke
Inggris. Di lokasi latihan bela diri istana, Pangeran Chulalongkorn sedang
berlatih bersama seorang pengawal. Tanpa sengaja, ia bertemu dengan Tuptim yang
tidak mengetahui siapa Chulalongkorn sebenarnya. Tuptim mengira bahwa
Chulalongkorn adalah seorang pelayan istana, sama seperti dirinya. Kedekatan
Tuptim dan Chulalongkorn diketahui oleh permaisuri yang menyatakan bahwa
perbuatan Tuptim dan Chulalongkorn telah melanggar adat istiadat. Namun, Anna
menjelaskan bahwa cinta tidak ada hubungannya dengan adat atau tradisi—apalagi
Tuptim dan Chulalongkorn masih muda.
Usai
berlatih, Chulalongkorn diberi kabar oleh ibunya bahwa Raja Mongkut sedang
gusar. Sang Raja tidak tahu bagaimana caranya menyikapi tuduhan bahwa dirinya
adalah raja yang barbar. Pangeran Chulalongkorn kemudian meminta bantuan Anna
agar menasihati Raja Mongkut untuk menyelesaikan masalahnya dengan kerajaan
Inggris. Kralahome berharap Raja Mongkut akan berperang dengan kerajaan Inggris
sehingga pasukan bambu runcing Siam akan dengan mudah dikalahkan oleh pasukan meriam
Inggris. Namun, Anna menyarankan Raja untuk tidak berperang dan mengadakan
perjamuan bangsawan untuk menyambut kedatangan Sir Edward. Dengan begitu, para
pejabat asing akan tahu bahwa Raja Mongkut bukanlah Raja yang barbar. Sang Raja
kemudian menugasi Anna untuk menyiapkan acara perjamuan sehingga sekali lagi
Anna batal kembali ke Inggris. Lagipula, Raja kini bersedia memberikan sebuah
rumah untuk Anna di luar istana. Setelah rencananya gagal, Kralahome
mendengarkan laporan dari Master Little bahwa Pangeran Kralahome jatuh cinta
kepada seorang pelayan dan menyerahkan kalung keramat kerajaan kepada Tuptim.
Di tengah-tengah acara perjamuan, Kralahome memberi tahu Raja bahwa putera
mahkota telah menjalin asmara dengan seorang gadis pelayan. Laporan itu membuat
Raja Mongkut murka dan memerintahkan anak buahnya untuk menahan Tuptim dan
manjatuhinya hukuman cambuk sampai mati. Kemarahan Raja Siam justru membuat Sir
Edward yakin kalau Raja adalah pemimpin yang barbar. Rencana Kralahome akhirnya
berjalan dengan baik. Akankah Raja Mongkut menghukum mati Tuptim? Apakah Sir
Edward akan mengirimkan laporan ke Inggris bahwa Raja Mongkut adalah Raja yang
barbar dan Kralahome akan diangkat menggantikannya?
01 Story Logic
Narasi
dalam The King and I masih kurang logis. Sebagai sebuah animasi, The King and I
memiliki keleluasaan yang lebih dibandingkan dengan film-film live action.
Maka, penonton harus memaklumi jika animasi ini lebih tidak logis dibandingkan
dengan versi live-action-nya.
Namun, kebebasan ini masih terbatas pada ekspresi-ekspresi karakternya yang
bisa dilebih-lebihkan dan melawan aturan dunia nyata. Misalnya, aksi Master
Little dalam film ini sangatlah ekspresif dan tidak mungkin terjadi di dunia
nyata. Bagaimana Rama, sang panther berperilaku juga tidaklah masuk akal dalam
dunia nyata tetapi menjadi masuk akal dalam film animasi. Apalagi, The King and
I merupakan sebuah animasi Musikal. Dalam film Musikal, logika-logika dunia
nyata memang akan dibelokkan, misalnya ada sekelompok orang yang tiba-tiba
bernyanyi di tengah jalan. Tentu saja hal semacam itu tidak masuk akal di dunia
nyata sehingga tidak masuk akal dalam sebuah Drama murni atau Drama yang
serius—bahkan dalam genre lainnya yang sama-sama serius seperti Aksi, Thriller,
Horror, Fantasi, dan Fiksi Ilmiah. Maka wajar saja jika karakter-karakter dalam
film ini menunjukkan perilaku yang idak masuk akal—seperti, dalam seri Spongebob misalnya, bagaimana bisa
peralatan elektronik di rumah Patrick Star berfungsi padahal terbuat dari
pasir.
The
King and I adalah sebuah Drama Animasi Musikal. Artinya, ada banyak hal “tidak
logis” dari cara karakternya berekspresi yang masih bisa dimaklumi.
Permasalahan logika film ini muncul ketika The King and I mencoba memasukkan
unsur genre Fantasi. Kemunculan naga, monster patung, harimau ganas, dan lain
sebagainya akibat kemampuan “sihir” Kralahome membuat posisi genre film ini
menjadi kurang jelas. Terlebih lagi, unsur-unsur Fantasi itu tidak dieksplorasi
lebih jauh. Apabila The King and I merupakan sebuah Fantasi, maka film ini
adalah sebuah Fantasi yang tidak ideal (tanggung). Bagaimana karakter bereaksi
terhadap kejadian-kejadian Fantasi dalam film ini pun tidak logis. Ketika
berlayar, Anna dihadang oleh seekor naga laut. Tindakan yang paling wajar
dilakukan adalah berusaha menyelamatkan diri, tetapi Anna justru bersiul. Lalu,
mengapa Anna dan karakter lainnya tidak merasa “aneh” ketika melihat monster
laut? The King and I tidak berlatar di dunia Fantasi, maka kemunculan naga
adalah hal yang sangat tidak wajar, bahkan dalam sebuah animasi sekalipun.
Dalam animasi Drama seperti The Wind
Rises dan Grave of the Fireflies,
mustahil muncul seekor naga atau adanya seorang ahli sihir karena memang
keduanya bukan film Fantasi seperti Sleeping Beauty. Permasalahan ini mengarah pada permasalahan lain dalam
detil cerita. Misalnya, jika Kralahome memang memiliki kemampan sihir
menciptakan ilusi, ia seharusnya bisa dengan mudah menyingkirkan Raja Mongkut.
Kemampuan sihirnya yang spektakuler di awal film pun berangsur-angsur menjadi
biasa saja, bahkan cenderung buruk. Dalam seri Harry Potter, Voldemort bertambah kuat seiring berjalannya entry, bukan
malah sebaliknya. Hal ini menyebabkan klimaks cerita yang kurang meruncing.
02 Story Consistency
Mskipun
film ini memiliki masalah pada logika ceritanya, alur cerita The King and I
sudah konsisten. Bahkan, narasi film ini sudah lebih konsisten dibandingkan
dengan versi live-actionnya yang dirilis pada tahun 1956. Animasi The King and
I memberikan rajutan cerita yang lebih jelas dan motivasi-motivasi karakter
yang lebih baik. Dalam versi live-action, sebetulnya tidak ada karakter villain
yang benar-benar harus ditakuti oleh Anna dan King Mongkut. Kralahome yang pada
mulanya diperlihatkan seolah-olah akan memberikan ancaman besar, ternyata sama
sekali tidak berbahaya. Fokus ceritanya pun senantiasa berubah-ubah dan ada
banyak poin cerita yang sebenarnya tidak penting untuk diceritakan. Animasi The
King and I, pada dasarnya, “memperbaiki” atau setidaknya “memodifikasi” alur
cerita yang tidak konsisten dalam live-actionnya dengan mengubah
hubungan-hubungan antar karakternya menjadi lebih signifikan. Kralahome versi
animasi dijadikan villain agar penonton dapat mengidentifikasi ancaman terbesar
dari kisah ini dalam waktu seketika—ingat, film bukanlah buku sehingga penting
untuk memberi tahu penonton sebanyak-banyaknya hanya dari sekilas visualisasi
saja. Di dalam versi live-action, Tuptim jatuh cinta dengan pembantu istana
Burma yang mengantarkannya sebagai hadiah kepada King Mongkut. Di sepanjang
perjalanan, asmara keduanya mulai terjalin. Dalam versi animasi, Tuptim jatuh
cinta pada Pangeran Chulalongkorn. Tentu saja asmara dalam versi animasi akan
lebih berpengaruh pada King Mongkut karena menyangkut masa depan kerajaannya:
putera mahkota akan menikahi gadis pelayan?
Asmara
antara Tuptim dan Chulalongkorn juga berkaitan langsung dengan Anna, rencana
jahat Kralahome, dan masa depan Siam. Dalam versi live-action, sebenarnya tidak
masalah jika Tuptim melarikan diri atau menghilang. Posisinya, pada dasarnya,
sama sekali tidak penting. Keberadaan karakter yang “tidak penting” ini tidak
masuk akal jika membuat King Mongkut begitu murka hingga membahayakan masa
depan kerajaannya karena harus menghukum gadis biasa yang tidak penting. Dalam
versi animasi, King Mongkut benar-benar ditekan untuk memilih karena
Chulalongkorn benar-benar cinta kepada Tuptim dan telah memberikan lambang
kerajaan kepada perempuan itu. Kisah asmara Tuptim dan Chulalongkorn diketahui
oleh Kralahome yang melihatnya sebagai kesempatan untuk menghancurkan kerajaan.
Di sinilah peran Anna kembali ditegaskan; ia dengan tegas mendukung asmara
Tuptim dan Chulalongkorn. Hubungan konflik yang jelas semacam ini tidak ditemui
dalam versi live-action.
03 Casting Choice and Acting
Para
pengisi suara dalam film ini umumnya sudah baik. Martin Vidnovic berhasil
menghidupkan karakter Raja Mongkut yang sesuai dengan karakter live action
tahun 1956. Aktris Miranda Richardson yang menyuarakan Anna memberikan gaya
bicara yang jauh berbeda dari karakter live action 1956 tetapi tetap tidak
terdengar kaku. Pengisi suara Kralahome, Ian Richardson, juga memberikan versi
gaya bicara yang berbeda dari versi live-action. Suara Ian Richardson sudah
baik karena Kralahome versi animasi lebih banyak berbicara dan berubah menjadi
karakter jahat [villain].
04 Music Match
Implementasi
musik dalam film ini diawasi langsung oleh Organisasi Rodgers and Hammersterin.
Dengan demikian, versi animasi ini mengimplementasikan musik dan lagu yang
memang sudah ditampilkan dalam versi teater Musikal-nya. Film ini sendiri
merupakan sebuah film Musikal dan lagu-lagu yang disajikan sudah menjadi bagian
dari adegan yang mendukung jalannya cerita. Bahkan, versi animasi ini
menyajikan lagu Hello Young Lovers
secara lebih efektif dibandingkan dengan versi live action. Dalam versi ini,
Anna menyanyikan lagu Hello Young Lovers
kepada Pangeran Chulalongkorn dan Tuptim yang merupakan pasangan kekasih muda
sementara dalam versi live action ia bernyanyi untuk dirinya sendiri ketika
mengenang masa muda.
05 Cinematography Match
Tidak
ada keluhan dalam poin sinematografi.
06 Character Design
Secara
umum, desain karakter dalam The King and I sudah baik. Karakter manusia dalam
film ini umumnya digambar dengan gaya realis yang proporsional dan sudah
menyatu baik dengan latar belakangnya. Selain itu, desain karakter dalam film
ini sudah mengikuti versi live-action-nya yang lebih populer sehingga versi
animasi ini tidak terlihat terlalu berbeda dari versi live action. Kesesuaian
“nuansa” dengan versi aslinya ini tidak hanya ada pada desain anatomi karakter,
tetapi juga pada desain busana yang dikenakan.
07 Background/Set Match
Latar
belakang film ini sudah baik karena sudah menyatu dengan desain karakternya.
Dengan demikian, karakter dan latar belakang dalam film ini tidak terlihat
seperti berasal dari universe yang berbeda. Latar belakang istana, candi, dan
berbagai objek lainnya dibuat dengan gaya realis. Karakter-karakter dalam film
ini pun umumnya digambar dengan desain realis sehingga karakter manusianya
memiliki bentuk tubuh yang proporsional.
08 Special and/or Practical Effects
Efek
visual dalam The King and I sudah baik. Tentu saja, kehalusan gerakan karakter
dan kesatuan antara animasi tradisional dengan tambahan animasi CGI dalam film
ini tidak sehalus film-film animasi “besar” pada masanya seperti Mulan, Tarzan, dan The Prince of Egypt. Film-film animasi dari Disney dan Dreamworks
memiliki dana produksi yang lebih besar dan tidak sepantasnya
dibanding-bandingkan. Meski demikian, secara umum presentasi The King and I
sudah baik. Gerakan karakternya sudah tergolong halus, implementasi efek CGI
sudah tergolong seamless pada masanya, dan penggunaan warna dalam film ini
sudah baik.
09 Audience Approval
Mayoritas
penonton memberikan tanggapan yang negatif untuk film ini.
10 Intentional Match
The
King and I tidak berhasil memenuhi visi penciptanya. Film ini dimaksudkan untuk
menjadi versi The King and I yang cocok untuk anak-anak dan akan mempekuat
popularitas Musikal The King and I.
Sayangnya, film ini memiliki alur cerita yang terlalu “Drama” untuk anak-anak dan terlalu kekanak-kanakan untuk orang
dewasa. Film ini pun tidak berhasil memperkenalkan anak-anak kepada Musikal The King and I dan film versi 1956 hanya
“populer” di kalangan kritikus dan tidak berhasil menjadi mainstream seperti The Sound of Music atau Mary Poppins. Versi animasi ini dengan
sengaja mengubah versi Musical dengan menambahkan unsur-unsur Fantasi tetapi
ubahan-ubahan ini tidak cukup untuk membuat nuansa Drama di dalamnya menjadi
ringan dan mudah dicerna oleh anak-anak. Selain tidak berhasil memenuhi visi
artistik penciptanya, film ini juga tidak berhasil memenuhi visi penciptanya
dari segi finansial karena filmnya mengalami kerugian. Parahnya lagi, film ini
dinyatakan sebagai catatan buruk oleh Organisasi Rodgers and Hammerstein selaku
pengurus hak cipta atas karya-karya Rodgers dan Hammerstein.
[EN/ORIGINAL]“Producer Arthur Rankin, whose "Rudolph the Red-Nosed Reindeer"
is a TV perennial, convinced the Rodgers and Hammerstein Organization that an
animated picture "would be a superb way" to expand the property,
R&H spokesman Bert Fink told Playbill On-Line. "If (children) can sing
the songs from 'Mulan' and 'Quest for Camelot,' we would also like to see them
singing songs from Rodgers and Hammerstein," he said. The
"surreal" medium, he said, leaves room for a looser adaptation of the
original story, about an English schoolteacher who comes to 1860s Siam to teach
in the King's court and introduce what is good in Western culture.”
[ID]Menurut
juru bicara R&H Bert Fink, produser Arthur Rankin yang sukses lewat karya
“Rudolph the Red-Nosed Reindeer”, meyakinkan Organisasi Rodgers and Hammerstein
[R&H] bahwa sebuah adaptasi animasi “bisa menjadi langkah yang besar” untuk
mengembangkan kekayaan intelektual yang mereka miliki. “Kalau anak-anak bisa
bernyanyi lagu-lagu dari film ‘Mulan’ dan ‘Quest for Camelot’, kami juga ingin
anak-anak menyanyikan lagu-lagu dari Rodgers and Hammerstein. (Animasi) sebagai
medium yang “sureal” memberikan ruang untuk menyajikan adaptasi cerita yang
lebih bebas dari cerita aslinya, cerita tentang seorang guru Inggris yang
datang ke Siam di era 1860-an untuk mendidik anak-anak Raja tentang apa saja
nilai positif dari budaya Barat.” [Kenneth Jones dalam “Shall We Kickbox?
Animated 'King and I' Opens at Movie Theatres March 19”, dipublikasikan dalam Playbill 18 Maret 1999][diterjemahkan dalam ID oleh Nabil Bakri]
ADDITIONAL CONSIDERATIONS
[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi
sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun
mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan
Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak
prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]
01 Skywalker’s Schemata
Menonton
The King and I merupakan sebuah impian yang menjadi nyata bagi saya. Untuk
membicarakan hal ini, sekali lagi saya harus mengajak Anda ke masa lalu sebelum
menonton film menjadi semudah 2010 ke atas. Di masa lalu, tidak mudah untuk
menonton film apa saja yang diinginkan. Bahkan, trailer merupakan sebuah
kemewahan tersendiri karena trailer benar-benar merupakan sumber rekomendasi
film. Tidak ada kolom komentar untuk berdiskusi tentang kualitas filmnya dan
orang hanya bisa berasumsi kualitas film itu dari trailer yang disaksikan.
Ketika saya menonton sebuah film dokumenter pada tahun 2005, sebuah trailer
ditayangkan sebelum filmnya dimulai. Itu adalah trailer film The King and I versi
animasi. Sebelumnya, saya sama sekali tidak tahu tentang keberadaan film ini.
Dilihat dari trailernya, saya berpikir kalau film ini pasti sangat bagus
kualitasnya. Ada naga yang menyerang, macan kumbang yang mengaum, dan prajurit
istana Siam yang mengacungkan pedang. Pada waktu itu saya berpikir kalau film
ini adalah sebuah film Fantasi—Petualangan yang sangat seru. Namun The King and
I sudah dirilis 6 tahun sebelumnya. Satu-satunya cara menonton film itu adalah
dengan mencari VCD-nya atau kalau beruntung akan tayang di TV. Karena filmnya
sudah berusia 6 tahun, sangat sulit menemukan VCD-nya dan perlu diingat bahwa
kala itu belum populer istilah “belanja online” di Indonesia. Film ini juga
tidak populer sehingga kecil sekali kemungkinan akan ditayangkan di TV.
Betapa
terkejutnya saya ketika berkunjung ke toko musik Popeye di Yogyakarta pada
tahun 2011 [sekarang sudah tidak beroperasi] dalam keadaan saya sudah sama
sekali melupakan tentang film The King and I. Kebetulan sekali bangunan toko
musik Popeye sebagian disewa oleh toko VCD dan kebetulan juga toko itu masih
memiliki sisa 2 kopi stok lama VCD The King and I. VCD itu benar-benar cetakan
pertama dari tahun 1999 dan dari harga asli Rp 54 ribu sudah diturunkan menjadi
Rp 29 ribu [tidak terbayang seberapa mahalnya harga Rp 54 ribu untuk
perekonomian tahun 1999]. Tentu saja saya tidak berpikir panjang dan langsung
membelinya. Di sepanjang perjalanan saya tidak bisa tenang karena ingin segera
menonton filmnya. Saya berpikir, “Akhirnya setelah sekian lama ingin menonton
film ini, saya bisa menontonnya!” Sesampainya di rumah, saya langsung berlari
ke kamar dan memasukkan cakram VCD-nya ke dalam komputer. Karena VCD yang saya
beli adalah versi cetakan pertama, VCD itu secara default memiliki program
mandiri yang permanen untuk memutar videonya [tidak menggunakan Windows Media
Player, PowerDVD, VLC, atau software yang bisa didownload lainnya] karena di
tahun 1999 tidak semua komputer bisa memutar VCD tanpa tambahan software atau
decoder tertentu.
Penantian
panjang selama 6 tahun berakhir dengan sebuah kekecewaan karena ternyata saya
tidak menyukai The King and I. Animasi ini sama sekali tidak seperti apa yang
saya harapkan dan trailernya telah menipu saya. The King and I adalah sebuah
film yang cenderung membosankan. Namun setelah saya menonton versi asli 1956,
ternyata saya juga tidak menyukainya dan menurut saya versi aslinya juga
sama-sama membosankan. Film ini sama sekali tidak memiliki excitement dan
terlalu tanggung: berpotensi menjadi Drama yang serius dan kompleks tetapi
tidak, dan berpotensi menjadi film Petualangan tetapi pada akhirnya tidak ada
Petualangan besar yang ditampilkan. Jika excitement sebuah film adalah gunung,
The King and I adalah sebuah gunung yang rata. Meski demikian, film ini tetap
memiliki posisi penting dalam hati saya karena, well, perhatikan saja bagaimana
saya menceritakan pengalaman saya untuk menonton film ini. The King and I
mengingatkan saya pada masa-masa yang telah berlalu. VCD yang saya beli masih
saya simpan dan saya putar ulang ketika akan menulis review ini. Komputer
dengan spesifikasi terbaru sudah tidak mendeteksi program player default yang
ada di dalam VCD-nya dan otomatis mengalihkan filmnya ke Windows Media Player.
Memegang paket VCD The King and I di tangan saya, meski terdengar konyol dan
cringy, seperti menggenggam salah satu impian saya yang telah menjadi
kenyataan. Hal-hal kecil seputar film semacam inilah yang membuat saya dekat
sekali dengan film dan menjadikan proses menonton film sebagai sebuah
pengalaman yang menyenangkan atau memorable. Hal-hal kecil semacam ini sudah
menghilang berkat kemudahan streaming. Saya sendiri bersyukur dengan adanya
streaming, tetapi saya tidak bisa melupakan sensasi tersendiri ketika menonton
film itu memerlukan effort yang nyata—bahkan sampai harus menunda sangat lama.
Hal itulah yang membuat saya bisa menulis review ini dengan senyum-senyum kecil
ketika menarik selembar memori masa lalu dari sudut kerutan otak saya. Selain
kenangan, satu-satunya aspek yang saya apresiasi dari film ini adalah lagunya.
Lagu I Have Dreamed yang dinyanyikan
oleh David Burnham adalah salah satu soundtrack favorit saya sepanjang masa.
To ‘The King and I’ [1999]—though you are not adventurous in
nature and there is almost certainly nothing exciting about you…I sincerely
thank you for the adventure you once brought to my life.
02 Awards
The
King and I tidak menerima penghargaan yang penting untuk disebutkan.
03 Financial
Dari
dana sebesar $25 juta, The King and I hanya berhasil menjual tiket sebesar $12 juta.
Tentu saja hal ini berarti The King and I merupakan sebuah box office bomb atau
film yang gagal secara finansial dengan kegagalan yang sangat besar seperti
kejatuhan bom dan meledak sampai hancur berkeping-keping. Meski demikian, film
ini cukup laris terjual dalam versi kaset VHS, DVD [untuk market internasional]
dan VCD [untuk market Asia]. Pada tahun 1999, penjualan DVD film ini berada
dalam daftar Billboard 20 besar Top Kid Video Chart atau DVD Film Anak Terlaris
selama sekitar 15 minggu. Kesuksesan penjualan DVD ini menjadikan The King and
I sebagai film anak-anak yang paling laku DVD-nya di posisi ke-16 untuk periode
1999.
04 Critics
Mayoritas
kritikus film memberikan tanggapan yang negatif untuk film ini. Film The King and I 1956 merupakan sebuah
film yang sangat diapresiasi di kalangan kritikus film. Maka, wajar sekali jika
versi animasi ini dibanding-bandingkan dengan versi aslinya. Kalangan kritikus
menilai versi animasi ini gagal mereplikasi versi aslinya dan merupakan sebuah
remake yang tidak diperlukan. Bahkan, The
Rodgers and Hammerstein Encyclopedia menyatakan bahwa versi animasi ini
adalah adaptasi Musikal Rodgers and Hammerstein yang paling buruk yang pernah
dibuat.
05 Longevity
The
King and I tidak berhasil bertahan melawan perubahan zaman. Film ini telah
dilupakan bahkan sebelum berusia 10 tahun. Tanggapan penonton generasi baru pun
secara umum tetap negatif. Dalam hal popularitas, film asli The King and I yang dirilis pada tahun
1956 masih jauh lebih populer dibandingkan dengan film ini. Bahkan dengan
keterlibatan penyanyi legendaris Barbara Streisand yang menyanyikan lagu I Have Dreamed sebagai soundtrack The
King and I tidak berhasil mempertahankan popularitas film animasi ini.
Final Score
Skor
Asli : 7.5
Skor
Tambahan : -2
Skor
Akhir : 5.5/10
***
Spesifikasi Optical Disc
[Cakram Film DVD/VCD/Blu-ray Disc]
Judul : The King and I
Rilis : 29 September 1999
Format : VCD [|||]
Kode
Warna : PAL
Fitur : -
Support : Windows 98-10 [VLC Media Player],
DVD Player, HD DVD Player [termasuk X-Box 360], Blu-ray Player [termasuk PS 3 dan 4], 4K UHD Blu-ray Player [termasuk PS 5].
Keterangan Support:
[Support VCD, DVD, Kecuali Blu-ray dan 4K]
[Support VCD, DVD,
Termasuk Blu-ray, Kecuali 4K]
[Support Semua
Termasuk 4K]
STREAMING
***
Edisi Review Singkat
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan
standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review
Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.
Edisi Review Singkat+PLUS
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda
Review Singkat+PLUS di
bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Juli 2021 menandakan artikel
tersebut berjumlah lebih dari 3.500 kata.
Skywalker Hunter adalah alias
dari Nabil Bakri
Keterangan Box Office dan penjualan DVD disediakan oleh The Numbers
©1999/Morgan Creek, Warner Bros./The King and I/All Rights
Reserved.
©Nabil Bakri Platinum.
Teks ini dipublikasikan dalam Nabil Bakri Platinum [https://nabilbakri.blogspot.com/] yang diverifikasi Google dan dilindungi oleh DMCA.