©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All Rights Reserved. |
Review dan Sinopsis Film The Fault in Our Stars (2014) Cinta Menyedihkan Remaja Pasien Kanker
Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter
Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak
cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes
copyrighted pictures under the doctrine of fair use.
Genre : Drama
Romatis Remaja [PuBer]
Rilis : 16 Mei 2014
Durasi : 126 menit
Episode : -
Sinopsis
Hazel Grace adalah seorang gadis remaja pengidap kanker tiroid yang sudah didiagnosis sejak ia berusia 13 tahun. Kanker itu telah menyebar ke paru-paru Hazel sehingga ia harus senantiasa membawa alat bantu pernapasan. Hazel senantiasa terlihat lesu dan kurang bersemangat. Ibunya menduga bahwa Hazel mengalami depresi dan memintanya untuk ikut dalam perkumpulan kanker untuk bersosialisasi dengan pengidap kanker lainnya. Sebenarnya, Hazel tidak merasa depresi dan tidak ingin pergi ke perkumpulan. Namun demi membuat orangtuanya tenang, Hazel akhirnya setuju untuk bergabung dengan perkumpulan. Ia bergabung dalam perkumpulan Hati Yesus [The Heart of Jesus] yang diprakarsai oleh Patrick, seorang penyintas kanker testis. Perkumpulan itu berlokasi di “Hati Yesus” secara harfiah karena para anggota berkumpul di atas sebuah karpet besar bergambar Yesus. Dalam perkumpulan, Hazel bertemu dengan Augustus Waters, seorang lelaki muda 18 tahun yang merupakan penyintas kanker tulang. Lelaki yang akrab disapa Gus itu kehilangan kakinya karena harus diamputasi dan kini memakai kaki besi. Namun, ia telah dinyatakan sembuh dari kanker.
©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All Rights Reserved. |
Hazel
merasakan keanehan saat Augustus terus menatap wajahnya. Ketika Patrick meminta
Gus untuk menceritakan apa ketakutan terbesarnya, Gus menjawab bahwa ia takut
dilupakan. Pernyataan Gus mendapat tanggapan dari Hazel yang memintanya untuk
tidak terlalu memikirkan tentang dilupakan [oblivion]
karena pada akhirnya semua orang di dunia akan dilupakan—bahkan orang-orang
terkenal seperti Mozart atau Presiden Amerika. Selepas perkumpulan, Gus
berkenalan dengan Hazel dan mengundangnya ke rumahnya. Di rumah Gus, Hazel
menceritakan tentang novel favoritnya yang berjudul Kemalangan Luar Biasa [An Imperial Affliction] karangan penulis
Peter Van Houten. Hazel merasa memiliki ikatan dengan tokoh utama novel itu
yang bernama Anna karena pengalamannya seolah sama dengan apa yang dilalui oleh
Anna. Gus berjanji akan membaca buku kesukaan Hazel jika Hazel bersedia membaca
novel favorit Gus, Counter Insurgence,
yang diadaptasi dari video game penuh kekerasan. Sejak saat itu, Hazel
merasakan cinta kepada Gus dan tidak bisa berhenti menanti kiriman pesan dari
Gus. Akhirnya, Gus menelepon Hazel dan memintanya segera datang ke rumahnya
karena Isaac, sahabat Gus, sedang mengalami masalah. Isaac yang akan segera
kehilangan matanya akibat kanker, baru saja putus dengan kekasihnya yang telah
senntiasa berjanji akan selalu bersama. Gus lantas mengutip buku Kemalangan
Luar Biasa, “Pain demands to be felt—rasa
sakit menuntut untuk dirasakan.” Hazel terkejut sekaligus senang karena itu
berarti Gus telah membaca novel favoritnya. Namun, Gus merasa novel itu
berhenti terlalu tiba-tiba dan harus ada kelanjutannya. Hazel telah
berkali-kali menulis surat kepada Van Houten untuk menanyakan kelanjutan novel
itu namun tidak satu pun dibalas. Setelah bukunya sukses, Peter Van Houten
pergi ke Belanda dan menjadi seorang penyendiri.
©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All Rights Reserved. |
Gus
mengirimkan e-mail kepada Peter Van Houten dan menerima balasan langsung
darinya. Ia kemudian memberikan alamat e-mail Van Houten kepada Hazel. Tanpa
menunggu lama, Hazel langsung mengirim e-mail menanyakan kelanjutan novel
Kemalangan Luar Biasa kepada Peter Van Houten. Ia mendapat balasan yang
menyatakan bahwa Peter tidak bisa memberi tahu kelanjutan novelnya karena
alasan hak cipta. Namun, ia bersedia bicara dengan Hazel jika gadis itu
berkunjung ke Belanda. Gus menggunakan hak istimewanya untuk pergi ke Belanda
bersama Hazel lewat organisasi Make-A-Wish
Foundation yang mengabulkan permintaan anak-anak yang memiliki penyakit
kronis yang menyebabkan mereka tidak bisa berumur panjang. Sesampainya di
Belanda, mereka mendapat perlakuan istimewa dari tim Peter Van Houten yang
membiayai makan malam mewah keduanya. Keesokan harinya, Hazel dan Gus bertemu dengan
Peter Van Houten. Sayangnya, penulis itu sama sekali tidak seperti bayangan
Hazel. Peter adalah seorang pemabuk yang kasar dan memperlakukan Hazel serta
Gus dengan semena-mena. Akhirnya, asisten Peter yang bernama Lidewij mencoba
memperbaiki keadaan dengan mengajak Hazel serta Gus mengunjungi museum Anne
Frank. Mereka berdua lantas berciuman untuk pertama kalinya dan cinta di antara
mereka semakin menggelora. Ketika Hazel merasa sangat bahagia bisa berada di
sisi Gus yang bersedia menahan kesedihan saat Hazel meninggal nanti, Gus justru
memberikan sebuah informasi yang sangat menyakitkan bagi Hazel. Tampaknya,
kanker Gus belum benar-benar hilang dan justru kembali muncul dengan tingkat
keparahan yang jauh lebih besar.
©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All Rights Reserved. |
01 Story Logic
The
Fault in Our Stars adalah sebuah Drama Romantis Remaja, bukan sebuah Komedi
Romantis Remaja. Maka, ada berbagai detil tidak masuk akal yang bisa dianggap
wajar dalam Komedi Romantis yang tidak bisa dianggap wajar dalam koridor sebuah
Drama Romantis. Hal ini karena sebuah Drama Romantis sifatnya lebih serius
ketimbang Komedi Romantis. Secara umum, The Fault in Our Stars sudah cukup
logis dalam konsep ceritanya, namun ada cukup banyak detil cerita yang kurang
logis. Ketidaklogisan semacam ini masih bisa dimaklumi dalam sebuah Komedi
Romantis, namun tidak dalam sebuah Drama Romantis yang serius. Misalnya,
kebebasan yang dimiliki oleh Hazel dan Augustus sebetulnya di luar kewajaran.
Hazel yang mengidap penyakit parah tidak semestinya diizinkan melenggang bebas
bermain bersama teman-temannya apalagi mengemudikan mobil seorang diri. Gus
juga telah kehilangan kakinya sehingga ia tidak bisa menyetir dengan baik.
Ketidakmampuan Gus tidak berkaitan dengan kekurangan bakat mengemudi, namun
memang fisiknya tidak memungkinkan bagi Gus untuk mengendarai sebuah kendaraan.
Namun, Gus memiliki Surat Izin Mengemudi dan diizinkan mengendarai sebuah SUV.
Hal semacam ini tidak logis karena meskipun Gus layak mendapat hak istimewa,
namun hak yang satu ini berpotensi membahayakan nyawa orang lain dan nyawa Gus
sendiri. Terlebih lagi, mobil yang ia kendarai adalah sebuah SUV yang
berpotensi lebih membahayakan pengguna jalan lain dilihat dari ukurannya saja.
©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All Rights Reserved. |
Ketika
Isaac kehilangan matanya, Hazel mengemudikan sedan miliknya mengantarkan Isaac
dan Gus ke rumah mantan kekasih Isaac, Monica, untuk melempari mobil Monica
dengan telur. Ada lebih dari satu poin tidak masuk akal dalam adegan ini.
Pertama, terlalu berbahaya membiarkan tiga orang yang tidak dalam kondisi prima
berada dalam satu mobil tanpa pengawasan orang sehat. Ke dua, reaksi orangtua
Monica melihat rumahnya dihujani telur tidaklah masuk akal karena ia hanya
membiarkan ketiga remaja itu melempari rumahnya. Ceritanya akan lebih masuk
akal jika sebenarnya Hazel dan Gus tidak diizinkan mengemudi, tetapi mereka
sembunyi-sembunyi. Kebebasan Hazel dan Gus akan sangat manis di dalam sebuah
Komedi Romantis, tetapi mengurangi nuansa realistis sebuah Drama Romantis yang
serius karena tindakan dan konsekuensi tindakan tokoh dalam The
Fault in Our Stars seharusnya serius—karena memang dibangun dengan nuansa yang
serius: penyakit tokoh utama film ini tidak ada yang trivial. Selain tindakan dan konsekuensi tindakan tokoh utama film
ini masih kurang serius, sikap Peter Van Houten juga kurang masuk akal dan justru
tampak konyol. Mulai dari ketidaktahuannya tentang rencana asistennya,
hubungannya dengan asistennya, hingga hubungan Peter dengan Gus. Alasan Peter
menjadi pecundang [looser] juga
kurang digali sehingga bagaimana seorang penulis yang begitu dihargai oleh
Hazel berubah menjadi seorang pecundang dapat dipahami dengan baik oleh
pembaca. Hal ini karena jika Peter senantiasa bersikap demikian, mustahil atau
sulit dipercaya jika dirinya adalah penulis sebuah buku laris. Akan lebih logis
jika Peter telah mencurahkan semua perasaannya pada buku Kemalangan Luar Biasa,
namun mendapat respons negatif yang berlebihan dan bukunya tidak laku sehingga
ia menjadi penyendiri. Atau, bisa juga bukunya menjadi terlalu populer sehingga
ia menarik diri dari publik sepeti kisah hidup Harper Lee yang merupakan
penulis novel To Kill A Mockingbird—pun
dirinya tidak lantas bersikap semena-mena kepada penggemar novelnya apalagi
penggemar yang dipastikan akan segera meninggal dunia.
©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All Rights Reserved. |
02 Story Consistency
Alur
cerita The Fault in Ou Stars secara keseluruhan memang telah membentuk sebuah
cerita yang utuh. Namun, ada beberapa catatan yang menjadikan film ini masih
kurang konsisten. Niatan awal film ini masih kurang konsisten: Apakah ingin
memberikan sebuah ending yang mengejutkan atau tidak. Jika dilihat dari awal,
maka jelas sekali film ini memberikan gambaran kepada penonton bahwa Hazel
Grace akan segera meninggal dunia dan konsep film ini serupa dengan film Restless karya sutradara Gus Van Sant.
The Fault in Our Stars akan mengungkapkan bagaimana Hazel Grace menyikapi
keputusasaan hidup dan bagaimana sikapnya berubah setelah menjalin hubungan
dengan Gus. Kemudian, filmnya akan mengeksplorasi bagaimana Hazel dan Gus
menerima kenyataan—bagaimana Gus menghadapi Hazel yang menyatakan diri sebagai
sebuah granat yang akan meledak menimbulkan kesedihan bagi mereka yang ia
tinggalkan. Namun tampaknya, film ini seperti ingin membuat kejutan. [Spoiler] Dikisahkan bahwa justru Gus
yang meninggal dunia.
©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All Rights Reserved. |
Dilihat
dari keseluruhan cerita dan konsep yang dibangun di awal, tampak pengungkapan [revelation] bahwa Gus akan segera
meninggal seharusnya menjadi sebuah kejutan karena sejak awal memang dibangun
narasi bahwa Hazel yang akan segera meninggal. Namun jika memang revelation ini seharusnya menjadi kejutan,
mengapa revelation itu diperlihatkan
terlalu awal? Dengan demikian, The Fault in Our Stars harus mengekplorasi dua
poin besar yakni: 1) sakitnya Hazel Grace, dan 2) sakitnya Augustus Waters.
Apabila memang ingin membuat kejutan, seharusnya revelation mengenai penyakit Gus ditampilkan di akhir: langsung
saja Gus sakit parah dan tidak perlu terlalu dieksplorasi sehingga fokus
ceritanya tetaplah Hazel Grace. Percabangan semacam ini mungkin bisa dilakukan
dengan baik di dalam novel berkat ketiadaan batas durasi dalam sebuah novel,
tetapi ketika hal semacam ini disajikan dalam sebuah film terkesan kurang
konsisten. Beberapa film zaman dulu menyiasati perubahan fokus cerita semacam
ini dengan cara 1) memanjangkan durasi filmnya hingga 3 sampai 4 jam, dan 2) membagi
Babak Satu dan Babak Dua dengan sebuah Intermission.
©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All Rights Reserved. |
03 Casting Choice and Acting
Aktor
yang dipilih dalam film ini secara umum sudah baik. Shailene Woodley berhasil
menghidupkan karakter Hazel yang cenderung cuek dan berpandangan netral—cenderung
negatif. Aktor Ansel Elgort mampu menghidupkan karakter Augustus Waters yang
pada dasarnya adalah kebalikan dari Hazel [lebih ceria, berpikiran positif, dan
lebih praktis]. Aktor-aktor lain juga telah menghidupkan karakter mereka
masing-masing dengan baik.
©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All Rights Reserved. |
04 Music Match
Sebetulnya,
lagu-lagu yang dipilih dalam The Fault in Our Stars bukanlah lagu yang jelek.
Bahkan, lagu-lagu dalam film ini mendapatkan pujian dari kalangan luas termasuk
penikmat filmnya sendiri. Namun, lagu yang bagus bukan berarti cocok untuk
dimasukkan dalam sebuah film. Dalam kasus The Fault in Our Stars, lagu-lagu
yang disisipkan seringkali tidak berhasil menguatkan nuansa narasi yang
disajikan—bahkan tidak jarang justru tidak sesuai dengan nuansa narasinya
sehingga terkesan “tidak pada tempatnya” [out
of place]. Setelah membandingkan lagu-lagu versi utuh dari album film ini
dengan lagu-lagu yang diperdengarkan di dalam film, terdapat beberapa lagu yang
dikurangi porsinya atau dihilangkan sebagian untuk disambung dengan bagian
lainnya. Namun, pemotongan dan penggabungan lagu [song editing] dalam film ini
seringkali masih kasar atau masih kurang halus [less smooth].
Daftar Mingguan (2014) |
Posisi Teratas The Fault in Our Stars |
Australian Albums (ARIA) |
11 |
Austrian Albums (Ö3 Austria) |
63 |
Belgian Albums (Ultratop Flanders) |
48 |
Belgian Albums (Ultratop Wallonia) |
85 |
11 |
|
Danish Albums (Hitlisten) |
23 |
Finnish Albums (Suomen virallinen lista) |
31 |
Italian Compilation Albums (FIMI) |
4 |
South Korean Albums (Gaon) |
42 |
South Korean International Albums (Gaon) |
5 |
Mexican Albums (AMPROFON) |
12 |
Norwegian Albums (VG-lista) |
14 |
New Zealand Albums (RMNZ) |
14 |
5 |
|
2 |
|
US Top Rock Albums (Billboard) |
2 |
US Soundtrack Albums (Billboard) |
2 |
05 Cinematography Match
Tidak
ada keluhan dalam poin sinematografi. Keindahan-keindahan latar belakang yang
ditampilkan dengan warna-warni yang cerah dan penuh warna telah berhasil
mendukung jalannya cerita.
©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All Rights Reserved. [different color tone] |
06 Costume Design
Tidak
ada keluhan dalam poin pemilihan kostum.
07 Background/Set Match
Tidak
ada keluhan dalam pemilihan latar belakang.
08 Special and/or Practical Effects
Hasil
presentasi akhir format film ini sudah baik. The Fault in Our Stars
dipresentasikan dengan layar Full Screen yang mengurangi nuansa “terlalu berat”
dari film ini. Format layar ini sangat serasi dengan kecerahan warna yang
ditampilkan sehingga benar-benar mendukung konsep ceritanya yakni sebuah kisah
mengharukan tentang cinta dua manusia yang terjangkit kanker namun tetap
mencoba melihat dunia dengan positif—melihat keindahan di balik kesengsaraan.
©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All Rights Reserved. |
09 Audience Approval
Mayoritas
penonton memberikan tanggapan yang positif untuk film ini.
10 Intentional Match
Film
ini telah berhasil mencapai visi yang diinginkan. Secara umum, The Fault in Our
Stars telah berhasil memvisualisasikan novel karangan John Green dengan baik.
Hal ini dapat dibuktikan dengan tanggapan penulis novelnya sendiri yang
menyatakan bahwa adaptasi film ini sudah berhasil menangkap esensi cerita yang
ingin disampaikan dalam novelnya. Tentu saja, mustahil menerjemahkan seluruh
teks novel menjadi adegan film. Namun, dapat dikatakan bahwa The Fault in Our
Stars telah menerjemahkan kata-kata dalam novel menjadi adegan video dengan
baik. Selain berhasil menangkap esensi
novelnya dari segi narasi, film ini juga berhasil menangkap esensi novelnya
dari segi aura atau nuansa. The Fault in Our Stars memang menceritakan kisah
cinta yang tragis, namun sebetulnya film ini bukanlah sebuah tragedi seperti Romeo and Juliet karena memang
membawakan nuansa yang positif.
©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All Rights Reserved. [promotional footage] |
ADDITIONAL CONSIDERATIONS
[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi
sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun
mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan
Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak
prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]
01 Skywalker’s Schemata
Jika
boleh jujur, saya merasa biasa saja ketika menonton The Fault in Our Stars.
Saya dulu pernah bergabung dalam grup
Facebook berisikan para kolektor DVD Indonesia dan ketika film ini diumumkan
akan tayang, anggota grup cukup gencar membicarakan tentang film ini dan
novelnya. Salah satu anggota grup, dengan postingannya, berhasil meyakinkan
saya untuk membeli dan membaca novel The Fault in Our Stars sebelum menonton
filmnya. Bersamaan dengan membeli novelnya, saya membeli CD albumnya yang
memang sudah lebih dulu dirilis. Satu-satunya bagian dari buku itu yang membuat
saya terenyuh adalah perkataan, “Pain
demands to be felt—rasa sakit itu menuntut untuk dirasakan.” Selebihnya,
saya merasa biasa saja. Ini bukan berarti saya menganggap novelnya jelek, tapi
saya memang tidak bisa menemukan kehebatan yang sebegitunya dari novel The
Fault in Our Stars. Lalu, saya menonton filmnya. Perasaan saya ketika menonton
sama persis dengan perasaan saya ketika membaca. Tidak ada yang istimewa. Hal
ini mungkin karena bagi saya konsep kisah cinta seperti The Fault in Our Sars
bukanlah konsep yang baru dan sudah berkali-kali difilmkan. Sebelum menonton
film ini saya sudah lebih dulu menonton Restless
karya Gus Van Sant dan saya merasa Restless
lebih unggul ketimbang The Fault in Our Stars karena auranya lebih serius dan
nuansa indie khas film festival
tampil dengan sangat kuat dalam Restless.
Selain itu, di Indonesia saja saya sudah merasa lelah melihat film dengan
konsep serupa [sampai 2014] mulai dari Heart,
Pupus, hingga Heart 2 Heart [meskipun tidak selalu penyakitnya adala kanker].
(C) Koleksi Pribadi Nabil Bakri |
Saya
harus mengakui bahwa saya sangat menyukai album soundtrack film ini. Menurut
saya, lagu-lagu The Fault in Our Stars secara umum bagus dan enak didengar.
Hanya saja, saya tidak bisa memungkiri bahwa lagu-lagu yang bagus ini
seringkali tidak pas disajikan di dalam film ini karena tidak mendukung nuansa
ceritanya dan melepaskan kesan keseriusan film ini. Padahal, The Fault in Our
Stars—meskipun dibungkus dengan penuh warna dan keceriaan—sebetulnya memikul
sebuah narasi yang berat dan serius. Mungkin akan lebih baik jika lagu-lagu
yang lebih serius—melankolis [lebih sedikit beat]
yang lebih sering diperdengarkan. Alunan musik klasik yang lembut bisa membantu
membuat sebuah adegan menjadi lebih serius. Dalam film Twilight, contohnya, nuansa Drama Romantis dalam film Fantasi ini
semakin kentara ketika musik Bella’s
Lullaby diperdengarkan. Kecocokan antara aura musik dan aura narasi dalam
The Fault in Our Stars seringkali tidak saling dukung [tidak sinkron]. Alhasil,
nuansa narasi yang seharusnya [meant to be]
tidak mampu ditampilkan secara maksimal.
©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All Rights Reserved. |
02 Awards
The
Fault in Our Stars mendapatkan berbagai penghargaan sebagai berikut:
Pemberi Penghargaan |
Kategori Nominasi |
Dianugerahkan Kepada |
Best Romance |
The Fault In Our Stars |
|
The Fault in Our Stars |
||
Choice Movie Actor:
Drama |
||
Choice Movie Actress:
Drama |
||
Choice Movie: Breakout
Star |
Ansel Elgort |
|
Choice Movie:
Chemistry |
Ansel Elgort, Shailene
Woodley, and Nat Wolff |
|
Choice Movie: Liplock |
Ansel Elgort and
Shailene Woodley |
|
Fan Favorite
Actor – Male |
Ansel Elgort |
|
Best On-Screen Couple |
Ansel Elgort and
Shailene Woodley |
|
Best Cast Chemistry –
Film |
The Fault in Our Stars |
|
Favorite Flick |
The Fault in Our Stars |
|
Kid's Choice Awards
Argentina |
Favorite Movie |
The Fault in Our Stars |
Hollywood Breakout
Performance – Actress |
Shailene Woodley |
|
Favorite Dramatic
Movie |
The Fault in Our Stars |
|
Movie of the Year |
The Fault in Our Stars |
|
Best Female
Performance |
Shailene Woodley |
|
Best Kiss |
Ansel Elgort and
Shailene Woodley |
03 Financial
Dari
biaya sebesar $12 juta, The Fault in Ou Stars berhasil menjual tiket sebesar
$307 juta. Tentu saja angka tersebut menunjukkan sebuah pencapaian yang luar
biasa dihitung dari besaran biaya dibandingkan dengan uang yang didapatkan.
Selain angka penjualan tiket yang tinggi, penjualan DVD film ini juga laris. Di
Amerika Serikat saja, DVD serta Blu-ray film ini menghasilkan lebih dari $42
juta. Pada tahun 2014, distributor dan toko film musik+film terbesar di
Indonesia, Disc Tarra, masih aktif. Penjualan DVD serta CD album film ini pun
tergolong baik jika penulis amati dari keanggotaan penulis di dalam grup
kolektor DVD pada kala itu.
©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All Rights Reserved. |
04 Critics
Mayoritas
kritikus memberikan tanggapan yang positif untuk film ini.
05 Longevity
[Pending—karya
masih berusia di bawah 10 tahun]
Final Score
Skor
Asli : 8.5
Skor
Tambahan : -1.5
Skor
Akhir : 8/10
***
Spesifikasi DVD
Judul : The Fault in Our Stars
Rilis : 14 Oktober 2014
Format : DVD [DVD-5]
Kode
Warna : NTSC [03]
Fitur : Audio commntaries, behind the
scenes promotional features, gallery, theatrical trailer
Support : Windows 98-10 [VLC Media
Player], DVD Player, HD DVD Player [termasuk X-Box 360], Blu-ray Player [termasuk PS 3 dan 4],
4K UHD Blu-ray Player [termasuk PS 5].
Keterangan Support:
[Support VCD, DVD, Kecuali Blu-ray dan 4K]
[Support VCD, DVD,
Termasuk Blu-ray, Kecuali 4K]
[Support Semua
Termasuk 4K]
***
Spesifikasi Buku
Judul : The
Fault in Our Stars
Penulis : John
Green
Terbit : 1
April 2014 [Edisi Cover Film]
Halaman : 422
Penerbit : Penerbit
Qanita
***
Spesifikasi CD [Album]
Judul :
The Fault in Our Stars: Music from the Moton Picture
Musisi :
Various Artists
Produser :Kevin
Weaver dan Season Kent
Rilis :
2014
Format :
Audio Compact Disc [standard] Losless Audio/Stereo/WAV 1.4 Mbps
Distributor :
Warner Music Group Company [Atlantic Recording Corporation], Warner Music
Indonesia
***
Edisi Review Singkat
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan
standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review
Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.
Skywalker Hunter adalah alias
dari Nabil Bakri
©2014/20th Century Fox/The Fault in Our Stars/All
Rights Reserved.