Review Animasi Coco (2017) Pergi ke Alam Baka Demi Menjadi Penyanyi

 

Review Film Coco (2017) Pergi ke Alam Baka Demi Menjadi Penyanyi

Oleh Skywalker HunterNabil Bakri

“I have to sing, I have to play. The music, it’s not just in me, it is me. When life gets me down, I play my guitar. The rest of the world may follow the rules, but I must follow my heart. You know that feeling, like there’s a song in the air and it’s playing just for you. I hope you like it.”—Ernesto de la Cruz

Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes copyrighted pictures under the doctrine of fair use.

Images©2017/Disney/Pixar/Coco/all rights reserved.

⸎Sangat mungkin mengandung Spoiler, Anda diharap bijak menyikapinya.

Genre             : Drama Fantasi—Musikal [Animasi Full CGI]

Rilis                 :

Domestic Releases:

November 22nd, 2017 (Wide) by Walt Disney
October 9th, 2020 (Special Engagement) by 
Walt Disney

International Releases:

October 27th, 2017 (Wide) (Mexico)
November 23rd, 2017 (Wide), released as ТАЙНА КОКО (
Russia (CIS))
November 24th, 2017 (Wide), released as Тайната на Коко (
Bulgaria)
November 24th, 2017 (Wide) (
China)
November 24th, 2017 (Wide) (
Colombia)
... Show all releases

Video Release:

February 13th, 2018 by Walt Disney Home Entertainment

MPAA Rating:

PG for thematic elements.
(Rating bulletin 2494 (Cert #51192), 9/20/2017)

Durasi             : 105 menit

Sutradara       : Lee Unkrich

Pemeran         : Anthony Gonzalez, Gael García Bernal, Benjamin Bratt, Alanna Ubach, Renée Victor, Ana Ofelia Murguía, Edward James Olmos

Episode           : -

Sinopsis

Miguel adalah seorang anak berusia 12 tahun yang tinggal bersama keluarganya di Santa Cecilia, Meksiko. Keluarganya adalah keluarga pembuat sepatu yang membenci musik. Di masa lalu, kakek buyut [great great grandfather] Miguel adalah seorang musisi. Suatu ketika, ia pergi meninggalkan keluarganya dan tidak pernah kembali. Istrinya, Imelda, kemudian membenci musik dan memutuskan untuk mencukupi kebutuhan keluarga dengan menjadi pembuat sepatu. Imelda memiliki seorang anak perempuan yang bernama Coco. Anak ini sangat dekat dengan ayahnya dan senantiasa menanti kepulangan sang ayah. Coco adalah nenek buyut/moyang [great grandmother] dari Miguel. Artinya, Coco adalah ibu dari nenek Miguel yang bernama Abuelita. Miguel memanggil nenek buyutnya dengan panggilan Mama Coco. Karena Mama Coco sudah sangat tua, ia hanya bisa berdiam di atas kursi roda dan sudah tidak ingat lagi kepada apapun. Ia adalah satu-satunya anggota keluarga Miguel yang membiarkan Miguel bermain musik—karena Mama Coco sudah tidak bisa apa-apa. Nenek Abuelita mengetahui bahwa Coco sangat menyukai musik dan ingin menjadi musisi. Namun, musik telah menjadi hal yang tabu di keluarga mereka. Ia pun melarang Miguel untuk bermain musik. Bahkan, ia melarang Miguel untuk tampil di acara pencarian bakat dalam perayaan Día de los Muertos atau Day of the Dead.

Dalam perayaan Día de los Muertos, seluruh keluarga akan menaburkan bunga dari ofrenda menuju ke makam agar arwah leluhur bisa menemukan jalan pulang. Setiap keluarga memiliki ofrenda yang merupakan sebuah altar dengan sesaji dan foto dari para leluhur. Apabila foto mereka dipajang di ofrenda, itu artinya mereka masih dikenang oleh keluarga yang masih hidup dan diizinkan keluar dari Land of the Dead [alam gaib] selama Día de los Muertos untuk mengunjungi keturunan mereka. Foto keluarga Mama Coco dipajang di posisi paling atas, menampilkan ayah Coco, Mama Imelda, dan Mama Coco sewaktu masih kecil. Namun, foto itu tidak lengkap karena foto ayah Mama Coco telah disobek oleh Mama Imelda. Ketika seekor anjing liar bernama Dante tanpa sengaja menjatuhkan foto keluarga Mama Coco, Miguel memungutnya dan melihat bahwa foto itu telah dilipat. Bagian yang dilipat adalah bagian tangan ayah Coco yang memegang sebuah gitar. Itu adalah gitar milik seorang musisi/penyanyi sekaligus aktor terkenal Ernesto de la Cruz. Miguel adalah penggemar berat Ernesto de la Cruz dan menyimpulkan bahwa Ernesto adalah kakek buyutnya [great great grandfather]. Ia pun memantapkan diri untuk ikut audisi musik. Sayangnya, Nenek Abuelita tidak mengizinkannya dan menghancurkan seluruh koleksi musik Miguel, termasuk gitarnya. Nenek Abuelita dan seluruh keluarga Miguel—termasuk ayah dan ibunya—sama-sama berharap Miguel bisa mulai meneruskan bisnis keluarga membuat sepatu.

Tuntutan keluarga itu membuat Miguel semakin tertekan dan akhirnya melarikan diri. Ia bertekad untuk tetap mengikuti audisi. Masalahnya, ia sudah tidak punya gitar untuk pentas. Ia berusaha mencari pinjaman gitar, tapi semua musisi sedang memakai gitar mereka untuk tampil. Miguel kemudian teringat tentang gitar kakek buyutnya, Ernesto, yang disimpan di dalam makamnya. Ia pun masuk ke bangunan makam Ernesto de la Cruz dan mengambil gitarnya. Karena mengambil benda milik orang yang sudah meninggal tepat di perayaan Día de los Muertos, Miguel terjebak ke dalam alam gaib [Land of the Dead]. Di alam gaib, Miguel melihat para arwah berbentuk tengkorak tengah menyeberangi jembatan menuju ke alam manusia. Mereka adalah para arwah yang fotonya masih dipajang di ofrenda. Bagi arwah yang fotonya tidak dipajang, mereka tidak diperbolehkan untuk pergi ke dunia manusia. Mama Imelda, ibu Mama Coco, tidak bisa pergi ke dunia manusia karena fotonya jatuh dari ofrenda dan dibawa pergi oleh Miguel. Anak laki-laki itu bertemu dengan para leluhurnya yang mengantarkannya ke kantor petugas alam gaib. Menurut petugas, Miguel harus menerima berkat dari salah seorang leluhurnya dan menerima apa saja syarat yang diberikan agar bisa kembali ke dunia manusia.

Mama Imelda bersedia memberikan berkat kepada Miguel asalkan ia berhenti bermain musik dan melanjutkan bisnis keluarga membuat sepatu. Miguel tidak bisa menerima syarat itu dan meminta leluhur lainnya untuk memberikan berkat. Namun, mereka semua menolak karena takut kepada Mama Imelda. Miguel kemudian berpikir kalau ia harus mencari leluhur lain yang bisa memahaminya dan senang dengan musik. Ia pun melarikan diri untuk pergi mencari Ernesto de la Cruz, kakek buyutnya yang merupakan seorang musisi terkenal. Agar dapat bertemu dengan Ernesto, Miguel dibantu oleh arwah putus asa yang bernama Hector. Ia dulunya adalah sahabat dari Ernesto dan bersedia membantu Miguel menemui Ernesto dengan satu syarat: Miguel harus membawa pulang foto Hector dan memajangnya di ofrenda agar Hector bisa menyeberang ke dunia manusia dan melihat puterinya untuk yang terakhir kali. Miguel setuju dengan persyaratan Hector. Mereka pun bergegas menemui Ernesto, tetapi menemui sang bintang tidaklah mudah. Mereka harus bersembunyi dari kejaran keluarga Miguel dan harus memenangkan kompetisi musik agar bisa diundang ke pesta Ernesto de la Cruz. Sanggupkah Miguel menemui kakek buyutnya dan menerima berkatnya? Miguel harus benar-benar bergegas karena ia hanya punya waktu sampai mata hari terbit. Jika terlambat, ia akan selamanya terjebak di alam gaib.

01 Story Logic

Coco adalah sebuah animasi dengan genre Drama Fantasi. Karena istilah Drama berada di depan istilah Fantasi, maka animasi ini seharusnya lebih menitikberatkan pada Drama-nya tetapi harus memiliki unsur Fantasi yang cukup. Fantasi dalam film ini tidak harus seperti film-film Fantasi yang benar-benar Fantasi seperti The Lord of the Rings [membuat peta sendiri, menciptakan bahasa sendiri, menyediahkan sejarah sendiri, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan detail dunia Fantasi], tetapi tetap harus cukup memenuhi standar paling mendasar sebuah Fantasi: aturan sendiri yang konsisten. Coco menceritakan tentang dinamika kehidupan Miguel dan keluarganya yang menentang dirinya bermain musik. Kompleksitas konflik antara Miguel dan keluarganya [baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal] sudah sesuai dengan logika Drama untuk ukuran film animasi [perlu diingat kalau logika animasi dapat lebih fleksibel dibandingkan dengan logika live-action]. Fantasi dalam Coco diangkat dari sebuah kebudayaan yang pada dasarnya tidak dapat dijelaskan secara logis dalam koridor Fantasi. Hal ini dikarenakan kebudayaan tersebut masuk ke dalam genre Supranatural—bukan Fantasi dengan pola yang sama dengan cerita Fantasi pada umumnya.

Animasi ini telah memberikan aturan Fantasi yang jelas tentang bagaimana manusia bisa memasuki Land of the Dead. Tidak semua orang bisa memasuki Land of the Dead dan tidak di sembarang waktu orang bisa memasukinya. Miguel dapat masuk ke dunia gaib karena ia mengambil barang milik orang mati tepat di hari perayaan Day of the Dead. Perbuatan Miguel melanggar aturan dunia Fantasi yang menyatakan bahwa manusia seharusnya memberi sesuatu pada arwah, bukannya mengambilnya. Cara agar Miguel bisa kembali ke dunia manusia pun sudah dijelaskan dan aturan di dunia Fantasi Coco secara umum sudah konsisten. Sebagai perbandingan, logika dalam film ini sudah lebih baik dibandingkan dengan film serupa The Book of Life yang dirilis pada tahun 2014. Dalam film itu, aturan Fantasinya tidak dijelaskan dengan baik dan senantiasa berubah-ubah karena tidak konsisten. Selain sudah logis sesuai dengan genre Drama Fantasi, Coco juga sudah logis sesuai dengan genre Musikal. Karakter yang tiba-tiba bernyanyi atau menggunakan lagu sebagai dialog adalah hal yang tidak logis untuk film non-Musikal, tetapi tentu saja sudah logis untuk film Musikal karena hal itu adalah salah satu karakteristiknya.

02 Story Consistency

Alur cerita dalam Coco sudah konsisten. Permasalahan yang ditampilkan di awal film telah dieksplorasi dan diselesaikan dengan baik. Film ini tidak mengeksplorasi banyak percabangan cerita yang menggeser fokusnya dari Miguel dan prosesnya untuk merekatkan kembali dan semakin dekat dengan keluarganya. Sisi Fantasi dalam Land of the Dead pun dieksplorasi seperlunya tanpa mengganggu fokus Dramanya. Setiap percabangan cerita yang ditampilkan, secara langsung memengaruhi jalannya cerita sehingga narasi film Coco menjadi utuh. Kisah hidup Ernesto de la Cruz dan Hector, misalnya, hanya dieksplorasi ketika eksplorasi itu berpengaruh secara langsung kepada Miguel dan menggerakkan laju ceritanya. Berbagai humor yang ditampilkan [tidak memengaruhi jalannya cerita] masih dalam batas yang wajar untuk sebuah film animasi keluarga.

03 Casting Choice and Acting

Pengisi suara dalam film ini sudah baik.

I know, I’m not supposed to love music. But my great-grandma Coco’s father was the greatest musician of all time, Ernesto de la Cruz. One day he left with his guitar and never returned, now my family thinks music is a curse.”—Miguel

04 Music Match

Musik dalam Coco sudah baik karena tidak hanya menjadi pengiring dari adegan, tetapi telah menjadi bagian dari adegan yang mendukung jalannya cerita. Implementasi musik dan lagu sebagai alat cerita [story device] sangatlah penting dalam sebuah film Musikal.

05 Cinematography Match

Sinematografi dalam film ini sudah baik.

06 Costume Design

Secara umum dan terpisah, desain karakter film ini sudah baik. Namun, terdapat permasalahan kunci yang membuat kesesuaian desain antar tokoh dan dengan latar belakang menjadi kurang menyatu. Karakter binatang dalam film terlihat memiliki gaya desain yang berbeda dengan desain manusianya. Dante dan Pepita Alebrije seperti memiliki desain yang berbeda dengan tuan mereka dan dengan satu sama lain. Desain karakter arwah dan manusia terlihat tanggung dalam artian tidak ada yang mengkontraskan keduanya. Padahal, gaya desain Land of the Dead berbeda dengan dunia manusia. Di dalam sebuah animasi, perbedaan gaya semacam ini umumnya merupakan hal yang negatif. Namun untuk kasus seperti Coco dan The Book of Life, perbedaan desain karakter yang mencolok antar dua dunia justru penting karena menegaskan perbedaan dua dunia tersebut. Karakter Pepita yang penuh warna dan didesain dengan gambar yang memiliki sudut lebih tegas, berbeda sekali dengan para arwah yang masih membulat dan memiliki warna yang kurang lebih sama dengan manusia hidup. Persamaan dan perbedaan ini sebetulnya masih dapat dimaklumi, asalkan konsisten. Masalahnya, desain yang berbeda sekaligus sama ini tidaklah konsisten—berhubungan erat dengan poin Background.

07 Background/Set Match

Desain background dalam film ini, sama dengan desain karakternya, sudah baik secara individual. Namun ketika disatukan, terlihat jelas bahwa desainnya tidak konsisten. Ketika Miguel pertama kali memasuki Land of the Dead, latar belakang film ini terlihat seperti ingin mengkontraskan atau menegaskan perbedaan antara dunia manusia dan dunia arwah. Namun seiring berjalannya cerita, dunia arwah itu terlihat semakin identik dengan dunia manusia. Hal ini berbanding terbalik dengan film The Book of Life yang menampilkan latar belakang antar dunia secara berbeda. Di dalam film Coco, terdapat sisi gelap dari dunia gaib yang penuh warna—tetapi sisi gelap ini tidak benar-benar gelap karena menyerupai lingkungan manusia yang bisa ditemui di dunia nyata. Dalam The Book of Life, dunia yang gelap atau suram ini dipisahkan lagi dari dunia gaib dengan membaginya menjadi Land of the Living dan Land of the Dead. Apabila Coco memang ingin menampilkan dunia gaib yang identik dengan dunia manusia, maka seharusnya sejak awal tidak ditampilkan kontras desain antara dunia manusia dengan dunia gaib. Desain latar belakang yang berubah-ubah ini nantinya berpengaruh pada kesesuaian dengan desain karakternya. Pepita sang Alejibre misalnya, terlihat memiliki desain yang konsisten dengan bagian awal Land of the Dead yang penuh warna dan sangat berbeda dari dunia manusia. Namun, Pepita seperti tidak lagi menyatu dengan universe Land of the Dead yang seiring berjalannya waktu menjadi semakin identik dengan desain dunia manusia. Dalam pola berbagai film yang menceritakan tentang karakter terdampar di “dunia lain”, umumnya desain karakter dan latar belakangnya sengaja dibedakan dengan dunia nyata—misalnya dalam Alice in Wonderland, The Book of Life, Mirror Mask, dan Spy Kids 3. Dengan demikian, penonton dapat langsung mengidentifikasi lokasi adegan ketika terjadi transisi [juxtaposition] dari satu dunia ke dunia yang berbeda. Sutradara Lee Unkrich, sebagaimana dikutip dalam paragraf berikutnya, menyatakan bahwa Coco memiliki konsep yang jelas untuk mengkontraskan antara Land of the Dead dengan dunia nyata. Sayangnya, konsep ini belum bisa benar-benar direalisasikan.

Unkrich said that Pixar wanted "to have as much contrast between" the Land of the Living and the Land of the Dead and that many techniques were used to differentiate the worlds. Color was one: "Given the holiday and the iconography, [Pixar] knew the Land of the Dead had to be a visually vibrant and colorful place, so [they] deliberately designed Santa Cecilia to be more muted" said Unkrich.[3]

08 Special and/or Practical Effects

Efek animasi dalam film ini sudah baik. Detil setiap objek dan kehalusan gerakan dala Coco sudah baik—bukan hal yang mengejutkan dari studio animasi Pixar. Bahkan untuk film-film Pixar yang mendapat kritik negatif dari segi cerita sekalipun [misalnya Cars 2] tetapi dipuji dari aspek kualitas teknologi CGI-nya.

09 Audience Approval

Coco menerima tanggapan yang sebagian besar positif dari kalangan penonton.

10 Intentional Match

Film ini sudah memenuhi visi penciptanya dengan baik. Berbeda dengan The Book of Life yang sedari awal didasari oleh kecintaan sutradara dan produsernya pada budaya Meksiko, Coco berawal dari sebuah cerita yang kemudian mengambil latar belakang budaya Meksiko. Apabila The Book of Life berhasil memenuhi visi penciptanya dari segi artistik, Coco berhasil memenuhi ekspektasi dari kedua segi, tetapi yang terpenting tetaplah dari segi cerita. Pada dasarnya, Coco adalah cerita tentang seorang anak yang mencari jati dirinya dan memperoleh pelajaran tentang makna sebuah keluarga. Dengan demikian, ketika The Book of Life sangat spesifik kepada Día de Muertos, cerita dalam Coco dapat diambil dari latar belakang Meksiko-nya dan diganti dengan berbagai latar budaya yang berbeda berkat value ceritanya yang lebih universal.

ADDITIONAL CONSIDERATIONS

[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]

01 Skywalker’s Schemata

Sebetulnya saya menyukai film ini, tetapi bagi saya Coco masih terlalu “biasa saja” untuk sebuah film Pixar. Karena saya mengenal Pixar sejak Monsters, Inc. [2001] masih baru tayang di bioskop, saya mengalami bagaimana besarnya animo masyarakat [dan saya sendiri] ketika film-film Pixar berikutnya dirilis. Setiap entry film Pixar yang baru, Pixar seperti semakin meninggikan standar mereka—sampai puncaknya Pixar merilis Toy Story 3 di tahun 2010. Setelah itu saya merasa Pixar telah kehilangan keajaibannya yang dimiliki sejak merilis Toy Story di tahun 1995. Saya tidak menyukai Brave, cenderung membenci Inside Out, dan benar-benar membenci The Incredibles 2 dan Toy Story 4. Onward pun terlalu “biasa” bagi saya pribadi. Sebelum menyaksikan Coco, saya sudah lebih dulu menyaksikan The Book of Life yang cukup saya sukai. Tanggapan masyarakat ketika iklan Coco dirilis, mendekati tanggapan ketika The Wild dirilis dan dibanding-bandingkan dengan Madagascar yang sudah lebih dulu dirilis oleh DreamWorks. Karena sudah menonton dan menyukai The Book of Life, saya tidak lagi menemukan excitement yang baru dari segi artistik dalam film Coco. Namun karena film ini bermula dari “cerita”—bukan “budaya”, maka makna cerita yang disampaikan bisa benar-benar menyentuh perasaan saya. Dua kali saya menonton ulang Coco demi menyelesaikan artikel ini, dan dua kali pula saya meneteskan air mata ketika akhirnya [Spoiler] Mama Coco ingat kembali tentang ayahnya. I am always fascinated—and terrified—by time. In a mere 20 years I have witnessed rapid changes that should happened garually in 500 years before the Industrial Revolution [Sapiens: A Brief History of Humankind]. Time terrifies me always—makes me sad always—and this movie manages to poke that feeling inside my heart; the deep fear that I am obsolete and will eventually be forgotton as fast as yesterday.

02 Awards

Berdasarkan laporan IMDb, Coco meraih 109 penghargaan dan 40 nominasi. Beberapa penghargaan yang penting adalah Best Animated Feature [Animasi Terbaik] dan Best Achievement in Music Written for Motion Pictures (Original Song) [Lagu Terbaik] dari Acedemy Awards. BAFTA, Academy of Science Fiction, Fantasy & Horror Films, dan Annie Awards menganugerahi Coco sebagai Animasi Terbaik.

03 Financial

Coco dibuat dengan dana sebesar $225 juta dan berhasil menjual tiket sebesar $797 juta. Penjualan DVD film ini pun sukses dengan tambahan penjualan sebesar $83 juta di Amerika saja.

Coco (2017) Theatrical Performance

Domestic Box Office

$210,460,015

Details

International Box Office

$587,206,410

Details

Worldwide Box Office

$797,666,425

Home Market Performance

Est. Domestic DVD Sales

$27,759,205

Details

Est. Domestic Blu-ray Sales

$55,619,485

Details

Total Est. Domestic Video Sales

$83,378,690

Further financial details...

Opening Weekend:

$50,802,605 (24.1% of total gross)

Legs:

4.14 (domestic box office/biggest weekend)

Domestic Share:

26.4% (domestic box office/worldwide)

Production Budget:

$175,000,000 (worldwide box office is 4.6 times production budget)

Theater counts:

3,987 opening theaters/3,987 max. theaters, 7.7 weeks average run per theater

Infl. Adj. Dom. BO

$214,666,555

04 Critics

Sebagian besar kritikus film memberikan respons yang positif untuk film ini.

05 Longevity

[Pending—karya masih berusia di bawah 10 tahun]

Final Score

Skor Asli                     : 9

Skor Tambahan           : -

Skor Akhir                  : 9/10

***

Spesifikasi Optical Disc

[Cakram Film DVD/VCD/Blu-ray Disc]

Judul               : Coco

Rilis                 : Februari 2018

Format             : Blu-ray Disc [||]

Kode Warna    : A/Full HD 1080p

Fitur                : Audio commentary, behind the scenes, deleted scenes

Support           : Windows 98-10 [VLC Media Player], DVD Player, HD DVD Player [termasuk X-Box 360], Blu-ray Player [termasuk PS 3 dan 4], 4K UHD Blu-ray Player [termasuk PS 5].

Keterangan Support:

[Support VCD, DVD, Kecuali Blu-ray dan 4K]

[Support VCD, DVD, Termasuk Blu-ray, Kecuali 4K]

[Support Semua Termasuk 4K]

STREAMING

Amazon VOD:

Amazon VOD (Theatrical)Amazon VOD (Bonus Content)Amazon VOD (Theatrical)Amazon VOD (Bonus Content)Amazon VOD (Theatrical)Amazon 4K UHD VOD

iTunes:

iTunes

Google Play:

Google PlayGoogle Play

Vudu:

Vudu

***

Edisi Review Singkat

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.

Edisi Review Singkat+PLUS

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda Review Singkat+PLUS di bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Juli 2021 menandakan artikel tersebut berjumlah lebih dari 3.500 kata.

Skywalker Hunter adalah alias dari Nabil Bakri

Keterangan Box Office dan penjualan DVD disediakan oleh The Numbers

©2017/Disney, Pixar/Coco/All Rights Reserved.

©Nabil Bakri Platinum.

Teks ini dipublikasikan dalam Nabil Bakri Platinum [https://nabilbakri.blogspot.com/] yang diverifikasi Google dan dilindungi oleh DMCA.

Nabil Bakri Platinum tidak bertanggung jawab atas konten dari link eksternal yang ada di dalam teks ini—termasuk ketersediaan konten video atau film yang dapat berubah sewaktu-waktu di luar kendali Nabil Bakri Platinum.