Review Film Coco (2017) Pergi ke Alam Baka Demi Menjadi Penyanyi
Oleh Skywalker HunterNabil Bakri
“I
have to sing, I have to play. The music, it’s not just in me, it is me. When
life gets me down, I play my guitar. The rest of the world may follow the
rules, but I must follow my heart. You know that feeling, like there’s a song
in the air and it’s playing just for you. I hope you like it.”—Ernesto de la
Cruz
Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak
cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes
copyrighted pictures under the doctrine of fair use.
Images©2017/Disney/Pixar/Coco/all rights reserved.
⸎Sangat mungkin mengandung Spoiler, Anda diharap bijak
menyikapinya.
Genre : Drama
Fantasi—Musikal [Animasi Full CGI]
Rilis :
Domestic Releases: |
November 22nd, 2017 (Wide) by Walt Disney |
International Releases: |
October 27th, 2017 (Wide) (Mexico) |
February 13th, 2018 by Walt Disney Home Entertainment |
|
MPAA Rating: |
PG for
thematic elements. |
Durasi : 105 menit
Sutradara : Lee
Unkrich
Pemeran : Anthony Gonzalez, Gael García Bernal, Benjamin Bratt, Alanna Ubach, Renée Victor, Ana Ofelia Murguía, Edward James Olmos
Episode : -
Sinopsis
Miguel
adalah seorang anak berusia 12 tahun yang tinggal bersama keluarganya di Santa
Cecilia, Meksiko. Keluarganya adalah keluarga pembuat sepatu yang membenci
musik. Di masa lalu, kakek buyut [great great grandfather] Miguel adalah
seorang musisi. Suatu ketika, ia pergi meninggalkan keluarganya dan tidak
pernah kembali. Istrinya, Imelda, kemudian membenci musik dan memutuskan untuk
mencukupi kebutuhan keluarga dengan menjadi pembuat sepatu. Imelda memiliki
seorang anak perempuan yang bernama Coco. Anak ini sangat dekat dengan ayahnya
dan senantiasa menanti kepulangan sang ayah. Coco adalah nenek buyut/moyang
[great grandmother] dari Miguel. Artinya, Coco adalah ibu dari nenek Miguel
yang bernama Abuelita. Miguel memanggil nenek buyutnya dengan panggilan Mama
Coco. Karena Mama Coco sudah sangat tua, ia hanya bisa berdiam di atas kursi
roda dan sudah tidak ingat lagi kepada apapun. Ia adalah satu-satunya anggota
keluarga Miguel yang membiarkan Miguel bermain musik—karena Mama Coco sudah
tidak bisa apa-apa. Nenek Abuelita mengetahui bahwa Coco sangat menyukai musik
dan ingin menjadi musisi. Namun, musik telah menjadi hal yang tabu di keluarga
mereka. Ia pun melarang Miguel untuk bermain musik. Bahkan, ia melarang Miguel
untuk tampil di acara pencarian bakat dalam perayaan Día de los Muertos atau Day
of the Dead.
Dalam
perayaan Día de los Muertos,
seluruh keluarga akan menaburkan bunga dari ofrenda menuju ke makam agar arwah leluhur bisa menemukan
jalan pulang. Setiap keluarga memiliki ofrenda yang merupakan sebuah
altar dengan sesaji dan foto dari para leluhur. Apabila foto mereka dipajang di
ofrenda, itu artinya mereka masih dikenang oleh keluarga yang masih hidup dan
diizinkan keluar dari Land of the Dead [alam gaib] selama Día de los Muertos
untuk mengunjungi keturunan mereka. Foto keluarga Mama Coco
dipajang di posisi paling atas, menampilkan ayah Coco, Mama Imelda, dan Mama
Coco sewaktu masih kecil. Namun, foto itu tidak lengkap karena foto ayah Mama
Coco telah disobek oleh Mama Imelda. Ketika seekor anjing liar bernama Dante
tanpa sengaja menjatuhkan foto keluarga Mama Coco, Miguel memungutnya dan
melihat bahwa foto itu telah dilipat. Bagian yang dilipat adalah bagian tangan
ayah Coco yang memegang sebuah gitar. Itu adalah gitar milik seorang
musisi/penyanyi sekaligus aktor terkenal Ernesto de la Cruz. Miguel adalah
penggemar berat Ernesto de la Cruz dan menyimpulkan bahwa Ernesto adalah kakek
buyutnya [great great grandfather]. Ia pun memantapkan diri untuk ikut audisi
musik. Sayangnya, Nenek Abuelita tidak mengizinkannya dan menghancurkan seluruh
koleksi musik Miguel, termasuk gitarnya. Nenek Abuelita dan seluruh keluarga
Miguel—termasuk ayah dan ibunya—sama-sama berharap Miguel bisa mulai meneruskan
bisnis keluarga membuat sepatu.
Tuntutan
keluarga itu membuat Miguel semakin tertekan dan akhirnya melarikan diri. Ia
bertekad untuk tetap mengikuti audisi. Masalahnya, ia sudah tidak punya gitar
untuk pentas. Ia berusaha mencari pinjaman gitar, tapi semua musisi sedang
memakai gitar mereka untuk tampil. Miguel kemudian teringat tentang gitar kakek
buyutnya, Ernesto, yang disimpan di dalam makamnya. Ia pun masuk ke bangunan
makam Ernesto de la Cruz dan mengambil gitarnya. Karena mengambil benda milik
orang yang sudah meninggal tepat di perayaan Día de los Muertos, Miguel terjebak ke dalam alam gaib [Land of the
Dead]. Di alam gaib, Miguel melihat para arwah berbentuk tengkorak tengah
menyeberangi jembatan menuju ke alam manusia. Mereka adalah para arwah yang
fotonya masih dipajang di ofrenda. Bagi arwah yang fotonya tidak dipajang,
mereka tidak diperbolehkan untuk pergi ke dunia manusia. Mama Imelda, ibu Mama
Coco, tidak bisa pergi ke dunia manusia karena fotonya jatuh dari ofrenda dan
dibawa pergi oleh Miguel. Anak laki-laki itu bertemu dengan para leluhurnya
yang mengantarkannya ke kantor petugas alam gaib. Menurut petugas, Miguel harus
menerima berkat dari salah seorang leluhurnya dan menerima apa saja syarat yang
diberikan agar bisa kembali ke dunia manusia.
Mama
Imelda bersedia memberikan berkat kepada Miguel asalkan ia berhenti bermain
musik dan melanjutkan bisnis keluarga membuat sepatu. Miguel tidak bisa
menerima syarat itu dan meminta leluhur lainnya untuk memberikan berkat. Namun,
mereka semua menolak karena takut kepada Mama Imelda. Miguel kemudian berpikir
kalau ia harus mencari leluhur lain yang bisa memahaminya dan senang dengan
musik. Ia pun melarikan diri untuk pergi mencari Ernesto de la Cruz, kakek
buyutnya yang merupakan seorang musisi terkenal. Agar dapat bertemu dengan
Ernesto, Miguel dibantu oleh arwah putus asa yang bernama Hector. Ia dulunya
adalah sahabat dari Ernesto dan bersedia membantu Miguel menemui Ernesto dengan
satu syarat: Miguel harus membawa pulang foto Hector dan memajangnya di ofrenda
agar Hector bisa menyeberang ke dunia manusia dan melihat puterinya untuk yang
terakhir kali. Miguel setuju dengan persyaratan Hector. Mereka pun bergegas
menemui Ernesto, tetapi menemui sang bintang tidaklah mudah. Mereka harus
bersembunyi dari kejaran keluarga Miguel dan harus memenangkan kompetisi musik
agar bisa diundang ke pesta Ernesto de la Cruz. Sanggupkah Miguel menemui kakek
buyutnya dan menerima berkatnya? Miguel harus benar-benar bergegas karena ia
hanya punya waktu sampai mata hari terbit. Jika terlambat, ia akan selamanya
terjebak di alam gaib.
01 Story Logic
Coco
adalah sebuah animasi dengan genre Drama Fantasi. Karena istilah Drama berada
di depan istilah Fantasi, maka animasi ini seharusnya lebih menitikberatkan
pada Drama-nya tetapi harus memiliki unsur Fantasi yang cukup. Fantasi dalam
film ini tidak harus seperti film-film Fantasi yang benar-benar Fantasi seperti
The Lord of the
Rings [membuat peta sendiri, menciptakan
bahasa sendiri, menyediahkan sejarah sendiri, dan lain sebagainya yang
berkaitan dengan detail dunia Fantasi], tetapi tetap harus cukup memenuhi
standar paling mendasar sebuah Fantasi: aturan sendiri yang konsisten. Coco
menceritakan tentang dinamika kehidupan Miguel dan keluarganya yang menentang
dirinya bermain musik. Kompleksitas konflik antara Miguel dan keluarganya [baik
yang masih hidup maupun yang sudah meninggal] sudah sesuai dengan logika Drama
untuk ukuran film animasi [perlu diingat kalau logika animasi dapat lebih
fleksibel dibandingkan dengan logika live-action]. Fantasi dalam Coco diangkat
dari sebuah kebudayaan yang pada dasarnya tidak dapat dijelaskan secara logis
dalam koridor Fantasi. Hal ini dikarenakan kebudayaan tersebut masuk ke dalam
genre Supranatural—bukan Fantasi dengan pola yang sama dengan cerita Fantasi
pada umumnya.
Animasi
ini telah memberikan aturan Fantasi yang jelas tentang bagaimana manusia bisa
memasuki Land of the Dead. Tidak semua orang bisa memasuki Land of the Dead dan
tidak di sembarang waktu orang bisa memasukinya. Miguel dapat masuk ke dunia
gaib karena ia mengambil barang milik orang mati tepat di hari perayaan Day of
the Dead. Perbuatan Miguel melanggar aturan dunia Fantasi yang menyatakan bahwa
manusia seharusnya memberi sesuatu pada arwah, bukannya mengambilnya. Cara agar
Miguel bisa kembali ke dunia manusia pun sudah dijelaskan dan aturan di dunia
Fantasi Coco secara umum sudah konsisten. Sebagai perbandingan, logika dalam film
ini sudah lebih baik dibandingkan dengan film serupa The Book of Life yang dirilis pada tahun 2014. Dalam film itu, aturan
Fantasinya tidak dijelaskan dengan baik dan senantiasa berubah-ubah karena
tidak konsisten. Selain sudah logis sesuai dengan genre Drama Fantasi, Coco
juga sudah logis sesuai dengan genre Musikal. Karakter yang tiba-tiba bernyanyi
atau menggunakan lagu sebagai dialog adalah hal yang tidak logis untuk film
non-Musikal, tetapi tentu saja sudah logis untuk film Musikal karena hal itu
adalah salah satu karakteristiknya.
02 Story Consistency
Alur
cerita dalam Coco sudah konsisten. Permasalahan yang ditampilkan di awal film
telah dieksplorasi dan diselesaikan dengan baik. Film ini tidak mengeksplorasi
banyak percabangan cerita yang menggeser fokusnya dari Miguel dan prosesnya
untuk merekatkan kembali dan semakin dekat dengan keluarganya. Sisi Fantasi
dalam Land of the Dead pun dieksplorasi seperlunya tanpa mengganggu fokus
Dramanya. Setiap percabangan cerita yang ditampilkan, secara langsung
memengaruhi jalannya cerita sehingga narasi film Coco menjadi utuh. Kisah hidup
Ernesto de la Cruz dan Hector, misalnya, hanya dieksplorasi ketika eksplorasi
itu berpengaruh secara langsung kepada Miguel dan menggerakkan laju ceritanya.
Berbagai humor yang ditampilkan [tidak memengaruhi jalannya cerita] masih dalam
batas yang wajar untuk sebuah film animasi keluarga.
03 Casting Choice and Acting
Pengisi
suara dalam film ini sudah baik.
“I know, I’m not supposed to love music. But
my great-grandma Coco’s father was the greatest musician of all time, Ernesto
de la Cruz. One day he left with his guitar and never returned, now my family
thinks music is a curse.”—Miguel
04 Music Match
Musik
dalam Coco sudah baik karena tidak hanya menjadi pengiring dari adegan, tetapi
telah menjadi bagian dari adegan yang mendukung jalannya cerita. Implementasi
musik dan lagu sebagai alat cerita [story device] sangatlah penting dalam
sebuah film Musikal.
05 Cinematography Match
Sinematografi
dalam film ini sudah baik.
06 Costume Design
Secara
umum dan terpisah, desain karakter film ini sudah baik. Namun, terdapat
permasalahan kunci yang membuat kesesuaian desain antar tokoh dan dengan latar
belakang menjadi kurang menyatu. Karakter binatang dalam film terlihat memiliki
gaya desain yang berbeda dengan desain manusianya. Dante dan Pepita Alebrije
seperti memiliki desain yang berbeda dengan tuan mereka dan dengan satu sama
lain. Desain karakter arwah dan manusia terlihat tanggung dalam artian tidak
ada yang mengkontraskan keduanya. Padahal, gaya desain Land of the Dead berbeda
dengan dunia manusia. Di dalam sebuah animasi, perbedaan gaya semacam ini
umumnya merupakan hal yang negatif. Namun untuk kasus seperti Coco dan The Book of Life, perbedaan desain karakter yang mencolok antar dua dunia
justru penting karena menegaskan perbedaan dua dunia tersebut. Karakter Pepita
yang penuh warna dan didesain dengan gambar yang memiliki sudut lebih tegas,
berbeda sekali dengan para arwah yang masih membulat dan memiliki warna yang
kurang lebih sama dengan manusia hidup. Persamaan dan perbedaan ini sebetulnya
masih dapat dimaklumi, asalkan konsisten. Masalahnya, desain yang berbeda
sekaligus sama ini tidaklah konsisten—berhubungan erat dengan poin Background.
07 Background/Set Match
Desain
background dalam film ini, sama dengan desain karakternya, sudah baik secara
individual. Namun ketika disatukan, terlihat jelas bahwa desainnya tidak
konsisten. Ketika Miguel pertama kali memasuki Land of the Dead, latar belakang
film ini terlihat seperti ingin mengkontraskan atau menegaskan perbedaan antara
dunia manusia dan dunia arwah. Namun seiring berjalannya cerita, dunia arwah
itu terlihat semakin identik dengan dunia manusia. Hal ini berbanding terbalik
dengan film The Book of Life yang
menampilkan latar belakang antar dunia secara berbeda. Di dalam film Coco,
terdapat sisi gelap dari dunia gaib yang penuh warna—tetapi sisi gelap ini
tidak benar-benar gelap karena menyerupai lingkungan manusia yang bisa ditemui
di dunia nyata. Dalam The Book of Life,
dunia yang gelap atau suram ini dipisahkan lagi dari dunia gaib dengan
membaginya menjadi Land of the Living dan Land of the Dead. Apabila Coco memang
ingin menampilkan dunia gaib yang identik dengan dunia manusia, maka seharusnya
sejak awal tidak ditampilkan kontras desain antara dunia manusia dengan dunia
gaib. Desain latar belakang yang berubah-ubah ini nantinya berpengaruh pada
kesesuaian dengan desain karakternya. Pepita sang Alejibre misalnya, terlihat
memiliki desain yang konsisten dengan bagian awal Land of the Dead yang penuh
warna dan sangat berbeda dari dunia manusia. Namun, Pepita seperti tidak lagi
menyatu dengan universe Land of the Dead yang seiring berjalannya waktu menjadi
semakin identik dengan desain dunia manusia. Dalam pola berbagai film yang
menceritakan tentang karakter terdampar di “dunia lain”, umumnya desain
karakter dan latar belakangnya sengaja dibedakan dengan dunia nyata—misalnya
dalam Alice in
Wonderland, The Book of Life, Mirror Mask, dan Spy Kids 3.
Dengan demikian, penonton dapat langsung mengidentifikasi lokasi adegan ketika
terjadi transisi [juxtaposition] dari satu dunia ke dunia yang berbeda.
Sutradara Lee Unkrich, sebagaimana dikutip dalam paragraf berikutnya,
menyatakan bahwa Coco memiliki konsep yang jelas untuk mengkontraskan antara
Land of the Dead dengan dunia nyata. Sayangnya, konsep ini belum bisa
benar-benar direalisasikan.
Unkrich said that Pixar wanted "to have as much contrast
between" the Land of the Living and the Land of the Dead and that many
techniques were used to differentiate the worlds. Color was one: "Given
the holiday and the iconography, [Pixar] knew the Land of the Dead had to be a
visually vibrant and colorful place, so [they] deliberately designed Santa
Cecilia to be more muted" said Unkrich.[3]
08 Special and/or Practical Effects
Efek
animasi dalam film ini sudah baik. Detil setiap objek dan kehalusan gerakan
dala Coco sudah baik—bukan hal yang mengejutkan dari studio animasi Pixar.
Bahkan untuk film-film Pixar yang mendapat kritik negatif dari segi cerita
sekalipun [misalnya Cars 2] tetapi
dipuji dari aspek kualitas teknologi CGI-nya.
09 Audience Approval
Coco
menerima tanggapan yang sebagian besar positif dari kalangan penonton.
10 Intentional Match
Film
ini sudah memenuhi visi penciptanya dengan baik. Berbeda dengan The Book of Life yang sedari awal
didasari oleh kecintaan sutradara dan produsernya pada budaya Meksiko, Coco
berawal dari sebuah cerita yang kemudian mengambil latar belakang budaya
Meksiko. Apabila The Book of Life
berhasil memenuhi visi penciptanya dari segi artistik, Coco berhasil memenuhi
ekspektasi dari kedua segi, tetapi yang terpenting tetaplah dari segi cerita.
Pada dasarnya, Coco adalah cerita tentang seorang anak yang mencari jati
dirinya dan memperoleh pelajaran tentang makna sebuah keluarga. Dengan demikian,
ketika The Book of Life sangat
spesifik kepada Día de Muertos, cerita dalam Coco dapat diambil dari latar belakang
Meksiko-nya dan diganti dengan berbagai latar budaya yang berbeda berkat value
ceritanya yang lebih universal.
ADDITIONAL CONSIDERATIONS
[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi
sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun
mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan
Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak
prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]
01 Skywalker’s Schemata
Sebetulnya
saya menyukai film ini, tetapi bagi saya Coco masih terlalu “biasa saja” untuk
sebuah film Pixar. Karena saya mengenal Pixar sejak Monsters, Inc. [2001] masih baru tayang di bioskop, saya mengalami
bagaimana besarnya animo masyarakat [dan saya sendiri] ketika film-film Pixar
berikutnya dirilis. Setiap entry film Pixar yang baru, Pixar seperti semakin
meninggikan standar mereka—sampai puncaknya Pixar merilis Toy Story 3 di tahun 2010. Setelah itu saya merasa Pixar telah
kehilangan keajaibannya yang dimiliki sejak merilis Toy Story di tahun 1995. Saya tidak menyukai Brave, cenderung membenci Inside
Out, dan benar-benar membenci The Incredibles
2 dan Toy Story 4. Onward pun terlalu “biasa” bagi saya
pribadi. Sebelum menyaksikan Coco, saya sudah lebih dulu menyaksikan The Book of Life yang cukup saya sukai.
Tanggapan masyarakat ketika iklan Coco dirilis, mendekati tanggapan ketika The Wild dirilis dan
dibanding-bandingkan dengan Madagascar
yang sudah lebih dulu dirilis oleh DreamWorks. Karena sudah menonton dan
menyukai The Book of Life, saya tidak
lagi menemukan excitement yang baru dari segi artistik dalam film Coco. Namun
karena film ini bermula dari “cerita”—bukan “budaya”, maka makna cerita yang
disampaikan bisa benar-benar menyentuh perasaan saya. Dua kali saya menonton
ulang Coco demi menyelesaikan artikel ini, dan dua kali pula saya meneteskan
air mata ketika akhirnya [Spoiler] Mama Coco ingat kembali tentang ayahnya. I am always fascinated—and terrified—by
time. In a mere 20 years I have witnessed rapid changes that should happened
garually in 500 years before the Industrial Revolution [Sapiens: A Brief
History of Humankind]. Time terrifies me
always—makes me sad always—and this movie manages to poke that feeling inside
my heart; the deep fear that I am obsolete and will eventually be forgotton as
fast as yesterday.
02 Awards
Berdasarkan
laporan IMDb, Coco meraih 109 penghargaan dan 40 nominasi.
Beberapa penghargaan yang penting adalah Best Animated Feature [Animasi
Terbaik] dan Best Achievement in Music Written for Motion Pictures (Original
Song) [Lagu Terbaik] dari Acedemy Awards. BAFTA, Academy of Science Fiction,
Fantasy & Horror Films, dan Annie Awards menganugerahi Coco sebagai Animasi
Terbaik.
03 Financial
Coco
dibuat dengan dana sebesar $225 juta dan berhasil menjual tiket sebesar $797
juta. Penjualan DVD film ini pun sukses dengan tambahan penjualan sebesar $83
juta di Amerika saja.
Coco (2017) Theatrical Performance |
||||||||||||||
Domestic
Box Office |
$210,460,015 |
|||||||||||||
International
Box Office |
$587,206,410 |
|||||||||||||
Worldwide
Box Office |
$797,666,425 |
|||||||||||||
Home Market Performance |
||||||||||||||
Est.
Domestic DVD Sales |
$27,759,205 |
|||||||||||||
Est.
Domestic Blu-ray Sales |
$55,619,485 |
|||||||||||||
Total
Est. Domestic Video Sales |
$83,378,690 |
|||||||||||||
|
04 Critics
Sebagian
besar kritikus film memberikan respons yang positif untuk film ini.
05 Longevity
[Pending—karya
masih berusia di bawah 10 tahun]
Final Score
Skor
Asli : 9
Skor
Tambahan : -
Skor
Akhir : 9/10
***
Spesifikasi Optical Disc
[Cakram Film DVD/VCD/Blu-ray Disc]
Judul : Coco
Rilis : Februari 2018
Format : Blu-ray Disc [||]
Kode
Warna : A/Full HD 1080p
Fitur : Audio commentary, behind the
scenes, deleted scenes
Support : Windows 98-10 [VLC Media Player],
DVD Player, HD DVD Player [termasuk X-Box 360], Blu-ray Player [termasuk PS 3 dan 4], 4K UHD Blu-ray Player [termasuk PS 5].
Keterangan Support:
[Support VCD, DVD, Kecuali Blu-ray dan 4K]
[Support VCD, DVD,
Termasuk Blu-ray, Kecuali 4K]
[Support Semua
Termasuk 4K]
STREAMING
Amazon VOD: |
Amazon VOD (Theatrical), Amazon VOD (Bonus Content), Amazon VOD (Theatrical), Amazon VOD (Bonus Content), Amazon VOD (Theatrical), Amazon 4K UHD VOD |
iTunes: |
|
Google Play: |
|
Vudu: |
***
Edisi Review Singkat
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan
standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review
Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.
Edisi Review Singkat+PLUS
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda
Review Singkat+PLUS di
bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Juli 2021 menandakan artikel
tersebut berjumlah lebih dari 3.500 kata.
Skywalker Hunter adalah alias
dari Nabil Bakri
Keterangan Box Office dan penjualan DVD disediakan oleh The Numbers
©2017/Disney,
Pixar/Coco/All Rights Reserved.
©Nabil Bakri Platinum.
Teks ini dipublikasikan dalam Nabil Bakri Platinum [https://nabilbakri.blogspot.com/] yang diverifikasi Google dan dilindungi oleh DMCA.
Nabil Bakri Platinum tidak bertanggung jawab atas konten dari
link eksternal yang ada di dalam teks ini—termasuk ketersediaan konten video
atau film yang dapat berubah sewaktu-waktu di luar kendali Nabil Bakri
Platinum.