Review Film Final Destination (2000) Akibat Menantang Malaikat Maut

 

Review Film Final Destination (2000) Akibat Menantang Malaikat Maut [What Would Happen If You Cheated Death]

Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter

Periksa index

“We say that the hour of death cannot be forecast. But when we say this, we imagine that the hour is placed in an obscure and distant future. It never occurs to us that it has any connection with the day already begun, or that death could arrive this same afternoon - this afternoon which is so certain, and which has every hour filled in advance.”—Tod Waggner

Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes copyrighted pictures under the doctrine of fair use.

images ©2000/New Line Cinema/Final Destination/All Rights Reserved.

Genre             : Horror Supranatural

Rilis                 :

Domestic Releases:

March 17th, 2000 (Wide) by New Line

MPAA Rating:

R for violence and terror, and for language

 Durasi             : 98 menit

Sutradara       : James Wong

Pemeran         : Devon Sawa, Ali Larter, Kerr Smith, Tony Todd

Episode           : -

Sinopsis

Alex Browning dan teman-teman sekolahnya akan melakukan karyawisata [fieldtrip] ke Paris pada tanggal 13 Mei 2000. Mereka berangkat dari bandara John F. Kennedy menggunakan pesawat Boeing 747 Volée Airlines Flight 180. Sebelum pesawat lepas landas, Alex tertidur dan mengalami mimpi yang mengerikan. Ia bermimpi bahwa pesawat yang ia tumpangi akan mengalami kecelakaan, meledak di angkasa dan menewaskan semua orang termasuk dirinya. Ketika terbangun, Alex merasa terkejut dan ketakutan karena mimpinya terasa sangat nyata. Ia pun menyaksikan tanda-tanda yang sama persis dengan yang muncul di dalam mimpinya. Alex pun yakin bahwa pesawat itu benar-benar akan mengalami kecelakaan dan ia memberi tahu teman-temannya sehingga mengakibatkan kepanikan. Beberapa temannya memaksa Alex untuk tenang, tetapi Alex sangat yakin bahwa pesawat itu akan mengalami kecelakaan. Akhirnya, petugas mengeluarkan Alex dari pesawat bersama beberapa teman yang terlibat dalam keributan yakni sahabat Alex, Tod Waggner, dan teman sekelas Alex, Carter Horton dan kekasihnya Terry Chaney, Billy Hitchcock, serta Clear Rivers. Salah seorang guru yang bernama Valerie Lewton memutuskan untuk mendampingi siswa yang diturunkan dari pesawat dan akan ikut dalam penerbangan selanjutnya. Miss Valerie mencoba menenangkan Alex dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Remaja itu masih yakin bahwa pesawat akan meledak karena mimpi yang dia alami terasa seperti nyata—sebuah penglihatan [a vision or premonition]. Carter dan Billy masih tidak percaya kepada Alex dan justru merasa semakin kesal karena perjalanan mereka harus ditunda karena alasan yang konyol. Mereka akhirnya kembali terlibat perkelahian, tetapi tak lama setelah pesawat Volée Airlines Flight 180 lepas landas, pesawat itu benar-benar meledak.

Sebelum diizinkan pulang, Alex dan teman-temannya diselidiki oleh dua agen FBI, agen Weine dan agen Schrek. Menurut pengakuan Tod, ia turun dari pesawat karena ia adalah sahabat Alex dan diminta oleh kakaknya untuk turun mendampingi Alex. Kakaknya ikut terbang dengan Volée Airlines Flight 180. Carter, Terry, dan Billy, terpaksa ikut diturunkan karena terlibat dalam sebuah keributan dalam upaya membungkam Alex agar tidak bicara tentang pesawat meledak. Miss Valerie ikut mendampingi selaku guru sementara guru lainnya ikut terbang dan mengalami kecelakaan. FBI mencurigai Alex dan Clear; mereka ingin tahu bagaimana Alex bisa mengetahui secara akurat bahwa pesawat akan meledak dan mengapa Clear ikut turun dari pasawat. Padahal, Clear sama sekali tidak terlibat dalam keributan—ia ikut turun dengan sukarela mengikuti Alex dan yang lainnya. Pihak sekolah mengadakan upacara peringatan untuk mengenang seluruh siswa dan guru yang menjadi korban dalam kecelakaan pesawat tersebut. Tod yang merasa sangat kehilangan kakanya diminta untuk memberikan pidato. Di akhir upacara, Alex meminta Tod untuk kembali berteman dan menghabiskan waktu bersama seperti biasanya. Tod menyetujui permintaan Alex dan berencana mengajaknya berwisata, tetapi Tod meminta Alex untuk menunggu ayahnya membaik terlebih dulu karena terpukul setelah puteranya tewas dalam kecelakaan. Orang-orang, entah mengapa, justru mengaggap Alex bersalah. Padahal, ia justru telah menyelamatkan 6 nyawa dari kecelakaan tersebut.

Di malam harinya, Alex mendapatkan sebuah petunjuk dari sobekan majalah yang bertuliskan nama Tod. Ia pun bergegas mendatangi rumah sahabatnya. Di dalam kamar mandi di rumah Tod, terjadi kebocoran air secara misterius yang menyebabkan Tod terpeleset dan lehernya terjerat kabel dari tirai kamar mandi. Ia berusaha melepaskan diri, tetapi ia ada di dalam bathub yang sangat licin akibat tumpahan sabun dan kabel itu mengencang dengan sendirinya. Sebisa mungkin Tod berusaha melepaskan kabel itu dan berusaha meraih sebuah gunting, tetapi usahanya sia-sia karena kabel tersebut secara misterius menjadi semakin kencang hingga mencekik Tod sampai tewas. Pihak keluarga dan kepolisian menduga kematian Tod adalah akibat bunuh diri. Ayah Tod menyalahkan kejadian tersebut kepada Alex. Menurutnya, Alex menyebabkan Tod tenggelam dalam kesedihan akibat tewasnya sang kakak hingga ia memutuskan untuk bunuh diri. Namun, Tod bersikeras bahwa Tod tidak mungkin bunuh diri. Ia menjelaskan bahwa Tod dan dirinya baru saja membuat rencana untuk berwisata bersama dan tidak ada tanda-tanda depresi yang membuat Tod ingin bunuh diri—justru ayah Tod-lah yang masih tenggelam dalam kesedihan. Kemunculan Alex di rumah Tod tepat saat Tod tewas membuat FBI semakin mencurigai Alex. Pemuda itu terkejut melihat Clear juga berada di rumah Tod tepat saat Tod tewas. Menurut Clear, ia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Tod. Mereka lantas mendatangi rumah pemakaman untuk melihat keadaan jasad Tod. Di sana, mereka bertemu dengan pengurus jenazah yang bernama William Bludworth. Ia menjelaskan bahwa terdapat bekas usaha menyelamatkan diri di tubuh Tod, menandakan bahwa Tod sebenarnya tidak bunuh diri melainkan dibunuh. Bludworth menjelaskan bahwa Alex dan teman-temannya telah berbuat curang kepada kematian [cheated death] yang menentang takdir. Maka, ia memperingatkan, kematian akan menuntut balas secepatnya. Mereka yang lolos dari takdir kematian akan tetap dibunuh satu per satu. Apa yang harus Alex lakukan?

You have to realize that we're just a mouse that a cat has by the tail. Every single move we make, from the mundane to the monumental, the red light that we stop at or run, the people we have sex with or want with us, the airplanes that we ride or walk out of, it's all part of death's sadistic design. Leading to the grave.”—Bludworth

01 Story Logic

Logika dan konsep film ini sudah baik sesuai dengan genrenya. Baik Logika cerita Horror dan Supranatural yang membentuk genre Horror Supranatural telah disajikan dengan baik. Dalam Final Destination, konsep cerita yang diangkat pada dasarnya tergolong sangat logis karena case yang ditampilkan tidak terlalu mengada-ada [not too far-fetched] karena menceritakan tentang kematian dan penglihatan [premonition] atau firasat, yang percaya atau tidak percaya sering ditemui dalam kehidupan nyata. Hanya saja, Final Destination mengambil case dalam kehidupan nyata tersebut dan membawanya ke ranah yang ekstrem. Horror dalam Final Destination terletak pada ketakutan akan kematian dan ketidaktahuan akan kapan dan bagaimana seorang karakter akan tewas. Sementara itu, sisi Supranatural film ini ada pada konsep kematian itu sendiri—bukan sebatas kisah hantu atau iblis, tetapi benar-benar melibatkan unsur Supranatural yang cenderung religius karena menyangkut takdir [Fate] manusia; manusia tidak bisa mencurangi kematian [people cannot cheat death] karena umur seseorang telah digariskan [for everything is predetermined] dalam desain kehidupan [the grand design of life].

Meskipun konsep dan narasi film ini secara keseluruhan sudah logis sesuai dengan genrenya, ada beberapa masalah dalam detil ceritanya yang kurang logis. Misalnya, respons teman-teman Alex yang sudah “diselamatkan” olehnya tampak tidak logis karena beberapa dari mereka sampai membenci Alex. Respon Miss Valerie pun tampak kurang logis ketika ia juga “menyalahkan” Alex, padahal ia adalah seorang guru yang seharusnya dapat bersikap lebih dewasa. Sejak awal, Miss Valerie sudah digambarkan sebagai seorang guru yang ramah dan bertanggungjawab [ia rela menunda keberangkatan, tidak memarahi Alex, dan mencoba menenagkan Alex setelah turun dari pesawat] sehingga perilakunya yang bertolak belakang dengan perilaku sebelumnya menjadi kurang logis. Respons Tod sudah logis dan dapat dimengerti, tetapi respons ayahnya kurang logis karena ia juga “menyalahkan” Tod, bukannya berterima kasih karena telah menyelamatkan salah satu dari dua puteranya. Respons Alex dan kedua orangtuanya pun tampak kurang mengalami kejutan meskipun mereka telah mengalami sebuah peristiwa yang sangat mengejutkan—bahkan kedua orangtua Alex tampak tertidur sewaktu menyaksikan berita pesawat yang jatuh. Dalam keadaan yang wajar, mustahil seseorang dapat menjadi tenang dalam waktu singkat setelah mengalami peristiwa yang mengejutkan. Karena korban dalam pesawat adalah teman-teman Alex, besar kemungkinan kedua orangtuanya juga mengenal murid-murid tersebut atau orangtua mereka. Cara FBI merespons situasi juga sebenarnya kurang logis, ditambah gerak-gerik Alex yang justru bertingkah mencurigakan setelah ia dicurigai oleh FBI. Meski terdapat permasalahan dalam detilnya, permasalahan ini tidak merusak logika konsepnya secara keseluruhan.

02 Story Consistency

Secara umum, alur cerita Final Destination sudah konsisten. Namun, terdapat beberapa bagian yang masih kurang konsisten. Rencananya, film ini ditutup dengan Alex dan Clear yang memiliki bayi. Alex mengorbankan nyawanya agar urutan kematian terganggu dan Clear selamat. Dengan “menciptakan” kehidupan berupa seorang anak, Alex juga sebenarnya telah “mencurangi” kematian sekali lagi karena sebagian dari diri Alex tetap hidup dalam diri bayinya. Pada akhirnya, adegan penutup ini dihapus dan diganti dengan adegan yang resmi disertakan dalam hasil akhir filmnya. Sebelum Final Destination dirilis, pihak studio mengadakan uji coba [test screening] dengan menghadirkan anak-anak remaja untuk menonton filmnya dan memberikan respons mereka; catatan dari respons ini akan digunakan untuk memperbaiki filmnya sebelum dirilis. Salah satu respons negatif adalah adegan penutup yang menunjukkan bahwa Alex dan Clear memiliki seorang bayi. Adegan itu kemudian diganti. Adegan Alex dan Clear memiliki bayi memang tampak tidak konsisten dengan keseluruhan filmnya, tetapi sebenarnya bukan dalam hal narasi melainkan dalam hal tone atau nuansa filmnya secara keselurhan.  Penutup asli Final Destination, apabila diamati, sebenarnya lebih konsisten secara narasi karena membuat konsep kematian dan perbuatan curang terhadap kematian menjadi “baku” atau terikat sebuah aturan tertentu—yakni rantai kematian akan putus jika urutan kematian dilompati. Dalam versi awal, Clear sehausnya tewas lebih dulu, tetapi Alex mengorbankan nyawanya dan rantai kematian pun berhasil dipatahkan. Alex yang seharusnya mati muda tanpa keturunan pun lagi-lagi mencurangi kematian karena ia memiliki seorang bayi. Masalahnya, tone atau nuansa adegan penutup ini memang bertolak belakang dengan tone keseluruhan filmnya. Bagian penutup yang baru telah berhasil melanjutkan konsistensi tone atau nuansa filmnya, tetapi sebenarnya kurang konsisten dalam hal narasi karena membuat aturan tentang kematian dan rantai kematian menjadi lebih ambigu.

03 Casting Choice and Acting

Para pemeran yang dipilih dalam film ini sudah baik karena berhasil memerankan karakter mereka sesuai dengan deskripsinya masing-masing. Devon Sawa berhasil memerankan karakter Alex yang merupakan siswa “biasa-biasa saja [ordniary]” yang secara tiba-tiba menjadi extra-ordinary karena memiliki premonition tentang bencana pesawat terbang yang menimpa dirinya dan teman-teman sekelasnya. Sawa juga berhasil memerankan sosok Alex baik ketika ia masih memiliki sifat penuh keragu-raguan [reserved] menjadi lebih berani dan percaya diri. Aktris Ari Larter memerankan Clear yang penyendiri dengan baik, Seann William Scott memerankan karakter Billy yang menyerupai karakternya sebagai Stiffler dalam seri American Pie dengan baik. Pemeran lainnya secara umum juga telah berakting dengan baik.

04 Music Match

Musik dalam film ini sudah baik karena berhasil mendukung nuansa ceritanya; tidak ada pilihan musik yang terkesan tidak pada tempatnya. Album musik pengiring dari Final Destination sendiri mendapatkan respons yang positif dari kritikus.

[EN]The score is mostly low-key, with the exception of the suspense and death scenes.[23] It was performed by a union orchestra, obliging New Line Cinema to grant the film its own score.[21][22][23] Walker described her score as "very theme-driven, conservative music that covers the range from bizarre animal noises with stronger visceral impact to stirring emotional music with well-defined melodies that evolve through the storytelling".[22] The "Main Title" piece, used for the opening credits, was rare for opening a film aimed at a youth audience at the time. "What a treat for me to get to write a piece that calls you into the movie and lets you know something bad is going to happen from the get-go", Walker said.[23] According to Walker, "Main Title" consumed most of her time, due to its "dark theme and counter-melody which carries throughout the score".[23]


[ID]Musik dalam film ini umumnya bernada rendah, tapi dengan pengecualian adegan tegang dan adegan kematian. Musiknya dimainkan oleh sebuah orkestra, jadi New Line Cinema harus merilis album musik film ini secara terpisah. [Shirley] Walker [musisi Final Destination] menggambarkan musiknya sebagai musik yang “sangat bergantung pada tema, musik konservatif yang cakupannya sangat luas meliputi suara-suara binatang yang aneh dengan kemampuan membuat merinding, sampai dengan musik yang mengaduk-aduk perasaan dengan melodi yang jelas dan berkembang seiring berjalannya cerita.” Musik utama yang dijadikan sebagai pembuka dari film ini adalah jenis musik yang tidak umum digunakan sebagai musik pembuka dalam film-film yang menyasar kalangan penonton remaja. “Senang sekali saya bisa menulis musik pembukaan sebuah film dan langsung memberi tahu kamu bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi,” ungkap Walker. Menurutnya, musik utama film ini memerlukan waktu pengerjaan yang paling lama karena memiliki tema yang gelap dan musik ganda/pengiring musik utama yang muncul di sepanjang musik utama tersebut. [sumber tertera pada angka yang mengandung hyperlinkditerjemahkan oleh Nabil Bakri]

05 Cinematography Match

Sinematografi dalam film ini sudah baik, terutama dalam memperlihatkan detil rangkaian kejadian yang membawa seorang karakter menuju kematian. Sebagai contoh, kamera fokus pada saluran air kakus yang bocor di dalam kamar mandi Tod, menampilkan sebuah detil yang tidak disadari olehnya hingga akhirnya ia terpeleset dan terjerat kabel tirai. Berbagai detil kecil yang menjadi fokus kamera ini sangat mendukung jalannya cerita yakni: tidak ada unsur kebetulan di dalam kematian, semuanya sudah direncanakan sedetil mungkin. Di dalam film ini pun tidak ada fokus kemera yang mengindikasikan adanya sosok “makhluk halus” secara terus menerus karena memang “kematian” di dalam film ini bukan disebabkan oleh hantu yang menyeramkan, tetapi oleh takdir itu sendiri.

06 Costume Design

Tidak ada keluhan dalam poin pemilihan kostum. Kisah dalam Final Destination terjadi pada tahun 2000, bersamaan dengan waktu filmnya dirilis. Maka, kostum yang dikenakan adalah pakaian sehari-hari masyarakat era akhir 1990-an. Pakaian yang dikenakan oleh para siswa dan orang dewasa dalam film ini sudah sesuai dengan gaya busana pada akhir 1990-an dan awal 2000-an.

07 Background/Set Match

Tidak ada keluhan dalam pemilihan latar belakang.

08 Special and/or Practical Effects

Tidak ada keluhan dalam penggunaan efek komputer. Presentasi film ini pun sudah baik karena pencahayaannya tidak terlalu gelap sehingga penonton tetap bisa melihat setiap detil kejadiannya. Pencahayaan yang relatif “cerah” ini sebenarnya mendukung konsep cerita bahwa film ini bukan film hantu dan kecerahan tersebut sangat mencirikan era 1990-an hingga awal 2000-an [bahkan film Freddy's Dead: The Final Nightmare yang dirilis tahun 2001 dan Freddy vs Jason yang dirilis pada 2003 tampak lebih “cerah” dibandingkan film pertamanya].

09 Audience Approval

Mayoritas penonton memberikan tanggapan yang positif untuk film ini. Sebagaimana telah dibahas dalam poin Konsistensi Cerita, film ini sebelumnya dipertontonkan kepada test audience untuk melihat bagaimana reaksi mereka. Final Destination merupakan sebuah Horror Supranatural yang berbeda dengan The Omen atau The Exorcist karena sengaja dibuat untuk menyasar kalangan penonton anak muda [remaja]—maka alur ceritanya memang tidak akan semendalam The Omen yang lebih “dewasa”. Berdasarkan reaksi penonton uji coba, penonton bioskop, dan opini penonton, dapat disimpulkan bahwa Final Destination mendapatkan tanggapan yang positif.

10 Intentional Match

Poin ini secara langsung menyambung poin Konsistensi Cerita dan Audience Approval. Final Destination tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi sebuah film yang memiliki makna yang sangat dalam. Film ini diciptakan dengan mengangkat fenomena yang umum dan memelintirnya ke arah yang ekstrem untuk menghibur penonton. Demi mewujudkan tujuan ini, adegan penutup yang secara narasi sudah konsisten dengan konsep ceritanya tetap diganti demi memenuhi keinginan penonton yang ingin nuansa Final Destination tetap konsisten—tidak boleh ada momen yang terlalu menurunkan kadar ketegangannya.

In death there are no accidents, no coincidences, no mishaps, and no escapes.”—Bludworth

ADDITIONAL CONSIDERATIONS

[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]

01 Skywalker’s Schemata

Saya sudah beberapa kali menonton Final Destination dan tentunya pengalaman menonton film ini tidak semenarik ketika menontonnya untuk pertama kali. Film-film yang mengedepankan ketegangan seperti ini memang umumnya hanya menarik disaksikan satu kali dan akan terus berkurang kesan menariknya jika sering ditonton ulang. Hal ini karena nilai jual film ini, yakni ketegangan atas ketidaktahuan, telah habis setelah penonton melihatnya untuk pertama kali. Ini bukan berarti filmnya jelek, tetapi hal ini sangatlah wajar untuk film-film Horror dan Thriller. Maka dalam memberikan komentar, saya akan menggunakan perpektif ketika saya pertama kali menonton film ini. Beruntung, saya baru menonton Final Destination untuk pertama kali sekitar tahun 2019—ketika saya sudah dewasa. Menurut saya, Final Destination merupakan salah satu film Horror Supranatural terbaik yang pernah dibuat. Saya menyukai cara film ini menggunakan sebuah konsep yang sangat dekat dengan realita dan mengarahkannya ke jalur yang ekstrem tetapi tanpa melibatkan hantu atau iblis. Dalam kehidupan sehari-hari, sering sekali kita jumpai orang yang mendapat firasat atau bermimpi tentang kejadian yang akan datang—meskipun tidak semuanya negatif. Film ini pun memiliki konsep firasat seseorang yang benar-benar didokumentasikan oleh departemen kepolisian Amerika Serikat yakni seorang Intuitive Investigator bernama Pam Coronado[temukan dalam LinkedIn]—yang kemudian ditampilkan dalam dokumenter Blu-ray Final Destination dan menjelaskan keterlibatan FBI dalam cerita Final Destination. Saya juga menyukai konsep “ketiadaan penjahat” dalah Final Destination; karena apabila diamati, sebenarnya tidak ada “penjahat” di dalam film ini. Mereka yang “dibunuh” satu per satu bukanlah orang yang dipilih secara acak atau asal dibunuh, melainkan orang yang memang sudah ditakdirkan untuk meninggal di dalam sebuah kecelakaan pesawat—namun berhasil selamat. Karena menentang takdir, mereka pun dipaksa menghadapi takdir mereka. Alex dan teman-temannya harus mati bukan karena mereka dihantui oleh iblis, tetapi karena memang sudah waktunya bagi mereka untuk mati. Final Destination is a well-crafted Supranatural Horror aimed at teenagers but can actually enthrall adults and film lovers in general. It is one of the finest Horror films I have ever seen in my entire film-scrutinizing life.

02 Awards

Final Destination memenangkan beberapa penghargaan yang penting untuk disebutkan yakni memenangkan Best Horror Film dan Best Performance by a Younger Actor untuk Devon Sawa dari Saturn Award, serta Breakthrough Performance – Female untuk Ali Larter dari Young Hollywood Awards.

03 Financial

Final Destination sukses secara finansial. Dari dana sebesar $23 juta, film ini berhasil menjual tiket sebesar $112 juta.

Final Destination (2000) Theatrical Performance

Domestic Box Office

$53,302,314

Details

International Box Office

$58,734,556

Details

Worldwide Box Office

$112,036,870

Further financial details...

04 Critics

Tanggapan dari kritikus terpecah menjadi dua dan mereka yang memberikan tanggapan negatif bena-benar vokal dalam menyuarakan pendapat mereka.

05 Longevity

Setelah berusia lebih dari 10 tahun, film ini masih tetap populer dan relevan karena tanggapan penonton generasi baru masih tetap positif. Kesuksesan dan popularitas film ini pun memungkinkan Final Destination menjadi sebuah franchise.

Final Score

Skor Asli                     : 9.5

Skor Tambahan           : -1/2

Skor Akhir                  : 9/10

***

Spesifikasi Optical Disc

[Cakram Film DVD/VCD/Blu-ray Disc]

Judul               : Final Destination

Rilis                 : April 2009

Format             : Blu-ray Disc [||]

Kode Warna    : A/FHD

Fitur                : Audio commentary, deleted scenes, test screening, documentary on Pam Coronado, trailers

Support           : Windows 98-10 [VLC Media Player], DVD Player, HD DVD Player [termasuk X-Box 360], Blu-ray Player [termasuk PS 3 dan 4], 4K UHD Blu-ray Player [termasuk PS 5].

Keterangan Support:

[Support VCD, DVD, Kecuali Blu-ray dan 4K]

[Support VCD, DVD, Termasuk Blu-ray, Kecuali 4K]

[Support Semua Termasuk 4K]

***

Edisi Review Singkat

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.

Edisi Review Singkat+PLUS

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Apabila terdapat tanda Review Singkat+PLUS di bawah judul, maka berdasarkan keputusan per Juli 2021 menandakan artikel tersebut berjumlah lebih dari 3.500 kata.

Skywalker Hunter adalah alias dari Nabil Bakri

Keterangan Box Office dan penjualan DVD disediakan oleh The Numbers

images ©2000/New Line Cinema/Final Destination/All Rights Reserved.

images ©2000/New Line Cinema/Final Destination/All Rights Reserved.