(C) Demeusy Pictures/2020/all rights reserved. |
Review Proximity (2020) Close Encounters Versi Amatir yang Mengejutkan
Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter
Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak
cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes
copyrighted pictures under the doctrine of fair use.
Genre : Fiksi
Ilmiah [Class B Movie [Film Kelas B]—Lower budget, Less publications, or
Direct-to-DVD and Streaming [in accordance to the Skywalker Standard of Film
Classifications]]
Rilis : 15 Mei 2020
Episode : -
Sinopsis
Seorang pegawai NASA yang masih muda bernama Isaac Cypress mengalami gangguan psikologis karena trauma masa kecil. Terapisnya kemudian menyarankan Isaac untuk membuat catatan harian menggunakan video [video log] sebagai sebuah coping mechanism untuk masalah pikirannya. Maka Isaac mengikuti anjuran tersebut dan mulai merekam aktivitasnya. Ketika ia sedang melakukan perjalanan ke daerah perbukitan, Isaac melihat sebuah piring terbang yang kemudian menghilang diikuti jatuhnya meteor dan iring-iringan petugas pemerintah menyerbu lokasi kemunculan pesawat UFO tersebut. Menyadari dirinya bisa berada dalam masalah, Isaac sembunyi dari para petugas. Namun, ia malah bertemu dengan sesosok alien yang hanya berdiri menatapnya kemudian pergi. Karena membawa kamera, Isaac merekam penampakan tersebut dan segera melarikan diri. Namun, para alien menculiknya selama beberapa hari sebelum mengembalikannya ke lokasi yang berbeda. Isaac masih memiliki kameranya dan ia merasa aneh karena ia kini memiliki semacam kekuatan telekinesis yang aneh.
(C) Demeusy Pictures/2020/all rights reserved. |
Di
tengah keributan media tentang meteor jatuh dan penampakan alien, Isaac
memutuskan untuk mengunggah rekaman alien yang ia punya ke dunia maya. Rekaman
itu langsung meledak viral dan menuai berbagai tanggapan—ada yang percaya, ada
yang mencibir dan menuding Isaac hanya memalsukan rekaman tersebut. Berbagai
awak media mulai menyoroti Isaac dan memintanya untuk diwawancara. Isaac
akhirnya setuju dan merasa dijebak karena wawancara tersebut justru menggiring
opini seolah Isaac berkata bohong. Setelah wawancara itu tayang, publik semakin
yakin kalau Isaac hanya berbohong membuat hoax untuk cari sensasi. Isaac pun
mulai tidak yakin. Akan tetapi ketika melakukan tes kesehatan, dokter melihat
hasil rontgen tangan Isaac dan terkejut karena tulang Isaac pernah
patah—padahal Isaac tidak pernah patah tulang. Selain itu, patahannya sangat
simetris dan sama sekali tidak ada bekas luka di kulitnya. Hal itu membuat
Isaac makin yakin kalau dirinya memang telah diculik alien. Ia pun kemudian
berselancar cyber di forum-forum korban penculikan alien dan menemukan
seseorang yang mengalami nasib yang sama dengannya yakni seorang gadis bernama
Sara. Ketika mereka bertemu, Sara mengatakan bahwa ada kasus serupa yang
menimpa seseorang bernama Carl di tahun 1979 namun kasus tersebut sangat
misterius.
(C) Demeusy Pictures/2020/all rights reserved. |
Isaac
kemudian didekati oleh seorang penulis yang menyatakan siap membantu Isaac
untuk meluruskan semua permasalahannya. Ia berjanji akan membuat publik percaya
bahwa perkataan Isaac tentang alien adalah benar. Karena semakin depresi akibat
komentar negatif atau hujatan netizen dan media yang tak henti menuduhnya
sebagai pencari sensasi, Isaac akhirnya menemui penulis itu yang kemudian
meminta Isaac melakukan tes melalui alat deteksi kebohongan/tes kejujuran.
Isaac lulus tes tersebut, yang menandakan bahwa semua pernyataannya adalah
benar. Sayangnya, penulis itu ternyata adalah agen rahasia pemerintah yang
menjebak Isaac untuk melakukan tes untuk kemudian ditangkap dan diseret ke
fasilitas rahasia PBB. Seorang agen bernama Graves sangat berambisi untuk
menemukan Carl, penyintas penculikan alien tahun 1979, dan sangat yakin bahwa Isaac
dan Sara mengetahui keberadaannya. Isaac yang ditahan bersama Sara kemudian
melarikan diri dan berusaha mencari Carl karena hanya dialah satu-satunya orang
yang bisa membantu mereka berdua. Tampaknya, para alien telah merencanakan
sesuatu dan akan segera turun ke bumi.
(C) Demeusy Pictures/2020/all rights reserved. |
01 Story Logic
Konsep
film ini sudah sejalan dengan koridor genrenya yakni Fiksi Ilmiah. Untuk ukuran
sebuah film Kelas B, logika film ini bisa dibilang sudah cukup baik
dibandingkan dengan film Kelas B lainnya. Karakter utama yang melakukan kontak
dengan alien dalam film ini adalah seorang pegawai NASA yang jenius dalam
mengoperasikan komputer dan satelit. Maka, keterlibatannya dengan kedatangan
alien sudah masuk akal. Jika dilihat dari sudut ini saja, bahkan pemilihan
karakter utamanya sudah lebih masuk akal ketimbang film Kelas A populer garapan
sutradara kondang Steven Spielberg yakni Close
Encounters of the Third Kind yang tokoh utamanya merupakan seorang petugas
PLN. Selain mengeksplorasi soal kemunculan alien, film ini juga mengeksplorasi
bagaimana sebuah informasi yang viral ditanggapi di platform media sosial.
Bagaimana film ini membelokkan rekaman asli yang diunggah oleh Isaac menjadi
dianggap sebagai hoax sudah masuk akal karena memang pada kenyataannya, di era
sekarang, sebenar-benarnya seseorang akan tetap ada banyak pihak yang
menganggapnya salah. Meski demikian, film ini tidak sepenuhnya lulus tes logika
cerita. Sebagian kekurangannya kemungkinan diakibatkan oleh keterbatasan
dana—misalnya jumlah lembaga pemerintah dan personilnya yang dikerahkan terlalu
sedikit. Mustahil pemerintah Amerika akan mengirim segelintir anggota yang
kurang berpengalaman untuk mengurusi masalah yang menyangkut keamanan dunia
[bukan hanya nasional]. Kemudian bagaimana karakter di film ini bereaksi
terhadap suatu kejadian atau masalah juga sering tidak masuk akal. Misalnya,
agen pemerintah tadi seolah menjadikan Isaac dan penyintas penculikan alien
lainnya sebagai penjahat. Padahal, mereka bisa melakukan pendekatan yang lebih
baik dan efektif: Minta saja baik-baik, maka Isaac dan yang lainnya pasti mau
membantu. Masih ada banyak poin tidak masuk akal dalam film ini terutama pada
detilnya. Namun di antara film-film Kelas B, Proximity termasuk film yang baik
karena meskipun alur ceritanya tidak logis, tetapi tidak sampai tataran merusak
keutuhan ceritanya.
(C) Demeusy Pictures/2020/all rights reserved. |
02 Story Consistency
Berkaitan
erat dengan Logika Cerita, alur film ini kurang konsisten. Ada beberapa cabang
cerita yang sangat kuat dalam film ini: kisah hidup Isaac Cypress dan bagaimana
kehidupannya yang penuh tekanan memiliki koneksi dengan alien [dalam film Dark Skies, poin ini menjadi fokus
utama, perlu satu film utuh untuk mengupas semuanya], kisah seorang penyintas
tua yang terobsesi dengan alien [dalam film Close
Encounters of the Thirk Kind, poin ini menjadi fokus utama dan juga perlu
satu film utuh untuk menyelesaikannya], kisah seorang anak yang menyimpan
dendam atas hilangnya orangtuanya [meskipun tidak sepadan, namun dalam film
seperti Taken atau John Wick, poin sepenting ini menjadi
fokus utama dan sama-sama perlu diceritakan secara konsisten sepanjang film
untuk menyelesaikannya], dan ada beberapa cabang lainnya. Dengan demikian, apa
yang dipermasalahkan di awal yakni seputar pergumulan mental Isaac Cypress
tidak diselesaikan dengan baik dan seolah melompati satu atau dua fase [padahal
film ini juga membahas bagaimana dampak media sosial yang begitu merusak pada
mental seseorang]. Bahkan proses percintaan antara Isaac dan Sara juga seperti
melompati beberapa fase sehingga kurang rapih karena belum selesai membangun
kemistri. Selain inkonsistensi dalam penceritaan tokoh manusianya, film ini
juga kurang konsisten dalam mengisahkan motivasi kedatangan para alien. Dalam
adegan awal, dunia digegerkan oleh jatuhnya meteor bersamaan dengan kemunculan
piring terbang. Di akhir, hubungan antara bencana dan kedatangan alien tidak
disinggung lagi. Apakah meteor jatuh itu perbuatan alien? Jika demikian, apa
sebenarnya tujuan mereka datang ke bumi? Jika ingin berdamai, kenapa
menjatuhkan meteor dan menculik orang-orang dengan cara yang membahayakan
nyawa? Pada akhirnya, film ini memang tidak terlalu konsisten. Namun sekali
lagi, untuk ukuran sebuah film Kelas B, film ini mampu membagi porsi
percabangan cerita dengan proporsional sehingga tidak terlalu merusak konsep
dasar ceritanya yakni kemunculan alien di bumi dan keinginan mereka untuk
melakukan kontak dengan umat manusia.
(C) Demeusy Pictures/2020/all rights reserved. |
03 Casting Choice and Acting
Permasalahan
dalam film ini sebenarnya bukan pada pemilihan aktornya, namun pada akting para
pemainnya. Akting yang kurang bagus, sudah sering saya sampaikan, bukan berarti
aktornya tidak pandai acting tetapi seringkali karena dialog yang disediakan
memang kurang baik sehingga aktor pun kesulitan menerjemahkan tulisan dalam
naskah ke dalam gerakan. Untuk kasus Proximity, permasalahannya adalah gabungan
dari aktor yang kurang mumpuni dan dialog yang kurang baik. Permasalahan
kelihaian aktor biasanya dapat diasah jika jam terbang si aktor sudah lebih
panjang. Maka untuk karakter usia remaja seringkali diisi oleh mantan aktor
cilik yang dulu hanya menghiasi sebagian kecil layar, namun seiring berjalannya
waktu semakin mahir berakting sehingga saat remaja sudah terbiasa dan mampu
berakting dengan baik [namun ini tidak selalu, karena memang ada aktor cilik
yang sedari awal sudah mahir berakting misalnya Henry Thomas dalam film E.T.]. Secara fisik, karakter utama film
ini memiliki kemiripan dengan aktor Asa Butterfield yang merupakan mantan aktor
cilik. Maka jika ini adalah film Kelas A, Asa Butterfield kemungkinan besar
cocok memerankan tokoh Isaac Cypress. Apalagi, dirinya pernah bermain dalam
film bertema alien lainnya yakni Ender’s
Game. Meski demikian, acting Ryan Masson sebagai Isaac dalam Proximity
sudah baik dan dapat dilihat perkembangannya seiring berjalannya film. Dalam
banyak adegan, Ryan masih tampak canggung—namun sebagian besar dikarenakan
dialognya yang memang kurang natural. Dialog yang kurang natural masih bisa
diterima dalam pementasa drama [bahkan menjadi standar], namun film bukanlah
drama sehingga dialog yang ada mesti dibuat senatural mungkin supaya kesan immersion bisa benar-benar menggenggam
penonton seolah-olah menyaksikan kejadian nyata. Permasalahan yang sama terjadi
pula pada aktor lainnya. Namun lagi-lagi perlu ditegaskan bahwa untuk ukuran
film Kelas B, pemilihan aktor dalam film ini sudah baik. Coba saja bandingkan
dengan film Kelas B lain seperti Titanic
II, The Dustwalker, atau Lake Placid 2.
(C) Demeusy Pictures/2020/all rights reserved. |
04 Music Match
Musik
yang digunakan dalam film ini sebetulnya merupakan musik dan lagu yang bagus.
Hanya saja, penggunaan lagu pop secara berlebihan seringkali tidak pada
tempatnya. Film ini bukan tentang kehidupan anak muda modern yang mengemis
perhatian di dunia maya. Ini adalah film fiksi ilmiah yang mengacak-acak kosmos
mencari keberadaan alien. Ada pola tersendiri dalam film semacam ini: alunan
musik instrumental. Apabila fiksi ilmiahnya cenderung horror, maka alunan
musiknya akan menggunakan alunan nada sederhana yang berat dan berada pada nada
rendah. Apabila fiksi ilmiahnya tentang penciptaan atau ketakjuban, maka akan
muncul alunan musik klasik atau musik yang indah. Apabila sebatas aksi di ruang
angkasa, maka alunan musik Electronic mungkin menggema. Penggunaan lagu-lagu
pop dlam film ini dirasa salah tempat terutama karena dimainkan di momen-momen
yang tidak pas.
(C) Demeusy Pictures/2020/all rights reserved. |
05 Cinematography Match
Tidak
ada keluhan dalam poin sinematografi. Kita mesti berterima kasih pada teknologi
yang semakin memudahkan proses pembuatan film. Meskipun Proximity adalah film
Kelas B, namun film ini mempu menyajikan sinematografi yang mendekati bahkan
[di beberapa adegan] menyamai kualitas sinematografi film Kelas A [perbedaan di
antara kedua kelas bisa langsung diketahui dengan database film yang
banyak—artinya Anda harus menonton banyak film Kelas A dan B untuk benar-benar
menyadari bahwa aura keduanya sangat berbeda]. Apabila film ini dibuat sebelum
2015, besar kemungkinan film ini takkan mampu meniru sinematografi film Kelas A
yang memerlukan dana yang jauh lebih besar. Dengan majunya teknologi kamera dan
drone, pembuat film bisa lebih mudah mereplikasi gaya pengambilan gambar Kelas
A yang memerlukan biaya fantastis dan helikopter untuk mengambil gambar.
(C) Demeusy Pictures/2020/all rights reserved. |
06 Costume Design
Tidak
ada keluhan dalam poin pemilihan kostum. Namun ada permasalahan pada kostum
prajurit robot yang semestinya didesain intimidatif namun menjadi aneh dengan
helm yang desainnya kurang baik.
07 Background/Set Match
Tidak
ada keluhan dalam pemilihan latar belakang. Salah satu kekurangan proses
produksi yang tidak bisa “diapa-apakan” lagi dalam film ini adalah dananya yang
terbatas. Itu artinya, film ini tidak bisa mengerahkan banyak figuran seperti
misalnya dalam adegan kekacauan di War of
the Worlds buatan Steven Spielberg. Namun film ini “mengakali” keterbatasan
dengan cerdas, yakni mengganti lokasi ke daerah-daerah terpencil sehingga ketiadaan
pemain figuran tidak terlihat aneh. Meski begitu, setting tempat kerja [NASA,
gedung penerbit, markas rahasia] masih sangat kurang.
(C) Demeusy Pictures/2020/all rights reserved. |
08 Special and/or Practical Effects
Tidak
ada keluhan dalam penggunaan efek komputer. Lagi-lagi film ini mengejutkan
dalam hal efek komputer untuk sebuah film Kelas B. Coba saja dibandingkan
dengan dua film terakhir lanjutan franchise Anaconda
sekalipun [di bawah Sony Pictures] yang efek komputernya sangat kasar dan
tampak palsu. Film ini satu kelas dengan The
Amazing Bulk, Birdemic, The Room, dan lainnya, namun efek
komputernya jauh melebihi teman sekelasnya dan dari segi editing serta hasil
rendering akhirnya juga yang paling baik dari teman sekelasnya.
09 Audience Approval
Tentu
saja mayoritas penonton memberikan respons yang negatif. Meski demikian, tidak
sedikit yang terkejut dengan kualitas film ini terutama penonton yang sudah
paham bahwa filmnya adalah Kelas B. Mereka sudah siap menonton film yang
“ancur-ancuran”, namun terkejut karena kualitas filmnya jauh di atas teman
sekelasnya.
10 Intentional Match
Proximity
bisa jadi memang hanya sebuah film Kelas B. Namun sutradara film ini berhasil
menggenjot kualitas film Kelas B hingga jauh meninggalkan teman sekelasnya dan
mendekati standar minimal film Kelas A. Melihat jajaran pembuat film ini, tidak
heran jika sang sutradara yakni Eric Demeusy merangkap banyak sekali posisi.
Ini adalah salah satu ciri khas film Kelas B yang merupakan salah satu pertanda
bahwa filmnya akan berkualitas buruk misalnya film-film keluaran The Asylum
[tidak cukup dana untuk membayar orang yang benar-benar kompeten di bidangnya
masing-masing]. Tercatat hanya satu atau dua sutradara besar saja yang mampu
merangkap banyak posisi dan tetap memberikan film yang berkualitas tinggi
misalnya James Cameron. Bahkan sutradara George Lucas pun tidak mengambil
terlalu banyak posisi dan tidak selalu menjadi sutradara film Star Wars.
ADDITIONAL CONSIDERATIONS
[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi
sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun
mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan
Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak
prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]
(C) Demeusy Pictures/2020/all rights reserved. |
01 Skywalker’s Schemata
Jujur
saja film ini sangat mengejutkan. Biasanya film Kelas B seperti ini akan
terlihat sekali murahan dengan cerita ngawur, alur yang serampangan, dialog
yang belepotan, akting yang patah-patah, sinematografi yang menyakiti indera
penghilahatan, musik yang memembuat pusing, sampai efek komputer yang seperti
dibuat dengan mesin ketik sehingga membuat mata serasa ditaburi bubuk cabai.
Namun Proximity dengan sangat baik berhasil membuktikan dirinya dan melampaui
ekspektasi. Saya juga mengapresiasi keputusan film ini untuk berakhir setelah
ceritanya selesai dan tidak mencari-cari alasan untuk membuat sekuel. Karena
tampil lebih baik dari dugaan, saya berikan pujian untuk film ini. Well done…
02 Awards
Sampai
artikel ini dirilis, belum ada penghargaan yang penting untuk disebutkan.
03 Financial
Sampai
artikel ini dirilis, belum ada data yang pasti dan transparan mengenai jumlah
pendapatan film ini. Namun karena film ini juga terdampak COVID, maka ada
kemungkinan akan sulit meraup keuntungan. Meskipun begitu, film ini masih punya
napas di pasar streaming dan DVD.
04 Critics
Mayotiras
kritikus memberikan respons negatif untuk film ini.
05 Longevity
Pending—film
masih di bawah 10 tahun.
Final Score
Skor
Asli : 7
Skor
Tambahan : -
Skor
Akhir : 7/10
Spesifikasi DVD
Untuk
informasi lebih lanjut mengenai Spesifikasi DVD, kunjungi profil instagram
@skywalkerhunter95
***
Edisi Review Singkat
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan
standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review
Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.