(C) Constantine Film/Screen Gem/Toho/2020/all rights reserved |
Review Monster Hunter (2020) Terdampar di Dunia Lain Penuh Monster Haus Darah
Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter
Review berikut menggunakan gambar/foto milik pemegang hak
cipta yang dilindungi doktrin fair use. The following review utilizes
copyrighted pictures under the doctrine of fair use.
Genre : Fantasi—Petualangan
Rilis : 3 Desember 2020
Episode : -
Sinopsis
Natalie Artemis, seorang Ranger wanita di pasukan PBB, bersama tim-nya melakukan misi pencarian tim lain yang menghilang di sebuah gurun pasir. Dalam misi tersebut, tim-nya dihadang oleh sebuah badai yang amat dahsyat. Mereka mencoba menghindar namun pada akhirnya tidak mampu melampaui kecepatan bada tersebut. Ternyata, badai itu bukanlah badai biasa, melainkan sebuah gerbang menuju ke dunia yang lain. Dunia ini berbeda dari dunia manusia karena di dalamnya terdapat banyak sekali monster. Sebelumnya, sekelompok pengelana di dunia lain mengarungi samudera padang pasir—bukannya laut, kapal mereka justru mengambang di pasir—dan diserang oleh monster raksasa bernama Diablos. Salah seorang kru kapal itu, Hunter, terpental keluar kapal dan tertinggal di tengah padang pasir seorang diri. Ia menyaksikan pasukan manusia bumi tersesat ke dunia lain dan diserang oleh monster. Saat tim ke dua, yakni tim Artemis, juga terdampar di dunia lain, Hunter mencoba membantu mereka untuk selamat dari serangan monster.
(C) Constantine Film/Screen Gem/Toho/2020/all rights reserved |
Namun
karena perbedaan bahasa dan rasa curiga, Artemis dan tim-nya tidak mengindahkan
peringatan Hunter. Maka, para monster menghabisi anggota tim Artemis. Menjadi
satu-satunya tim pencari yang selamat, Artemis berusaha memahami situasi. Saat
itulah ia bertemu dengan Hunter yang menangkapnya dan mengamankannya di tempat
persembunyian. Hunter dan Artemis sama-sama menaruh curiga dan saling membenci.
Keduanya bertarung sengit karena kesalahpahaman. Begitu mereka mencapai
kesepakatan, mereka berdua bekerja sama untuk keluar dari kawasan gurun menuju
ke Oasis yang dipenuhi oleh monster herbivora. Namun sebelum mereka mencapai
Oasis, mereka harus menghadapi Diablos si penjaga gurun yang dapat menyelam ke
dalam pasir layaknya air laut. Sedikit saja Artemis dan Hunter melangkah di
atas pasir, Diablos akan tahu dan langsung menyerang. Namun tak ada pilihan
lain. Artemis harus cepat-cepat keluar dari kawasan itu untuk mengejar badai
aneh yang merupakan gerbang antar dunia. Ia harus bisa kembali pulang sekaligus
menutup gerbang antar dunia itu supaya para monster dari dunia lain tidak
menyeberang ke dunia manusia. Sayang sekali, naga Rathalos berhasil melewati
badai portal menuju ke dunia manusia dan meluluhlantakkan seluruh personel
pasukan bersenjata manusia.
(C) Constantine Film/Screen Gem/Toho/2020/all rights reserved |
01 Story Logic
Konsep
cerita yang diambil dari video game rilisan Capcom ini sebetulnya sangat
menarik dan sudah sejalan dengan pakem cerita fantasi dan petualangan.
Unsur-unsur racikannya sudah tepat untuk dijadikan sebuah karya
Fantasi—Petualangan karena sudah ada monster-monster termasuk Naga jenis wyvern yang sering dijumpai dalam kisah
fantasi, petualangan menegangkan dari satu wilayah asing atau berbahaya ke
wilayah lain, dan berbagai bumbu pelengkap spektakuler lainnya. Hanya saja,
bumbu yang lengkap dengan rempah-rempah yang kaya tetap tidak akan menjamin
kualitas rasa racikan masakannya jika tidak dimasak dengan baik atau bahkan
tidak dimasak sama sekali. Konsep film ini memiliki potensi yang luar biasa,
namun tidak diracik dengan mumpuni sehingga konsep-konsep tadi hanya bertebaran
di luar logika. Film ini hanya menyajikan adegan aksi yang saling tumpang
tindih tanpa menyertakan bumbu penting sebuah fantasi: penjelasan. Film ini
bukan video game, jadi kalau kita ingin mengalami aksi yang sebatas aksi dengan
penjelasan alakadarnya, kita bisa langsung memainkan video game-nya karena
tugas utama video game bukan menceritakan sebuah narasi. Seharusnya di sinilah
posisi film ini, untuk memperdalam alur cerita yang tidak bisa disampaikan
lewat game.
(C) モンスターハンタ/Capcom/All rights reserved. |
Dunia
fantasi adalah dunia yang tidak logis, namun bukan berarti tidak memiliki
aturan. Maka dari itu, penulis fantasi harus membuat aturan sendiri dan
karakternya harus tunduk pada aturan ini. Misalnya dalam Harry Potter, seseorang akan tewas jika dikutuk dengan sihir Avada
Kedavra. Maka, semua yang kena kutukan ini akan tewas. Apabila ada karakter
yang tidak tewas saat kena kutukan itu, maka narasinya harus memberikan
penjelasan yang “masuk akal” sesuai aturan dunia yang dia bangun supaya
narasinya tetap logis. Ada banyak sekali poin cerita yang mestinya didalami
lagi oleh film ini. Isu soal portal yang menyatukan dunia ini dengan dunia lain
saja sudah menjadi titik permasalahan tersendiri. Struktur rantai makanan para
monster juga mestinya diperjelas. Ada beberapa adegan yang tidak masuk akal,
misalnya letak kawanan monster herbivora dan alasan naga Rathalos menyerang
mereka tetapi Diablos tidak. Kawanan herbivora ini juga nantinya
dibantai—lantas bagaimana dengan masalah populasi. Apa tujuan Rathalos membantai
mereka semua? Film Monster Hunter juga memiliki karakter manusia setengah
hewan. Namun karakter ini juga tidak dijelaskan lagi, seolah-olah hanya
mengambil karakter dari game dan menganggap semua penonton sudah familiar
dengan karakter ini. Tentu saja ada banyak penonton yang belum familier dengan
karakter ini dan apa kemampuannya. Apalagi, karakternya sepertinya berperan
sangat penting. Logika yang baik, untuk kasus cerita ini, mestinya menjadi
panduan langkah meracik bahan-bahan yang sudah ada. Jika logika ini diikuti,
urutan taburan bumbu akan sesuai dan masakan pun akan lezat rasanya. Panduan
meracik inilah yang tidak ada dalam film Monster Hunter.
(C) Constantine Film/Screen Gem/Toho/2020/all rights reserved |
02 Story Consistency
Narasi
film ini tidak konsisten. Hal ini bisa dilihat dari proporsi pembagian poin
cerita yang tidak seimbang. Di awal, dikisahkan bahwa film ini akan berfokus
pada tim pencari yang malah terdampar di dunia lain. Bukannya fokus pada
perjuangan pasukan yang solid ini menghadapi rintangan di dunia lain, anggota
tim dengan cepat dibabat habis sehingga cerita ketangguhan para personilnya
yang sudah dibangun di awal menjadi tidak memiliki dampak yang signifikan.
Reaksi Artemis menghadapi kenyataan bahwa seluruh temannya tewas juga terlalu
“enteng” seolah tidak terjadi apa-apa. Poin cerita berubah menjadi usaha
Artemis memahami dunia lain dan mencari cara untuk keluar. Namun, poinnya
segera bergeser menjadi perseteruan antara Artemis dan Hunter yang sebetulnya
tidak perlu. Proporsi perseteruan mereka selain tidak perlu, juga cukup panjang
dan makan waktu yang mestinya bisa digunakan untuk menjelaskan narasi lainnya
yang lebih signifikan terhadap keseluruhan cerita. Lalu narasi film ini menjadi
petualangan berputar-putar di gurun pasir seolah tidak ada bagian lain yang
bisa dijelajah.
(C) Constantine Film/Screen Gem/Toho/2020/all rights reserved |
Porsi
waktu dan narasi yang dialokasikan untuk aktivitas di gurun pasir teramat
banyak hingga kesan petualangan di filmnya menjadi buyar. Padahal, ada potensi
besar mengekplorasi wilayah-wilayah di dunia lain supaya nanti penonton sudah
familiar jika ada sekuelnya. Ketika akhirnya Artemis dan Hunter pergi
meninggalkan gurun, kepergian mereka sudah terlanjur makan banyak waktu dan
petualangan di gurun yang sebetulnya “sederhana” terkesan dipanjang-panjangkan
atau diseret sehingga tergolong membosankan. Hal semacam ini juga terjadi di
film The Hobbit: An Unexpected Journey
yang mana di hampir satu jam pertama, petualangan alias Journey
yang ada di judul filmnya tidak kunjung dimulai karena hanya dipenuhi poin
narasi yang tidak penting alias bisa di “skip” saja. Wilayah lain di dunia lain
ini sebetulnya sangat menarik, namun hanya dieksplorasi sedikit dan sebentar
sekali dibandingkan dengan adegan di gurun pasir. Alur cerita Monster Hunter
dari perjuangan Artemis untuk pulang ke bumi kembali beubah katika kini Artemis
malah alih profesi menjadi warrior kembali ke dunia lain. Itu berarti,
permasalahan di awal film ini sama sekali tidak diselesaikan dulu sebelum
lompat ke poin narasi yang berbeda.
(C) Constantine Film/Screen Gem/Toho/2020/all rights reserved |
03 Casting Choice and Acting
Sebetulnya
tidak ada masalah dalam pemilihan pemeran. Karakter Artemis diperankan oleh
Milla Jovovich yang merupakan aktris pemeran Alice dalam seri Resident Evil yang tentunya siap
memerankan sosok penuh aksi. Aktor senior Ron Perlman yang merupkan sang Hellboy juga ikut ambil peran dalam film
ini sebagai Admiral yang pandai melawan monster. Tentu saja tokoh semacam ini
sesuai dengan sepak terjang Ron Perlman. Dengan demikian, dapat dikatakn bahwa
pemilihan pemeran dalam film ini sudah baik. Aktor lain juga berhasil
memerankan karakter mereka dengan baik karena tidak ada permasalahan yang
berarti dari segi akting.
04 Music Match
Tidak
ada keluhan di pemilihan musik.
05 Cinematography Match
Tidak
ada keluhan dalam poin sinematografi.
06 Costume Design
Tidak
ada keluhan dalam poin pemilihan kostum.
07 Background/Set Match
Tidak
ada keluhan dalam pemilihan latar belakang.
(C) Constantine Film/Screen Gem/Toho/2020/all rights reserved |
08 Special and/or Practical Effects
Tidak
ada keluhan dalam penggunaan efek komputer. Poin ini berkaitan dengan poin
sinematografi dan background match. Monster Hunter memiliki sinematografi dan
background yang baik. Dengan efek komputer yang mumpuni, film ini mampu
menyajikan tontonan epic yang memanjakan mata. Desain monster dan CGI untuk
monster sudah baik. Karena poin-poin teknis semacam ini sangat baik di dalam
film Monster Hunter, kesemuanya justru menjadi poin yang amat sangat
disayangkan: sayang sekali dukungan teknis yang begitu baik tidak dibarengi
dengan narasi yang kuat ataupun konsisten. Alhasil, keunggulan di aspek-aspek
lain ini jadi terabaikan.
09 Audience Approval
Penonton
memberikan tanggapan beragam yang cenderung negatif.
10 Intentional Match
Film
ini digarap oleh sutradara Paul W.S. Anderson yang populer lewat seri Resident Evil [terutama dua film
pertama] yang ia buat. Resident Evil
merupakan salah satu dari sedikit sekali film adaptasi video game yang sukses
besar baik dari segi keuangan, maupun dari segi respons penonton dan kritikus.
Film Resident Evil mampu memberikan
narasi yang kuat dengan penceritaan yang logis sesuai genrenya dan konsistensi
yang apik sehingga penghubung antara film pertama dan ke dua menjadi masuk akal
dan terstruktur. Monster Hunter sebenarnya telah dicanangkan jauh sebelum
dirilis, yakni sejak 2012. Anderson yang mengaku sebagai penggemar game Monster
Hunter ingin membuat proyek film yang digarap “sepenuh hati”. Namun dilihat
dari hasil akhirnya, karena film ini menjadi kumpulan konsep yang dirajut
dengan kurang rapih, agaknya film ini belum mampu memenuhi visi sutradaranya.
Tidak tampak kesan keseriusan “sepenuh hati” dalam mengembangkan ceritanya dan
memperdalam narasi dari video game-nya. Torehan box office serta respons
penonton pun jauh dari kesuksesan yang diraih oleh Resident Evil. Jika Anderson ingin membuat sebuah adaptasi game
yang sukses seperti Resident Evil,
maka Monster Hunter belum bisa dikatakan berhasil memenuhi ekspektasi.
(C) モンスターハンタ/Capcom/All rights reserved. |
ADDITIONAL CONSIDERATIONS
[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi
sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun
mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan
Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak
prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]
01 Skywalker’s Schemata
Saya
pribadi benar-benar terpukau dengan desain monster dan potensi besar konsep
cerita Monster Hunter. Saya suka sekali dengan Mila Jovovich setelah pada zaman
dahulu kala saya menonton film Resident
Evil 01 dan 02. Namun setelahnya, Mila sering bermain mengecewakan seperti
dalam film Elektra dan saya hanya
sedikit terhibur dalam The Three
Musketeers. Setelah kecewa besar dengan film sampah Future World yang juga dibintangi Mila, saya tidak berharap banyak
pada Monster World karena dari poster promosinya mengingatkan saya pada Future World dan saya menduga ini adalah
film sampah yang serupa. Namun begitu filmnya dimulai, saya sadar bahwa ini
adalah film serius yang digarap dengan profesional. Saya melihat banyak sekali
adegan spektakuler yang potensinya sangat besar. Karena narasinya tidak logis
dan tidak konsisten, konsep yang luar biasa tadi seolah dibakar habis dan tidak
meninggalkan kesan sama sekali kecuali rasa kecewa. Bukan kecewa karena
ekspektasi tinggi, tapi kecewa karena rasa “eman-eman” alias “duh,
sayang banget” efek dan desain yang keren begini tidak digarap dengan cerita
yang baik.
(C) Constantine Film/Screen Gem/Toho/2020/all rights reserved |
02 Awards
Sampai
artikel ini diterbitkan, Monster Hunter belum mendapatkan penghargaan yang
penting untuk disebutkan.
03 Financial
Dari
dana sebesar $60 juta, film ini hanya mampu menghasilkan sebesar $29 juta. Akan
tetapi, film ini tidak bisa serta merta disalahkan karena film ini juga terkena
dampak negatif dari COVID-19.
04 Critics
Monster
Hunter mendapatkan tanggapan beragam dari kritikus yang meyoritas tanggapannya
mengarah ke tanggapan negatif.
05 Longevity
[Pending—karya
masih berusia di bawah 10 tahun]
Final Score
Skor
Asli : 6.5/10
Skor
Tambahan : -1
Skor
Akhir : 5.5/10
Untuk informasi lebih lanjut mengenai Spesifikasi DVD, kunjungi profil instagram @skywalkerhunter95
***
Edisi Review Singkat
Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar
penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa
untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan
standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review
Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.