Review Film Wonder Woman 1984 (2020)

Review Wonder Woman 1984 (2020)

Oleh Nabil BakriSkywalker Hunter

Periksa index

Warner Bros./DC/all rights reserved.

Genre             : Superhero-Aksi

Rilis                 : 16 Desember 2020

Episode           : -

Sinopsis

Film ini dibuka dengan masa kecil Diana di Themyscira, pulau wanita Amazon yang tersembunyi. Semenjak kecil, Putri Diana sudah menunjukkan kemampuan bela diri dan ketangkasan yang luar biasa. Ia bisa mengalahkan wanita Amazon yang lebih tua dalam adu ketangkasan karena ia tidak hanya menggunakan kemampuan fisik, namun menggunakan kecerdasan otaknya. Sayangnya, ia terlalu cepat merasa puas sehingga malah tertinggal dalam perlombaan. Untuk mengejar ketertinggalannya, Diana mengambil jalan pintas—sebuah tindakan kecurangan. Karena tindakannya itulah dirinya tidak diperkenankan untuk menyelesaikan perlombaan. Ibunya, Ratu Hippolyta, memberi nasihat agar Diana tidak patah semangat dan bersabar karena segala sesuatu ada waktunya. Jika saat ini belum waktunya Diana bersinar, mungkin suatu saat nanti-lah waktunya dia bersinar.

Setelah beranjak dewasa, Diana menyelamatkan umat manusia bersama kekasihnya Steve Trevor yang akhirnya tewas mengorbankan dirinya sendiri dalam masa Perang Dunia. Diana tetap tinggal di tengah-tengah manusia dan pada tahun 1984 bekerja di Smithsonian Institution yang mengurusi artefak dan kebudayaan melalui kerja sama antar museum dan pemerintah. Wonder Woman menggagalkan aksi pencurian artefak selundupan di pasar gelap. Artefak itu disita oleh FBI dan dserahkan kepada Smithsonian Institution untuk diselidiki. Pihak Smithsonian meminta pegawai baru, Barbara, untuk memeriksa artefak itu. Diana yang tertarik dengan artefak itu juga ikut bergabung menganalisis asal-usul benda-benda bersejarah dari FBI dan mereka pun menjadi teman/rekan kerja. Barbara yang canggung, kutu buku, dan dianggap tidak menarik, merasa iri kepada Diana yang cantik, seksi, kuat, dan populer. Ketika sedang meneliti sebuah batu kuno yang dipenuhi ukiran bahasa Latin, Barbara berharap bisa menjadi seperti Diana. Di saat bersamaan, Diana berharap Steve Trevor masih hidup bersamanya.

Warner Bros./DC/all rights reserved.

Mereka tidak tahu bahwa batu itu adalah Dreamstone yang bisa mengabulkan satu permintaan dari siapa saja yang menyentuhnya. Barbara mulai merasakan perubahan yakni gaya berjalannya berubah dan orang-orang mulai melirik dirinya. Salah satunya adalah Maxwell Lord, seorang pengusaha bidang perminyakan yang berjanji akan memberikan dana sokongan kepada tim Barbara dan Diana di museum. Maxwell pun mengadakan pesta besar. Di dalam pesta itu, Diana bertemu dengan seorang pria asing yang mengaku sebagai Steve. Ternyata, jiwa Steve telah kembali dan merasuki pria asing itu. Harapan Diana dikabulkan. Barbara pun menjadi wanita yang anggun seperti Diana. Maxwell Lord kemudian merayu Barbara dan mereka berdua masuk ke kantor Barbara. Ternyata, Maxwell sebenarnya mengincar Dreamstone karena perusahaannya di ambang kehancuran akibat titik pengeboran minyaknya tidak membuahkan hasil. Ia ingin menggunakan batu itu untuk melancarkan usahanya. Namun bukannya memohon supaya perusahaannya sukses, Maxwell memohon supaya dirinya berubah menjadi Dreamstone. Maka, siapapun yang menyentuhnya akan dikabulkan permintaannya. Semakin Maxwell mengabulkan permintaan banyak orang, dunia menjadi semakin kacau. Ini dikarenakan harapan semua orang seringkali bertentangan dengan harapan orang lain. Kenyataan akan menjadi kacau balau jika keinginan semua orang tiba-tiba dikabulkan.

Warner Bros./DC/all rights reserved.

01 Story Logic

Sudah jelas sekali kalau Wonder Woman 1984 adalah sebuah film superhero yang lebih memberatkan sisi aksi dan fantasi ketimbang sisi Fiksi Ilmiah [seperti kebanyakan film Marvel]. Meskipun demikian, Wonder Woman adalah keluarga DC dan keluarga ini sejak dahulu selalu mengambil nuansa yang berbeda dari Mavel. Jika dilihat dari pergantian abad 21, film-film DC yang sebelumnya penuh komedi mulai bergeser menjadi lebih serius [alur cerita lebih berat dan dewasa] sedangkan film Marvel tetap mengedepankan unsur cerita yang ringan dan populer. Ini dibuktikan dengan dirilisnya trilogi Spider-Man yang digemari semua umur dan trilogi The Dark Knight yang basis penggemarnya lebih dewasa [The Dark Knight berbeda jauh dari Batman era Tim Burton]. Perbedaan nuansa ini terus berlanjut hingga Marvel merilis Iron Man dan The Avengers—DC merilis Watchmen dan Man of Steel. Namun DC mulai goyah dan tergiur untuk ikut memakai formula dari Marvel karena alur cerita yang lebih serius tidak begitu diminati penonton. Alhasil, DC melenceng jauh dari “kodrat”nya di film Justice League dan terus melenceng hingga Wonder Woman 1984 dirilis. Yang menjadi permasalahan adalah, seringan-ringannya film Marvel, antar film memiliki keterkaitan yang jelas dan dibangun perlahan-lahan selama satu dekade lebih. Genre superhero DC selain menjadi tidak logis karena alur ceritanya kurang serius, banyak bagian cerita yang tidak masuk akal bahkan untuk ukuran film superhero. Bagaimana kekuatan superhero didapatkan, apa batasannya, bagaimana kekuatan itu hilang, logika-logika sederhana yang membangun aturan sebuah film superhero dibabat habis begitu saja oleh Wonder Woman 1984. Film ini, bersamaan dengan Justice League, telah meluluhlantakkan pakem genre superhero khas DC Universe menjadi tontonan yang penuh kekonyolan dan dangkal maknanya. Maka, film ini tidak berhasil berjalan di korodor yang tepat sesuai genrenya.

Warner Bros./DC/all rights reserved.

02 Story Consistency

Kalau soal genre yang merupakan jati dirinya saja masih bingung, biasanya film akan menjadi tidak konsisten. Dan benar saja, Wonder Woman 1984 sangatlah tidak konsisten. Tidak hanya di dalam filmnya sendiri, tapi juga dengan film-film lain dalam DC Universe. Ada bagian di film ini yang menghancurkan poin narasi di film pendahulunya. Misalnya, pada bagian Diana kecil yang mengikuti adu ketangkasan. Dalam film pertamanya, Diana tidak akan diperbolehkan untuk mengikuti ajang tersebut. Hal seperti ini mampu dihindari oleh Marvel, sehingga MCEU mampu menjadi sangat sukses membangun narasi yang begitu luas namun tetap berkaitan. Tony Stark di The Avengers ya sama dengan Tony Stark di Iron Man [2008]. Kalaupun Tony berubah sifatnya, itu terjadi di Avengers Infinity War dan Endgame, dua entri terakhir fase MCEU dan perubahan sifatnya tampak logis dan natural karena terjadi dari proses yang panjang. Karakter dan poin narasi MCEU sangatlah konsisten, berbeda dengan DC Universe.

Selain tidak konsisten dengan Universe-nya, film ini juga tidak konsisten dengan film itu sendiri. Maksud utama film ini tidaklah jelas. Ada banyak sekali poin yang mestinya dieksplorasi untuk membentuk cerita yang utuh, namun itu diabaikan padahal durasi film ini lebih dari dua jam. Kisah tentang Dreamstone, pahlawan legendaris Asteria, kisah hidup Maxwell Lord, kemunculan Steve Trevor, semua hanya dijejalkan kepada penonton tanpa djelaskan. Apa fokus film ini? Apakah berfokus kepada keteguhan hati Diana karena menampilkan masa kecil dan sekilas cerita pahlawan Asteria? Apakah di hubungan antara Diana dengan Steve? Lalu bagaimana dengan Barbara yang merupakan tokoh jahat Cheetah? Kenapa kisah hidupnya tidak digali juga? Apa signifikansinya menampilkan adegan masa lalu saat Diana masih kecil? Wonder Woman 1984 berjalan tergopoh-gopoh entah ke mana karena tidak tahu jati dirinya sendiri dan tidak konsisten alur ceritanya.

Warner Bros./DC/all rights reserved.

Bagian batu pengabul permintaan dan eksplorasi kekuatan Wonder Woman juga tidak jelas dan tidak konsisten. Dampak dari batu itu tidak jelas. Apakah permohonan Barbara untuk menjadi seperti Diana mengurangi kekuatan Diana? Dilihat dari permohonan pertama, seorang pegawai berharap untuk minum kopi. Batu itu mengabulkan dengan cara mengambil kopi orang lain, yakni si pemesan kopi kebetulan tidak masuk kerja dan si pegawai bisa memiliki kopi tersebut [apa yang diberikan adalah apa yang diambil dari orang lain, bukan muncul tiba-tiba]. Steve Trevor kembali dihidupkan, tapi hanya jiwanya saja dan harus “mencuri” kehidupan orang lain. Apakah itu berarti keinginan Barbara untuk menjadi wanita seksi berkekuatan dahsyat mengurangi semua itu dari Diana? Tapi kenapa Diana tetap elegan dan tetap memiliki kekuatannya? Meskipun kekuatannya berkurang, tidak jelas juga seberapa jauh berkurang dan bagaimana kekuatan itu didapatkan kembali. Apakah jika ia membatalkan permohonan maka kekuatannya akan kembali? Tapi kan yang memohon kekuatannya itu Barbara dan Barbara tidak ingin membatalkan permohonannya? Terlalu banyak poin tidak masuk akal yang saling bertolak belakang dan tidak konsisten di film ini.

Warner Bros./DC/all rights reserved. https://www.cbr.com/wonder-woman-1984-downgrades-cheetah/

03 Casting Choice and Acting

Pemilihan pemeran dalam film ini dirasa tidak tepat, terutama pemilihan komedian Kristen Wiig sebagai Barbara/Cheetah. Dirinya tidak cocok karena aktingnya masih menggunakan akting sebagai komedian. Selain itu, desain karakternya sebagai Cheetah juga terlihat kasar dan sentuhan CGI-nya kurang proper. Gal Gadot sebagai Wonder Woman sebetulnya sudah cocok secara fisik, namun akting dirinya dalam flm ini tidak bagus, jauh menurun dari film pertamanya. Hal ini bisa dilihat dari caranya berdialog yang terkesan canggung dan gerak-geriknya yang tidak merepresentasikan sosok Wonder Woman sang pejuang Amazon.

04 Music Match

Tidak ada keluhan di pemilihan musik.

05 Cinematography Match

Untuk sebuah film superhero dengan dana besar dan dimaksudkan untuk menyaingi kesuksesan film-film Marvel, sinematografi film ini bermasalah. Sudut-sudut pengambilan gambar sering tidak sesuai karena pemilihan sudutnya tidak mampu menguatkan adegan yang sedang ditampilkan. Adegan kejar-kejaran terlihat kurang spektakuler, adegan CGI terlihat masih kasar dan tidak mengekspos angle yang paling “cool”, dan masih banyak lagi pemilihan sudut gambar yang tidak mendukung untuk menampilkan seberapa besar skala film ini [seringkali ada zoom-in yang terkesan canggung karena ekspresi tokohnya terlalu kaku, dan zoom-out yang semestinya zoom-in untuk mempertontonkan detil kejadian]. Alhasil, film superhero yang mestinya spektakuler “hanya” terlihat seperti FTV atau serial televisi saja. Pemilihan permainan ukuran layar juga tidak berguna karena tidak memberikan dampak yang signifikan [perubahan ukuran layar Letter box [diapit dua garis hitam] dan Full Screen].

Warner Bros./DC/all rights reserved.

06 Costume Design

Tidak ada keluhan dalam poin pemilihan kostum, meskipun desain Cheetah terlihat sangat kasar dan tidak memaksimalkan potensi animator dan prosesor komputer milik studio besar milyaran dolar masa kini yang sudah canggih.

07 Background/Set Match

Tidak ada keluhan dalam pemilihan latar belakang.

08 Special and/or Practical Effects

Efek komputer dalam film ini terbilang jelek jika kita pakai standar film DC dan Marvel di tahun 2010 ke atas. Banyak sekali adegan yang efek komputernya terlihat palsu dan masih kasar. Akhirnya, skala film ini yang mestinya setingkat film-film bioskop menjadi turun di skala film televisi saja.

09 Audience Approval

Sebagian besar penonton kecewa dengan film ini. Mayoritas membandingkan dengan film pertama yang dinilai jauh lebih baik.

Warner Bros./DC/all rights reserved.

10 Intentional Match

Jika film ini dimaksudkan untuk melanjutkan estafet “World Building” DC Universe sekaligus untuk mempromosikan nilai-nilai kesetaraan gender, film ini telah gagal. Dilihat dari poin-poin sebelumnya, flm ini gagal memenuhi kriteria supaya bisa menjadi sepadan dengan film-film dalam jangkauan kalibernya. Dari segi genre saja film ini sudah tidak jelas. Ini mungkin karena tujuan film ini terpecah karena adanya tunggangan politik. Melihat situasi Amerika yang tengah panas soal isu kesetaraan gender, banyak sekali film yang dirilis dengan tujuan sadar/sengaja untuk mempromosikan kesetaraan gender [Ghostbusters 2016, Oceans 8, Terminator Dark Fate]. Namun pada realisasinya justru menghina penonton laki-laki dan menyebabkan filmnya tidak laku [Ghostbusters menghapus pemeran laki-laki yang diubah menjadi perempuan, Oceans 8 menghapus peran laki-laki dalam Oceans 11 menjadi perempuan, Terminator Dark Fate menghbisi nyawa laki-laki John Connor dan mengganti tokoh utamanya menjadi perempuan, belum lagi James Bond yang direncanakan menjadi perempuan]. Parahnya, setelah tidak laku, para pembuat filmnya akan menyalahkan kaum laki-laki [film tersebut tidak laku bukan karena filmnya jelek, melainkan karena adanya diskriminasi gender]. Mestinya Wonder Woman 1984 fokus saja menjadi estafet memperlebar dunia DC, tidak perlu niatan lain [karena ada juga niatan untuk membangkitkan nuansa nostalgia 80-an]. Maka tak heran muncul kontroversi Steve Trevor dan Diana. Di dalam cerita, Steve “merasuki” tubuh seorang pria asing. Pria itu bukalnah Steve yang asli, namun Diana mengajaknya berhubungan badan. Itu berarti hubungan mereka tanpa persetujuan salah satu pihak—jika kasusnya dibalik terjadi pada perempuan, maka akan dianggap sebagai kasus pemerkosaan. Semestinya Hollywood fokus saja membuat film yang bagus, tidak perlu merangkap-rangkap punya niatan tersembunyi. Toh kalau filmnya bagus, moral yang mau disampaikan juga dengan sendirinya dicerna oleh penonton. [Misalnya dalam Mulan 2020, penonton “dicekoki” dengan narasi bahwa Mulan adalah wanita yang amat sangat luar biasa, sedangkan dalam Mulan 1998, penonton diajak melihat transformasi Mulan berproses dari seorang gadis biasa menjadi pejuang unggul melalui proses panjang]

ADDITIONAL CONSIDERATIONS

[Lima poin tambahan ini bisa menambah dan/atau mengurangi sepuluh poin sebelumnya. Jika poin kosong, maka tidak menambah maupun mengurangi 10 poin sebelumnya. Bagian ini adalah pertimbangan tambahan Skywalker, maka ditambah atau dikuranginya poin pada bagian ini adalah hak prerogatif Skywalker, meskipun dengan pertimbangan yang sangat matang]

Warner Bros./DC/all rights reserved./1989/Burton

01 Skywalker’s Schemata

Saya adalah penggemar DC dan ingin sekali melihat sebuah universe dari DC yang betul-betul bagus. Dilihat dari nuansa animasi DC vs animasi Marvel, saya sangat menyukai animasi DC yang lebih gelap, lebih serius, dan lebih dewasa. Saya pun memutuskan untuk berdiri di Team DC [meskipun saya juga menyukai Marvel, saya ikut berdiri tepuk tangan saat The Avengers tayang di bioskop pada 2012]. Ketika DC memutuskan untuk memiliki nuansa yang berbeda dari Marvel, saya merasa itu adalah hal yang baik karena DC memberikan alternatif bagi penonton yang sudah jenuh dengan Marvel [fenomena Superhero Fatigue yang diasosiasikan dengan MCEU]. Tapi bukannya tetap konsisten, DC malah ikut-ikutan mengekor nuansa Marvel dan DC berubah terlalu tergesa-gesa. Mereka ingin mendapatkan keuntungan Marvel yang dibangun selama 10 tahun, tapi inginnya dalam waktu sekejap [kelihatan sekali di film Justice Legue yang “tiru-tiru” nuansa The Avengers 2012]. Saya tidak menyukai Wonder Woman sejak kemunculan film pertamanya [Padahal saya suka sekali animasi Wonder Woman yang dirilis tahun 2009]. Namun film ke dua ini ternyata lebih mengenaskan ketimbang film pertamanya. Meskipun ada rentang waktu tiga tahun, Wonder Woman 1984 tetap terkesan tergesa-gesa alias kurang dipikir masak-masak. Alur ceritanya yang tidak mendalam juga mestinya bisa diselesaikan kurang dari dua jam, namun malah diperpanjang. Jika cerita yang tipis dipanjang-panjangkan, hasilnya akan terlalu melar dan membosankan. Lebih parah lagi, dari waktu yang melar itu tidak dimanfaatan untuk mendalami poin-poin ceritanya yang krusial. Akting pemainnya terlalu datar, dan saya mulai melihat kalau Gal Gadot tidak cocok memerankan Wonder Woman. Adegan pertarungan kurang spektakuler dan cenderung bodoh. Adegan Wonder Woman menyelamatkan anak kecil yang bermain DI TENGAH JALAN terlalu konyol seperti episode kartun Nickelodeon saja. Adik saya yang masih kelas 5 SD saja tertawa melihat adegan itu karena terlalu konyol.

Bagian akhir film ini juga konyol, terutama sifat penjahat utamanya yakni Maxwell Lord. Pesan dari film ini sangatlah klise dan disampaikan secara murahan. Pada dasarnya pesan film ini sudah pernah disampaikan dengan lebih menarik oleh film Bruce Almighty yang menjelaskan bahwa tidak mungkin harapan semua oang itu dikabulkan karena akan timbul kekacauan. Wonder Woman 1984 mencoba menceritakan pesan moral Bruce Almighty yang dibungkus embel-embel superhero dan, sayangnya, gagal total. Saya ingin sekali menggunakan hak saya untuk mengurangi poin film ini -2. Namun karena skor aslinya saja sudah mengenaskan, saya putuskan untuk memberikan 0 saja tanpa mengubah skor asli.

02 Awards

-

03 Financial

Film ini mengalami kegagalan finansial. Meskipun demikian, hal ini bisa dimaklumi karena film ini dirilis saat pandemi yang menutup potensi bioskop dan memperlebar potensi pembajakan.

04 Critics

Mayoritas kritikus membandingkan film ini dengan film pertamanya dan menyimpulkan bahwa Wonder Woman 1984 lebih buruk ketimbang film pertamanya. Bahkan kritikus yang paling positif pun cenderung memberikan tanggapan “Mixed” atau di tengah-tengah.

05 Longevity

[Pending—karya masih berusia di bawah 10 tahun]

Final Score

Skor Asli                     : 3/10

Skor Tambahan           : 0

Skor Akhir                  : 3/10

***

Edisi Review Singkat

Edisi ini berisi penilaian film menggunakan pakem/standar penilaian Skywalker Hunter Scoring System yang diformulasikan sedemikian rupa untuk menilai sebuah karya film ataupun serial televisi. Karena menggunakan standar yang baku, edisi review Skywalker akan jauh lebih pendek dari review Nabil Bakri yang lainnya dan akan lebih objektif.

©Nabil Bakri Platinum.

Teks ini dipublikasikan dalam Nabil Bakri Platinum [https://nabilbakri.blogspot.com/] yang diverifikasi Google dan dilindungi oleh DMCA.

Nabil Bakri Platinum tidak bertanggung jawab atas konten dari link eksternal yang ada di dalam teks ini—termasuk ketersediaan konten video atau film yang dapat berubah sewaktu-waktu di luar kendali Nabil Bakri Platinum.