Oleh Nabil Bakri
OVERTURE
(Untuk langsung ke daftar
inti, lewati Overture ini)
Kita
semua menyambut berakhirnya tahun 2019 dengan penuh keceriaan karena dekade baru
mengulangi tahun 20-an sudah di depan mata. Sama dengan perayaan-perayaan
sebelumnya, pergantian dekade selalu menjadi perbincangan ekstra daripada
sekadar pergantian tahun biasa. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, yang
mana saya sendiri masih ingat saat Harry
Potter and the Sorcerer’s Stone masih baru tayang di bioskop, saat Negara kita
pertama kali bisa berkampanye besar-besaran di PEMILU 2004, saat Barack Obama
terpilih menjadi presiden Amerika, saat kita begitu takut dengan film 2012 tapi juga senang mengikuti Twilight, Avatar, Justin Bieber,
dan hiburan Korea Selatan (K-Pop dan K-Drama) yang sedang gencar-gencarnya naik
daun di penghujung 2000-an dengan Boys
Over Flower di 2009 dan pamungkas Gangnam
Style di 2011 (tentu ada grup lain seperti Super Junior walau saya tidak mengikuti kala itu). Sungguh dekade yang
luar biasa 2000an itu, banyak sekali film bagus dan teknologi yang menggebrak
dunia. Dekade 2010an dirasa kurang “menggigit” apalagi dimulai dengan debu sisa
perjuangan krisis global yang sebetulnya belum benar-benar bisa dipulihkan.
Dengan demikian, kedatangan dekade 20an diharapkan bisa membawa kebaikan yang
lebih lagi. Namun, kita harus gigit jari karena dekade baru ini dimulai dengan
pilu.
Di
penghujung 2019, pemerintah CCP China mengetahui adanya Pneumonia Wuhan yang unik dan baru. Penyakit ini menyebar dengan
sangat cepat, hanya dari sentuhan saja bisa terjangkit dan masa inkubasinya
bisa sampai 2 minggu. Sayang sekali pemerintah CCP China menutup kasus Pneumonia itu rapat-rapat sehingga warga
dunia tidak tahu. Ketika pemerintah China berusaha untuk 1) menutupi penyakit dan 2)
menyembuhkannya, ketegangan antara Amerika dan Iran meningkat tatkala Donald
Trump melancarkan serangan pada Jenderal besar Soleimani. Sudah panasnya perang
dagang minyak antara Rusia-Arab Saudi menyebabkan krisis ekonomi kian runcing
dan melemahkan US Dollar (karena US Dollar itu dasarnya adalah minyak, bukan
emas), kita masih harus dikhawatirkan oleh isu kemungkinan meletusnya Perang
Dunia III. Baru sebentar isu itu mulai reda, kita digegerkan oleh kota Wuhan
yang ditutup total karena diserang wabah penyakit. Karena sudah kadung
terkenal, nama Pneumonia Wuhan
sekalian diganti menjadi Coronavirus.
Supaya tempak lebih baku, virus itu pun dinamai COVID-19. Virus baru ini menyebar dengan sangat cepat.
Mulanya negara-negara tetangga terjangkit, lalu Indonesia pun kena. Amerika,
Italia, Jerman, Australia, Peracis, nyaris semua negara (atau bahkan sudah
semua negara) terkena dampak Coronavirus.
Berbagai kekhawatiran dan spekulasi pun bermunculan, terutama karena sikap
pemerintah CCP China yang mencurigakan. Hari ini, 2 April 2020, sebagian besar
warga Indonesia memuji kerja keras China karena berhasil membersihkan Wuhan
dari Coronavirus. Mereka seolah
dininabobokan untuk lupa bahwa wabah yang diderita berasal dari China. Maka,
muncul petisi dari We The People untuk
mengganti COVID-19 menjadi CCP Virus untuk terus mengingat bahwa China adalah
biang keladi alias sumber utama menyebarnya Coronavirus
dan jangan dijadikan sebagai Pahlawan Berkuda Putih.
Tiga
bulan pertama tahun 2020 memang tampak dan terasa seperti masa Perang Dunia.
Bagaimana tidak, walau Perang Dunia III tidak jadi (atau sebetulnya hanya
ditunda saja), industri non-medis seperti industri otomotif, garmen, dan
teknologi, sama-sama berhenti membuat produknya dan sama-sama diminta oleh negara
untuk membuat masker, ventilator, dan alat penunjang kesehatan lainnya. Hanya
di masa perang saja industri-industri semacam itu diharuskan membuat peralatan
medis dan/atau senjata. Bahkan, saat Perang Dunia II, perusahaan film Walt
Disney terpaksa menghentikan sebagian besar produksi film komersil dan harus
membuat film-film iklan pemerintah atau propaganda. Tak heran, Italia merasa
China perlu membayar ganti rugi kerusakan perang (seperti dahulu Jerman dipaksa
membayar ongkos Perang Dunia karena memulainya dan apes-nya kalah) karena situasi saat ini sungguh seperti situasi
saat perang. Akibat Coronavirus,
Wall-Street yang sedang dalam keadaan kocar-kacir karena harga saham terancam
anjlok seperti tahun 1929, benar-benar sekarat karena aktivitas terpaksa
dikurangi bahkan dihentikan. New York kota dunia pun berhenti bernapas dan
warga Amerika tercatat lebih dari 3 juta jiwa mengajukan klaim pemecatan kerja
hingga website data pengangguran crashed
atau “nge-bug” saking banyaknya
pengangguran baru yang mengakses. Naiknya China di saat turunnya negara lain
terutama Amerika dan Eropa membangkitkan kecurigaan dunia akan adanya motif di
balik persebaran virus Corona.
Kericuhan di Hong-Kong sepanjang tahun 2019 hingga 2020, masalah birokrasi
dengan Taiwan dan Tibet (China menculik penerus Dalai Lama karena ingin menguasai
Tibet), hingga kejanggalan angka laporan Coronavirus
dari China menyebabkan pikiran konspirasi terus berkecamuk dan bukan tanpa
alasan. Novel George Orwell berjudul 1984
memanglah hanya sebuah fiksi, namun melihat kejayaan Huawei China yang menjadi
raja teknologi internet 5G dan cara pemerintah CCP China mengawasi warganya
dari segala macam pengintai digital, kalau semua negara pada akhirnya tunduk
kepada China, novel itu bukan lagi menjadi sebuah fiksi tetapi sebuah
kenyataan. Karena itu saya sendiri sering mengibaratkan kita tinggal bukan di
tahun 2020 melainkan 1980—sudah sangat dekat dengan 1984.
Apa
menariknya konspirasi (yang sayangnya sangat masuk akal dan mungkin) ini tanpa
imajinasi kita melalui film. Ada banyak sekali film bagus yang menceritakan
rahasia-rahasia pemerintah dan perusahaan raksasa yang bersekongkol menutupi
atau memanfaatkan virus berbahaya, pertarungan iman dan iblis yang berdampak
pada wabah di dunia manusia, hingga munculnya makhluk luar angkasa yang
menginfeksi penduduk bumi. Nah, di tengah waba seperti ini, selain menjadi
hiburan untuk tetap diam di rumah, film-film ini bisa menjadi pelajaran
sekaligus persiapan jika nanti hal-hal mengerikan betulan terjadi. Misalnya
saja, ada tumbuhan yang bisa membuat serangga menjadi zombie (seperti pada documenter
BBC Planet Earth) dan penyakit yang
membuat rusa menjadi zombie—maka ada kemungkinan bahwa manusia pun bisa
tertular walau mungkin sejauh ini kecil sekali kemungkinannya—mungkin juga ada
manusia yang terisolasi lama sehingga bermutasi seperti film The Descent, Pandorum, dan The Hills Have
Eyes. Berikut saya kumpulkan 10 film mengenai wabah/pandemik yang populer di
dunia hiburan internasional.
***
10. Train to Busan (2016)
Film asal Korea Selatan ini berhasil menarik minat publik
dan membuka lebar potensi K-Drama untuk mengangkat kisah Zombie seperti dalam
film Rampant dan seri Kingdom. Sama halnya dengan kebanyakan
film bertema zombie, semua dimulai dengan adanya limbah kimia yang membuat
penduduk kota terserang penyakit. Apa yang awalnya hanya penyakit biasa berubah
menjadi hal yang lebih mengerikan karena penyakit itu mengubah penderitanya
menjadi zombie. Berbeda dari karakteristik zombie Hollywood yang berjalan lambat
dan butuh waktu cukup lama untuk terinfeksi (dipopulerkan oleh Night of the Living Dead), zombie dalam
film Train to Busan bergerak cepat
dan cepat menularkan virus zombie. Film ini sekali lagi mengetengahkan kisah
kesalahan perusahaan besar dalam mengatur limbah beracun.
9. Cabin Fever (2002)
Kalau kita mendengar kata “kabin” ditambah gambar
poster sebuah kabin kayu di tengah hutan, kita biasanya ingat film Evil Dead dan The Cabin in the Woods yang sama-sama menceritakan sekelompok
remaja yang diteror makhluk supranatural (walaupun ada twist yang unik di The Cabin
in the Woods). Hal itu juga yang saya alami saat memutuskan untuk membeli
DVD film Cabin Fever. Desain covernya
yang sama persis dengan posternya menyajikan sebuah kabin reot mencekam di
tengah hutan lengkap dengan background siluet tengkorak yang makin meningkatkan
aura mistis, membuat penulis yakin bahwa film ini mengisahkan arwah gentayangan
di sebuah kabin. Namun, penulis salah besar karena film ini sama sekali bukan
tentang hantu tapi tentang wabah penyakit yang berbahaya dan sama bahkan lebih
mencekam dari sosok hantu itu sendiri. Seorang penyendiri menelusuri hutan dan
mendapati anjingya terinfeksi virus pemakan daging. Penyendiri itu kemudian
terjangkit virus dan sekelompok remaja menemukannya. Remaja itu pun satu per
satu terjangkit. Film ini membawa visualisasi dan penceritaan virus pada level
mencekam yang lebih tinggi, memadukan nuansa horror sebuah kabin di hutan,
nuansa ketidaktahuan dari sebuah fiksi ilmiah, dan adegan-adegan panas anak
remaja yang kemudian diubah menjadi adegan penuh kengerian dan rasa jijik yang
luar biasa. Cabin Fever dipuji
kritikus dan benar saja, penonton pada umumnya menyukai konsep unik ini hingga
film yang dananya hanya $1 juta ini
bisa meraup keuntungan $30 juta. Hindari spoiler sebisa mungkin jika mau
menonton film ini. Salah satu alasan kenapa saya suka dan hanyut dalam perasaan
mencekam saat menonton film ini adalah karena ketidaktahuan akan jalan
ceritanya yang sesungguhnya. Saya jadi ingat film 127 Hours yang mana sampai sekarang masih menjadi film yang “paling
menakutkan” buat saya (lebih menakutkan daripada Cannibal Holocaust dan Saw)
karena penulis sama sekali tidak menyangka bagaimana alur cerita film tersebut
karena sama sekali tidak terpapar informasi apapun selain “seorang pendaki
terjebak di celah jurang dan berusaha bertahan hidup”. Saya biasanya menonton
film 2 sampai 3 kali terutama jika hendak direview, tapi satu adegan di 127 Hours membuat saya sampai sekarang
masih “takut” untuk menontonnya lagi. Di sinilah pentingnya menjaga diri dari
spoiler, kalau bisa, tapi tidak perlu berlebihan, karena film yang bagus itu
menjanjikan pengalaman jadi walau sudah ada spoiler akan tetap menarik untuk
ditonton.
8. Rec/Quarantine
(2007/2008)
Rec merupakan film found-footage
horror dari Spanyol yang sukses besar sehingga versi Hollywoodnya dibuat dan
dirilis setahun setelahnya. Walau merupakan dua film yang berbeda, keduanya
mengisahkan inti cerita yang sama. Dikisahkan tim pemadam kebakaran mendapat
panggilan minta tolong dari sebuah apartemen. Kala itu, seorang wartawan sedang
meliput aktivitas pemadam kebakaran dan akhirnya ikut serta dalam misi ke
apartemen tersebut. Di lokasi sudah ada polisi dan semua pihak yang terlibat
masuk ke dalam apartemen untuk menyusuri koridor demi koridor menuju pusat
adanya korban minta tolong. Bukannya menyelamatkan nyawa, mereka justru
mengantarkan nyawa mereka sendiri karena bangunan itu ternyata terinfeksi virus
aneh yang mengubah orang menjadi zombie. Ketika korban mulai berjatuhan, mereka
memutuskan untuk meninggalkan apartemen. Namun, tanpa disangka apartemen itu
disegel dari luar oleh pihak pemerintah karena mereka sebetulnya sudah tahu ada
virus menular di dalam apartemen tersebut. Dalam seri lanjutannya, Rec 2 membeberkan bahwa kejadian itu
bukanlah dikarenakan virus melainkan adanya keterlibatan makhluk supranatural.
Dalam versi Hollywood, virus itu bukan supranatural tetapi menyerupai virus
pada rabies. Walau versi Amerika dianggap “tidak kreatif”, tetapi berkat
konsistensi cerita bahwa zombie muncul akibat virus dan pengambilan gambar mempertahankan
dengan teknik Found Footage, hasilnya film ini tetap mencekam dan bahkan diakui
oleh sutradara Spanyol aslinya.
7. Black Death (2010)
Setahun sebelum Game
of Thrones dirilis, actor Sean Bean yang merupakan Eddard Stark, berperan
sebagai pejuang agama di abad pertengahan yang turut dibingungkan dengan wabah
penyakit Black Death. Dalam film Season of the Witch, Black Death digambarkan sebagai penyakit
mematikan yang diakibatkan oleh iblis yang ingin menghabisi dunia, dan memang
itulah kenyataan yang menyebar di kalangan masyarakat abad pertengahan. Di era
kejayaan karya gothic ini, masyarakat
yang nilai keagamaannya masih begitu kental begitu terpukul oleh adanya wabah
mematikan yang tidak bisa dihentikan. Wabah ini tak hanya menyerang rakyat
jelata tapi juga bangsawan, tak hanya kriminal tapi juga pendeta, tak hanya “kaum
sodom” (sebagaimana dulu dipercaya saat AIDS menyebar) tapi juga pasangan setia
sehidup-semati bahkan anak-anak dan remaja sehat bugar bisa tertular. Maka,
masyarakat mulai percaya klenik dan melakukan Witch Hunting karena percaya ada penyihir yang berulah. Maka,
banyak sekali perempuan yang dicurigai sebagai ahli sihir atau makhluk
jadi-jadian ditangkap dan diadili. Black
Death mengisahkan hal yang “sebaliknya” dari Season of the Witch dan seakan menantang logika Season of the Witch. Alih-alih
menampilkan penyihir adidaya, Black Death
mengeksplorasi kejiwaan tokoh utamanya yang dirasuki rasa takut, amarah, kebencian,
rasa bersalah, dan keputusasaan dalam memutus rantai setan wabah Black Death.
6. 28 Days Later (2002)
Sekelompok aktivis hewan melepaskan simpanse yang
terjangkit virus mematikan di Cambridge. Persebaran virus yang begitu cepat
menjadikan lingkungan sosial kacau balau dan orang yang terinfeksi menjadi
ganas. Seorang pasien koma bernama Jim, terbangun 28 hari setelah virus
menyebar dan ia mendapati seisi kota senyap ditinggalkan. Namun, ia segera
mengetahui bahwa kota itu bukan ditinggalkan melainkan diserang virus berbahaya
dan menular. 28 Days Later merupakan
sebuah film fenomenal yang sukses secara finansial dan dipuji oleh kritikus.
5. Outbreak (1995)
Inilah film yang dari judulnya saja sudah jelas
menceritakan sebuah wabah virus mematikan. Film yang dibintangi Morgan Freeman
(Bruce Almighty), Dustin Hoffman (Tootsie), Donald Sutherland (The Hunger Games), Kevin Spacey (House of Cards), dan Patrick Dempsey (Grey’s Anatomy) ini bercerita tentang
keberadaan virus yang dirahasiakan sejak tahun 60an di wilayah Afrika. Virus
yang menyerupai Ebola itu kembali muncul dan menyebar dengan sangat cepat
bahkan menjadi airborne (menular
lewat udara) setelah seekor monyet diselundupkan dan dimasukkan dalam
laboratorium. Monyet yang terinfeksi itu kemudian dicuri untuk dijual di pasar
gelap. Baik pencuri dan pembeli pun menjadi terinfeksi dan dari sana penyakit
itu menyebar secepat penyakit flu pada umumnya namun tentu saja lebih
mematikan. Film ini menjadi sukses besar dan masih sering diperbincangkan hingga
sekarang. Bahkan, film ini menarik minar kritikus film Roger Ebert yang
mengungkapkan bahwa Outbreak
memberikan nuansa unik karena menampikan kengerian yang bisa diperoleh dari
tempat terpencil dan menyerang secara tak kasat mata dengan skala dan kecepatan
dahsyat. Apalagi, di pertengahan hingga akhir 90-an sedang marak film monster
misalnya The Lost World, Alien Resurrection, Deep Rising, Congo, dan
masih banyak lagi, kesemuanya menampilkan kengerian yang nyata dan dapat
dihadapi dengan persenjataan yang ada. Tetapi, serangan virus ternyata jauh
lebih menyulitkan daripada monster.
4. And The Band Played On
(1993)
Masih ingatkah Anda dengan lagu Michael Jackson “Gone
Too Soon”? Lagu ini pada video musiknya menampilkan Ryan White, seorang remaja
yang terjangkit AIDS. Ya, film TV And the
Band Played On (istilah yang dipakai untuk menggambarkan sekelompok kecil
orang yang masih terus berjuang di tengah krisis—band di kapal Titanic tetap bermain (played on) walau kapal tersebut perlahan
karam) merupakan kisah kekacauan masa 1980an saat HIV/AIDS merajalela dan belum
diketahui rinciannya. AIDS yang mematikan sebelumnya dianggap sebagai penyakit “kelamin”
yang menyerang kalangan homoseksual dan hidung belang. Akibatnya, terjadi
persekusi besar-besaran terhadap gay (karena umumnya yang terjangkit adalah
homoseksual laki-laki, bukan lesbian) dan kelompok konservatif semakin galak
mendiskriminasi LGBTQ. Kemudian penyakit ini juga dijumpai pada para pemakai
obat-obatan, bahkan orang biasa baik-baik secara tiba-tiba terjangkit AIDS.
Mereka yang bukan homoseksual atau pemakai obat-obatan merasa takut dan bingung
karena ini menjadikan status penyakit tersebut semakin misterius. Ryan White,
dari lagu Michael Jackson, adalah bukti nyata keganasan AIDS. And the Band Played On mengisahkan
lambatnya pihak pemerintah mencetuskan regulasi. Dikisahkan bahwa ilmuwan
mendapati bahwa AIDS bisa menyebar lewat transfusi darah sehingga tidak hanya
homoseksual, hidung belang, dan pemakai cimeng saja yang bisa terjangkit.
Banyak orang biasa yang membutuhkan transfusi darah bisa tertular dan itulah
yang terjadi, di mana banyak masyarakat yang membutuhkan donor darah justru
terinfeksi AIDS. Film ini menunjukkan bahwa penyakit bisa saja muncul dari hal
yang paling tidak kita duga dan bahwa pemerintah, dalam tahap apapun di belahan
dunia manapun, tidak ada yang sepenuhnya siap menghadapi adanya wabah jika
wabah itu masih baru karena untuk meneliti karakteristiknya saja butuh waktu yang
sangat lama. Film ini tidak hanya informatif tapi juga provokatif dan sangat
menarik untuk disimak dan dijadikan bahan diskusi. Sebuah miniseri berjudul Angels in America yang dibintangi Meryl
Streep (Sang Ratu Piala Oscar), Al Pacino (The
Godfather), dan Emma Thompson (Sense
and Sensibility, Men In Black 3)
bisa dipertimbangkan untuk menjadi bahan tontonan tambahan. Tapi, bekali diri
dengan informasi yang memadahi karena isu yang diangkat sangat sensitif dan
kontroversial. Jangan sampai Anda terjebak dalam satu sisi kubu atau salah
paham dalam menafsirkan situasi yang ditampilkan dalam film dan miniseri ini.
Sebagai pertimbangan tambahan, And the
Band Played On menampilkan aktor papan atas seperti Ian McKellen (Gandalf
di The Lord of the Rings), B.D Wong (Jurassic Park), Richard Gere (Hachiko), Anjelica Huston (When in Rome), dan Steve Martin (The Pink Panther).
3. I Am Legend (2007)
Bintang kondang Will Smith (Independence Day, Men in Black) membuktikan keahlian
aktingnya saat harus berperan seorang diri di tengah kota yang mati akibat
wabah virus menular. Will berperan sebagai mantan ahli kesehatan anggota
militer yang memutuskan untuk tetap tinggal di kota mati walau sebagian besar
penduduk yang belum terinfeksi sudah sejak lama mengungsi dan mengisolasi diri
di tempat aman. Ia menetap karena berkomitmen untuk menemukan vaksin virus
tersebut. Sebetulnya, virus itu tidak mematikan, tetapi mengubah manusia
menjadi makhluk lain. Bukan zombie tapi lebih ke mutasi menjadi spesies yang
berbeda namun haus darah. Mereka tidak spesifik mengincar manusia, tetapi
menjadi predator nokturnal yang memangsa daging—terutama binatang buruan
seperti rusa. Tentu jika ada manusia, mereka akan menyantapnya juga. I Am Legend mengeksplorasi sisi kejiwaan
manusia yang terisolasi tanpa manusia lain untuk bersosialisasi. Jika The Martian menceritakan kesendirian di
planet Mars, I Am Legend menceritakan
kesendirian di bumi kita tercinta, kesendirian yang mungkin kita alami jika
suatu bencana menimpa dan membuat kita terpisah dari orang lain dan terpaksa
bertahan hidup sendiri.
2. Resident Evil (2002)
Diangkat dari game terkenal, Resident Evil mengisahkan konspirasi antara perusahaan
internasional dan pemerintah yaitu Umbrella Corporation di Racoon City.
Laboratorium Umbrella mengembangkan virus yang dapat menjadi senjata biologis
yang tentunya dilarang secara hukum dan dicari dengan harga mahal di pasar
gelap. Beberapa orang berniat mengungkap kebenaran dengan membongkar semua
kubusukan perusahaan Umbrella lewat media. Namun di tengah operasi rahasia
tersebut, sebuah tabung percobaan pecah dan T-Virus menyebar ke seluruh
bangunan perusahaan yang untungnya terletak di bawah tanah. Sistim komputer canggih
artificial intelligence bernama Red
Queen langsung menutup rapat semua akses keluar-masuk perusahaan karena T-Virus
sangat berbahaya dan menyebar dengan cepat. Bukannya membiarkan Red Queen
mengkarantina perusaan itu, Umbrella Corp malah membobol paksa masuk dan
pasukan mereka justru terjebak di tengah-tengah wabah zombie. Sekali gigit akan
menjadikan korban terjangkit T-Virus dan akan menjadi zombie. Selain itu,
Umbrella Corp juga ternyata melakukan percobaan rahasia yang berbahaya dan di
luar nurani kemanusiaan. Film Resident
Evil meraih sukses dan sekuelnya dibuat yakni Resident Evil Apocalypse yang menampilkan saat wabah sudah keluar
dari bawah tanah dan menjangkit Racoon City. Sekuel ini juga suskes dan
beberapa sekuel lain dirils. Tetapi, semenjak film ke-2, kelanjutan kisahnya
mulai dinilai tidak sebagus pendahulunya dan kritikus pun mencaci maki film-film
lanjutan Resident Evil. Walau
demikian, seri ini bisa dibilang seru untuk diikuti. Apalagi, kedua film
pertamanya menampilkan aktris Milla Jovovich di puncak kecantikannya, Michelle
Rodriguez yang sedang naik daun lewat The
Fast and the Furious dan Eric Mabius (yang nantinya akan kondang lewat
serial Ugly Betty).
1. Contagion (2011)
Film ini adalah yang paling mirip dengan situasi yang
sedang kita alami saat ini. Bahkan, virus di film ini juga berasal dari daerah
China. Saking miripnya, film ini sampai dianggap meramalkan kejadian wabah yang
kita alami saat ini. Contagion
menceritakan beberapa orang sakit kemudian meninggal. Mereka terkena virus baru
yang dikhawatirkan bisa menyebar cepat dan menjadi pandemi secara global.
Pemerintah pun berusaha keras mencari penyebab dan obat/vaksin untuk virus itu.
Terjadi lockdown di mana orang tidak berani keluar dan bertemu orang lain karena
virus itu sangat mudah menular dan sangat mematikan. Rumah sakit kocar-kacir,
ekonomi hancur, warga pun panik dan terjadi kejahatan di mana-mana. Misalnya
saja, ketiadaan pekerjaan dan uang membuat warga buru-buru menjarah toko
makanan dan toko obat. Orang mulai menjadi tidak sabaran, kemanusiaan hancur
digantikan oleh “siapa cepat dia dapat” dan “yang kuat menaklukkan yang lemah”.
Contagion juga menceritakan betapa
mudahnya memanipulasi informasi, memengaruhi orang lain, dan bagaimana
pemerintah mampu mengatur informasi. Film Contagion
mendapat tanggapan positif. Dengan cerita yang masuk akal dan performa dari aktor
papan atas seperti Kate Winslet (Titanic),
Jude Law (A.I), Lawrence Fishburne (The Matrix), dan Matt Damon (Good Will Hunting), film ini mampu
menarik penonton untuk merasakan sendiri kemungkinan pandemi skala global.
TAMBAHAN DAN CODA
Masih ada banyak sekali film bertema penyebaran virus,
termasuk serangan makhluk asing seperti The Invasion
dan The Host (2013).
Selain itu, ada pula kisah kebohongan pemerintah dan
ilmuwan dalam The Host (2006), mengingaktan
kita pada pemerintah CCP China yang dicurigai memanipulasi data.
Nah itu tadi film-film bertema virus dan pandemic yang menyerang umat manusia,
agaknya bisa dijadikan bahan hiburan untuk tetap di rumah sekaligus bahan
renungan untuk kita semua, tapi jangan sampai dijadikan bahan untuk menyebar
berita bohong atau menimbulkan kepanikan. Tetap sehat dan terima kasih!