Misteri Manusia Gajah The Elephant Man


Misteri Manusia Gajah The Elephant Man
Oleh Nabil Bakri


OVERTURE
Tis true my form is something odd.
But blaming me is blaming God;
Could I create myself anew,
I would not fail in pleasing you.
If I could reach from pole to pole,
Or grasp the ocean with a span,
I would be measured by the soul,
The mind's the standard of the man.
(A poem by Isaac Watts quoted by Joseph Merrick)

Rupaku memang hina sejengkalpun tak tampan.
Tapi menyalahkanku atas hinaku tak ubahnya menyalahkan Tuhan.
Jikalau mampu kuulang waktu dan racik sendiri ragaku,
Pasti sanggup ku buatmu kagum termangu.
Bila sanggup kuraih dua ujung dunia,
Atau kurenggut samudera dengan tangan hampa,
Jiwakulah yang utama tuk dilihat nilainya,
Bukan raga seorang lelaki manusia.
(Puisi Isaac Watts yang dikutip oleh Joseph Merrick)

Penulis merinding sendiri saat menerjemahkan puisi yang konon kerap dipakai oleh Joseph Merrick (sering juga disebut John Merrick) si Manusia Gajah atau Elephant Man untuk menghiasi pamphlet pertunjukan orang-orang aneh. Semakin penulis mencari tahu kisah hidup Joseph Merrick, hati penulis semakin tersentuh dan timbul rasa kasihan yang luar biasa dan rasa penyesalan—menyesal harus menerima catatan sejarah bagaimana sebangsa manusia memperlakukan sesamanya. Bahkan hingga kini, sosok Joseph Merrick si Manusia Gajah sering dijejalkan di dalam daftar manusia-manusia aneh dan ditampikan gambarnya begitu saja tanpa dijelaskan konteksnya. Kebiasaan masyarakat kini adalah jarang menyelidiki lebih lanjut mengenai sebuah informasi sehingga sisi kemanusiaan dari kisah Manusia Gajah nyaris hilang sama sekali. Contohnya, penulis begitu terkejut mengetahui usia Joseph Merrick yang masih begitu muda saat ia tewas dan saat mengetahui puisi yang disukainya dan dianggap mengungkapkan perasaannya menanggung hidup sebagai tontonan pertunjukan dan dijuluki si Manusia Gajah. Mengingat usianya, teman sebayanya pasti sedang mengalami masa-masa terbaik hidup mereka—menghabiskan waktu bukan cuma buat bekerja tetapi juga bercanda menghadiri pesta dan lumrah para pria mencari pasangan wanita. Penulis tidak bisa membayangkan seberapa sakitnya menerima kenyataan harus hidup dengan penyaki seperti yang dialami Joseph Merrick. Penulis bahkan kesulitan memulai pembahasan tentang sosok ini. Tapi karena ia terlanjur diselimuti misteri dan kesalahpahaman, penulis memutuskan untuk mencoba menceritakan kisahnya agar kisah Joseph Merrick tetap hidup walau hanya dalam sebuah artikel sederhana seperti ini.


Kehidupan Joseph Merrick
“Fate”

Dalam seri The Story Behind the Story dari Disney, aktris senior Angela Lansbury berperan sebagai narrator mengisahkan tentang Penulis novel Victor Hugo sebelum ia menulis cerita Notre Dame de Paris alias The Hunchback of Notre Dame (Si Pungguk dari Katedral Notre Dame). Dijelaskan bahwa Victor Hugo sempat mengunjungi Katedral Notre Dame yang terbengkalai dan ia sampai di sudut Katedral yang gelap dan lembab. Tembok sudut itu dibangun dari batu dan di batu itu Victor melihat sebuah tulisan dipahat dalam-dalam berbunyi “Fate” alias “Takdir”. Siapa kiranya yang mengukir tulisan tersebut? Dan kenapa tulisan itu dipahat di sudut yang gelap sehingga memberikan kesan kesedihan atau keputusasaan yang mendalam? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu memunculkan ide cerita seorang manusia pungguk buruk rupa yang tinggal di dalam Katedral. Cerita di balik The Hunchback of Notre Dame ini mengingatkan kita bahwa ada cerita yang pantas diungkap dari misteri semacam itu, dan kebetulan sekali cerita ini mengingatkan kita pada kisah nyata Manusia Gajah yang lahir dengan “fate” memilukan yakni terlahir buruk rupa dan cacat. Layaknya Quasimodo yang menyendiri di Katedral, kisah Manusia Gajah pantas untuk diangkat kembali terlebih karena ia adalah sosok nyata bukan sekadar khayalan penulis novel. Joseph Merrick pun memiliki kisah awal kehidupannya.

(ilustrasi The Hunchback of Notre Dame, foto diambil dari Britannica)

Joseph Merrick lahir dengan nama asli Joseph Carey Merrick pada 5 Agustus 1862 di Leicester, Inggris. Ia adalah putra pasangan Joseph Rockley Merrick dan Mary Jane. Merrick terlahir sebagai bayi yang normal dan tidak ada tanda-tanda cacat yang parah sehingga tidak ada yang menduga bahwa ia memiliki kelainan. Maka, dapat disimpulkan bahwa Merrick menjalani hidup secara normal selama beberapa tahun pertama hidupnya dan harus menyaksikan tubuhnya sendiri berangsur-angsur berubah dari yang sebelumnya normal menjadi sosok yang mengerikan. Di kala itu, manusia kulit hitam normal saja dianggap makhluk rendahan selevel hewan dan dijadikan budak, sama halnya manusia kulit merah (Indian) dan kulit kuning (Asia) juga didikriminasi berkat adanya rasisme yang masih kental. Bisa dibayangkan seberapa kejamnya perlakuan masyarakat kala itu terhadap orang-orang cacat dan Joseph Merrick tak luput dari hinaan dan diskriminasi. Ia bahkan konon tumbuh besar dengan percaya bahwa ibunya bersenggama dengan gajah sehingga bisa punya keturunan Manusia Gajah. Walau demikian, namanya seorang ibu mungkin masih memiliki perasaan keibuan terhadap Joseph Merrick. Sayangnya, Mary Jane ibu Merrick meninggal saat ia baru berusia 11 tahun dan ayahnya menikah lagi. Ayah dan ibu barunya tidak suka dengan Joseph Merrick (menurut pendapat Joseph Merrick sendiri) dan daripada hidup dianggap menyusahkan sebagai beban dan rasa malu sebagai aib, Joseph Merrick memutuskan untuk pergi dari rumah dan hidup mandiri. Di usia 13 tahun, ia pun akhirnya juga berhenti sekolah (sebetulnya di kala itu wajar bagi orang kelas bawah untuk berhenti sekolah, namun kenyataan bahwa ia masih bisa bersekolah sampai usia 13 tahun menunjukkan bahwa penyakitnya tidak tiba-tiba langsung parah, melainkan muncul bertahap). Walau “tidak sayang” pada putranya, Joseph Merrick sebetulnya tidak mau putranya kabur sehingga ia sempat beberapa kali menjemput Joseph pulang ke rumah saat ia tengah kabur. Walau ia tidak “diusir”, tapi menurutnya situasi di rumah tidak kondusif dan ia pun menulis di autobiografinya:

I was taunted and sneered at so that I would not go home to my meals, and used to stay in the streets with a hungry belly rather than return for anything to eat, what few half-meals I did have, I was taunted with the remark—'That's more than you have earned.
Saya selalu dimarahi dan dihina di rumah, jadi saya tidak mau pulang untuk makan (walau diperbolehkan). Saya selalu berkeliaran di jalanan dengan perut lapar karena bagi saya lebih baik kelaparan di jalan daripada pulang ke rumah sekadar untuk makan. Setiap kali saya makan (di rumah), walau sedikit porsinya, saya pasti dicaci dengan kata-kata, “Elu kagak ngapa-ngapain, makan segitu udah kebanyakan!

Setelah berhenti sekolah, Joseph bekerja di perusahaan rokok sebagai penggulung cerutu, satu lagi bukti bahwa ia sebetulnya lahir “normal” dan sempat merasakan “hidup normal” sebelum kenormalan itu direnggut darinya. Di usia 16 tahun, tangan kanannya sudah berubah bentuk dengan parah sehingga ia tidak bisa lagi menggulung cerutu dan terpaksa menjadi pengangguran. Karena keluarganya tidak mampu, ayah Merrick merasa anaknya hanya menjadi beban kalau menganggur, sehingga ia “mencarikan” pekerjaan untuk anaknya sebagai ‘sales’ pintu ke pintu (door to door). Sayangnya, wajahnya yang semakin berubah membuat orang takut dan tidak ada yang mau membukakan pintu untuknya. Kalau tidak ada pembeli, jelas dagangan tidak laku dan tidak ada uang. Ayahnya yang mungkin sudah sampai di batas kesabarannya, memukuli Joseph Merrick secara membabi-buta dan itu menyebabkan Joseph pergi dari rumah dan kali ini dia tidak kembali lagi. Kecacatan Joseph Merrick semakin parah sampai-sampai ia kesulitan bekerja. Selain karena orang terus mengganggunya, penyakitnya juga membuat tulang punggungnya bengkok, tengkoraknya tak beraturan, dan kulit seperti kulit gajah tumbuh semakin besar sehingga mustahil baginya untuk bekerja kasar. Menurut seorang pengidap penyakit Manusia Gajah modern, Brian Richards (nanti akan kita bahas), lapisan kulit yang tumbuh itu bentuknya penuh kerutan seperti otak dan walau tampak tebal seperti kulit gajah, lapisan itu sebetulnya sangat rapuh dan mudah sekali terluka. Kemungkinan bagi Joseph Merrick, berjalan saja layaknya melewati aspal dari beling. Mendengar nasib buruk keponakannya, Paman Joseph, seorang tukang cukur bernama Charles Merrick, menampungnya selama dua tahun sebelum kondisi fisik Joseph semakin tidak karuan sampai-sampai KTP-nya saja tidak boleh diperpanjang. Karena pamannya punya tanggungan keluarga, Joseph akhirnya meninggalkan keluarga pamannya.

(ilustrasi kondisi Workhouse untuk anak yatim piatu dalam film Oliver Twist. Gambar diambil dari Independent, UK)

Karena kondisinya yang parah, Joseph terpaksa masuk ke dalam Workhouse. Sebagaimana bisa kita simak atau saksikan dalam novel dan film Oliver Twist, Workhouse merupakan institusi publik yang menampung orang miskin, anak-anak jalanan dan anak yatim dengan cara bekerja. Joseph masuk dalam Workhouse saat berusia 17 tahun. Kehidupan di dalam Workhouse, sebagaimana digambarkan juga dalam Oliver Twist, sebetulnya tidak mengenakkan dan bisa menyiksa. Maka, Joseph Merrick memutuskan untuk keluar dari Workhouse hanya setelah bekerja selama 12 minggu. Tapi karena mustahil mendapatkan pekerjaan, ia masuk lagi ke dalam Workhouse dan bekerja selama 4 tahu dari 1880-1884. Tidak lagi tahan bekerja di sana, Merrick memutuskan untuk keluar dan bergabung dengan pertunjukan milik Sam Torr sebagai bagian dari Pertunjukan Aneh yang menampilkan makhluk-makhluk cacat atau aneh. Joseph Merrick terdaftar di dalamnya sebagai The Elephant Man alias Si Manusia Gajah. Di luar arena pertunjukan “Freak Show”, Joseph Merrick menggunakan “topeng” dari karung dan topi besar untuk menutupi wajahnya. Walau demikian, orang akan mengenalinya dan tetap mem-bully-nya. Apalagi, bentuk topeng dan pakaiannya juga aneh dan bahkan bisa dikatakan menakutkan. Belum lagi cara berjalannya yang seperti diseret-seret. Di dalam arena, dia adalah bintang dan tidak hanya mengundang perhatian orang awam tapi juga tim medis yang ingin meneliti penyakit Joseph Merrick yang sebetulnya amat sangat langka.

(Joseph Merrick memakai topengnya dalam film The Elephant Man)

Di tahun 1885, pertunjukan berpindah ke Belgia. Pertunjukan itu menghasilkan uang yang “cukup”, tetapi manager Joseph Merrick kabur membawa semua hasil pertunjukan dan Merrick ditelantarkan begitu saja tanpa uang sepeser pun. Akhirnya pada bulan Juni 1886, Joseph mendapat tumpangan untuk kembali ke Inggris. Namun, kondisinya sudah semakin parah saat polisi menangkapnya dan menemukan kartu nama dokter Frederick Treves yang dulu pernah meneliti dan mengoperasi Joseph di Workhouse. Karena tidak ada rumah sakit yang bisa menangani penyakitnya, pihak rumah sakit hanya bisa memberikan tempat tinggal seadanya. Selama tinggal di rumah sakit, Joseph membaca banyak novel dan mengisi waktunya membuat kerajinan replika. Jika dilihat, sebetulnya Joseph adalah pemuda yang cerdas dan terampil. Pada tanggal 11 April 1890, Joseph Merrick yang baru berusia 27 tahun, ditemukan tewas di dalam kamarnya.

(Kerangka Joseph Merrick. Gambar diambil dari BBC, UK)

Misteri Kematian Joseph Merrick

Karena tubuhnya yang cacat, Joseph tidak bisa tidur berbaring. Ia selalu tidur dalam posisi duduk. Dikisahkan bahwa sebenarnya Joseph ingin sekali bisa tidur terlentang di kasur menggunakan bantal layaknya manusia normal. Jarang sekali kita berpikir bahwa hal sesederhana tidur berbaring saja sebetulnya merupakan kenikmatan hidup yang luar biasa. Akibat penyakitnya yang semakin parah, orang mungkin mengira ia tewas begitu saja karena sudah waktunya. Namun, ilmuwan berusaha memecahkan misteri kematian Joseph karena ia meninggal begitu tiba-tiba dan penyakitnya, walau semakin parah, seharusnya tidak membunuhnya secepat itu. Petunjuk penting adalah posisi ia ditemukan. Joseph ditemukan tewas dalam keadaan terlentang di atas kasur—posisi tidur yang selama ini ia dambakan. Joseph tidak bisa tidur terlentang karena ukuran kepalanya terlalu besar dan terlalu berat. Maka, peneliti menyimpulkan bahwa Merrick tewas karena tidur dalam posisi berbaring. Ketika ia membaringkan kepalanya, berat kepala itu memelintir lehernya dan mematahkan bagian tulang leher yang vital untuk memompa darah dan oksigen. Berarti, Merrick tewas dicekik oleh kepalanya sendiri. Hal yang masih menjadi misteri adalah apakah Merrick berbaring secara tidak sengaja (dari posisi tidur yang duduk kemudian tidak sadar berangsur tubuhnya terbaring), atau ia sengaja ingin mengakhiri hidupnya, atau ia hanya ingin merasakan lagi bisa tidur layaknya manusia normal. Bagaimana menurut Anda?

(Percayakah Anda bahwa replika ini dibuat oleh Joseph Merrick? Bukankah ini menandakan bahwa ia adalah pemuda yang terampil dan penuh potensi?)

Penyakit Joseph Merrick
Dalam kedokteran masa kini, penyakit Merrick disebut sebagai Proteus Syndrome di mana tulang dan kulit tumbuh tidak karuan dan tidak beraturan. Di sinilah kita membahas Brian Richards. Pria kelahiran 1984 ini terlahir secara normal sebagai anak yang normal. Baru setelah memasuki usia kanak-kanak, ia menunjukkan gejala aneh tumbuhnya benjolan-benjolan di tubuhnya. Dari foto yang dikumpulkan, terlihat jelas bahwa Brian tidak langsung menjadi cacat melainkan perubahan fisiknya terjadi perlahan-lahan. Ini juga mungkin dialami oleh Joseph Merrick. Hanya saja, Joseph Merrick tidak bisa disembuhkan karena belum ditemukan alat operasi canggih seperti sekarang. Sejak penyakit itu pertama kali didiagnosa, para dokter langsung tertarik meneliti Brian karena kasus ini memang sangat langka dan kasus sebelumnya hanya bisa didapatkan dari kerangka Joseph Merrick yang diawetkan. Untuk mempelajari penyakit ini secara mendalam, dibutuhkan pasien yang masih hidup.

(Bisa dilihat bahwa penyakit Manusia Gajah tidak langsung muncul, seperti yang dialami oleh Bryan. Sangat mungkin Joseph Merrick juga awalnya "normal" dan mungkin pada dasarnya ia adalah pemuda yang terampil dan rupawan layaknya pemuda seumurannya jikalau ia tidak menderita Proteus Syndrome)

Brian memang menunjukkan tanda-tanda fisik seperti Joseph Merrick, tapi berkat puluhan kali operasi, efek cacat Proteus Syndrome bisa dikurangi secara drastis. Coba saja kita bandingkan bentuk fisik Brian Richards dengan Joseph Merrick. Jika saja kala itu teknologi sudah semaju sekarang, mungkin Joseph tidak harus menderita sampai akhir hayatnya. Brian bisa kembali aktif bahkan menikahi perempua yang disayanginya, sementara Joseph tidak bisa merasakan semua itu.

(Brian harus rutin operasi. Jika ia hidup di zaman dulu sebelum ada teknologi operasi canggih, ia mungkin akan memiliki wajah dan tubuh menyerupai Joseph Merrick si Manusia Gajah. Kini Bryan tinggal bersama isterinya)
Dilansir dari BBC News, sebuah render atau perkiraan dibuat, menunjukkan kemungkinan wajah asli Joseph Merrick JIKA ia tidak mengidap penyakit Proteus Syndrome. Di balik wajah cacat mengerikan itu terdapat jiwa seorang pemuda 27 tahun yang sangat ingin bisa menjalani hidup normal selayaknya manusia lainnya.


CODA
Kisah hidup Joseph Merrick berhasil menyentuh perasaan banyak orang. Selain karena kisah hidupnya tragis dan penuh sengsara, kehidupan Joseph Merrick mengingatkan kita semua untuk senantiasa bersyukur atas apa yang kita miliki. Nyaris tidak pernah kita berpikir bahwa kemampuan untuk berjalan, berlari, berbicara, bahkan tidur terlentang adalah bentuk-bentuk kenikmatan dalam hidup. Sungguh pilu mengingat bahwa Joseph Merrick sewaktu kecil bisa merasakan itu semua namun harus menyaksikan sendiri semua itu perlahan-lahan drenggut darinya. Setragis-tragisnya orang yang tidak bisa berjalan, adalah orang yang sebelumnya bisa berjalan. Setragis-tragisnya Joseph Merrick yang cacat, adalah karena ia pernah merasakan rasanya hidup normal. Dan satu-satunya keinginan untuk hidup seperti manusia normal, sesederhana tidur berbaring, justru menjadi hal yang merenggut nyawanya. Artikel ini ditulis bukan sekadar untuk menceritakan kisah Joseph Merrick si Manusia Gajah tetapi juga untuk menjadi bahan renungan. Selain itu, tahun ini tepat 130 tahun yang lalu Joseph Merrick menghembuskan napas terakhirnya. Siapa sangka seorang “monster buruk rupa” bisa membuat kita semua berlinang air mata.